Go Ihsan- Pendidikan Islam di generasi
Muda Papua perlu diperkuat. Ini dimaksudkan agar regenerasi umat Islam di Papua
tak berhenti.
Kepala Suku Muslim di Jagara, Arif Lani mengungkap regenerasi sudah berjalan. Namun, tantangannya tak mudah. Pertama, sarana pendidikan Islam untuk anak dan tenaga pendidik juga kurang.
Di Wamena misalnya, untuk fasilitas sekolah, praktis hanya ada Madrasah Werasugun Asso dan Pondok Pesantren Al Istiqomah di Walesi dan Yayasan Pendidikan Islam di Wamena. Hingga saat ini, tidak ada lagi penambahan jumlah sekolah.
Kedua, dakwah di masjid hanya berlangsung saat Jumatan saja. Terlebihnya, tidak ada kegiatan rutin sehingga penguatan akidah cenderung lemah. "Masalah ini bisa apabila umat Islam peduli. Caranya, dengan melengkapi masjid dengan fasilitas pendidikan dan pembinaan," kata dia, Jumat (24/9).
Menurut Arif, dampak dari kurang kuatnya pendidikan Islam sejak dini terlihat ketika memasuki usia nikah. Banyak dari mereka yang akhirnya menikah dengan non-Muslim, dan akhirnya keluar dari agama Islam.
Belum lagi pergaulan dengan lingkungan non-Muslim. Ini tentu akan memberikan pengaruh besar terhadap generasi Muslim baru Papua. "Pergaulan ini tidak bisa dihindarkan. Tapi bisa mencegah dampaknya ketika akidah generasi muda diperkuat," kata dia.
Untuk tenaga pendidik, lanjutnya, walaupun sebenarnya ada namun alokasi untuk pendidikan di wilayah pegunungan cenderung tidak memenuhi kebutuhan. Mereka yang sudah terdidik justru memilih wilayah lain seperti Jayapura. "Di Kabupaten Jayawijaya misalnya, hanya ada 14 sarjana. Tidak semua sarjana kembali ke daerah asalnya,"kata dia.
Memang, lanjut Arif, ada bantuan tenaga pendidikan setiap tahun datang. Namun, jumlah yang datang dan pergi tentu tidak sama. Jadi, tidak ada kepastian apakah akan ada tenaga pendidik yang menyiapkan generasi baru Muslim Papua.
"Tidak mungkin terus mengandalkan orang tua," katanya.
Kepala Suku Muslim di Jagara, Arif Lani mengungkap regenerasi sudah berjalan. Namun, tantangannya tak mudah. Pertama, sarana pendidikan Islam untuk anak dan tenaga pendidik juga kurang.
Di Wamena misalnya, untuk fasilitas sekolah, praktis hanya ada Madrasah Werasugun Asso dan Pondok Pesantren Al Istiqomah di Walesi dan Yayasan Pendidikan Islam di Wamena. Hingga saat ini, tidak ada lagi penambahan jumlah sekolah.
Kedua, dakwah di masjid hanya berlangsung saat Jumatan saja. Terlebihnya, tidak ada kegiatan rutin sehingga penguatan akidah cenderung lemah. "Masalah ini bisa apabila umat Islam peduli. Caranya, dengan melengkapi masjid dengan fasilitas pendidikan dan pembinaan," kata dia, Jumat (24/9).
Menurut Arif, dampak dari kurang kuatnya pendidikan Islam sejak dini terlihat ketika memasuki usia nikah. Banyak dari mereka yang akhirnya menikah dengan non-Muslim, dan akhirnya keluar dari agama Islam.
Belum lagi pergaulan dengan lingkungan non-Muslim. Ini tentu akan memberikan pengaruh besar terhadap generasi Muslim baru Papua. "Pergaulan ini tidak bisa dihindarkan. Tapi bisa mencegah dampaknya ketika akidah generasi muda diperkuat," kata dia.
Untuk tenaga pendidik, lanjutnya, walaupun sebenarnya ada namun alokasi untuk pendidikan di wilayah pegunungan cenderung tidak memenuhi kebutuhan. Mereka yang sudah terdidik justru memilih wilayah lain seperti Jayapura. "Di Kabupaten Jayawijaya misalnya, hanya ada 14 sarjana. Tidak semua sarjana kembali ke daerah asalnya,"kata dia.
Memang, lanjut Arif, ada bantuan tenaga pendidikan setiap tahun datang. Namun, jumlah yang datang dan pergi tentu tidak sama. Jadi, tidak ada kepastian apakah akan ada tenaga pendidik yang menyiapkan generasi baru Muslim Papua.
"Tidak mungkin terus mengandalkan orang tua," katanya.
Posting Komentar