Go Ihsan -
Dalam syariat Islam, pajak disebut dengan dharibah. Kata dharibah berasal dari akar
kata dharaba-yadhribu-dharban.
Ada banyak arti dari akar kata itu, di antaranya adalah mewajibkan, menetapkan,
menentukan, memukul, menerangkan, dan membebankan.
Menurut pakar fikih, Gazy Inayah, kata dharibah dalam syariat Islam berarti beban.
Diartikan demikian, katanya, karena dharibah atau pajak merupakan kewajiban lain yang
harus dikeluarkan seorang Muslim selain zakat. Namun, syariat Islam telah
menetapkan bahwa dharibah hanya dapat digunakan untuk kemaslahatan
umat Muslim. Tidak boleh dimanfaatkan untuk kepentingan yang melibatkan orang
non-Muslim.
Syariat Islam juga mengenal pembayaran yang mirip dengan dharibah, yaitu jizyah dan kharraj. Perbedaan ketiganya
terletak pada objek yang dikenakan beban. Dharibah adalah pajak yang dikenakan atas al-mal atau harta benda.
Sedangkan jizyah adalah pembayaran yang dibebankan kepada
orang non-Muslim untuk menjamin keselamatan jiwa yang bersangkutan. Adapun kharraj merupakan kewajiban
pembayaran atas tanah atau hasil bumi.
Lantas, apa definisi dharibah menurut syariat Islam? Abdul Qadim Zallum,
seperti dikutip Gusfahmi dalam Pajak Menurut Syariah, mendefinisikan dharibah sebagai harta yang
diwajibkan Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada kaum Muslim untuk
membiayai berbagai kebutuhan dan pos-pos pengeluaran yang memang diwajibkan
atas mereka, ketika kondisi baitul mal tidak ada uang atau harta.
Berdasarkan definisi itu, Gusfahmi menyimpulkan ada lima
unsur dalam dharibah. Pertama, dharibah itu diwajibkan oleh
Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada
umat Islam. Kedua, objeknya adalah harta benda. Ketiga, pelakunya terbatas
orang-orang Muslim yang kaya. Keempat, tujuannya untuk membiayai keperluan umat
Muslim saja. Dan kelima, diberlakukan dalam kondisi darurat.
Definisi Zallum itu juga menarik perhatian Gusfahmi untuk mengupasnya
lebih dalam. Katanya, berdasarkan penjelasan Zallum itu, dharibah bersifat
kondisional. Seorang penguasa baru boleh menarik dharibah ketika baitul mal
mengalami kekosongan uang. Dan setelah uang di baitul mal sudah banyak maka dharibah kembali tidak
diberlakukan.
Di samping itu, dharibah hanya diberlakukan bagi umat Muslim dan
digunakan untuk kepentingan umat Muslim, sebagai wujud jihad mereka untuk
mencegah datangnya bahaya yang lebih besar jika baitul mal kosong.
Atas dasar itulah, konsep dharibah punya perbedaan dengan konsep pajak
modern. Jika dharibah bersifat kondisional, pajak berlaku
secara berkelanjutan. Di samping itu, dharibah hanya dipungut dari orang-orang Islam
yang kaya sedangkan pajak diambil dari siapa saja tanpa membedakan agama.
Perbedaan lainnya, dharibah hanya dimanfaatkan untuk kemaslahatan
umat Islam, tetapi pajak digunakan untuk kepentingan umum. Dan, dharibah hanya dipungut untuk
memenuhi target yang telah ditentukan, dan setelah itu dharibah dihapuskan.
Sedangkan, pajak tidak mungkin dihapuskan.
Sumber : Islam Digest
Posting Komentar