Go Ihsan - Nasihat-nasihat Ibnu Qoyyim Al Jauziyyah
Ada banyak sekali nasihat-nasihat dari beliau yang telah
banyak dibukukan dan mudah didapatkan di toko-toko buku. Salah satu yang saya
kutip adalah Perkara sia-sia yang paling besar dan pokok di antara hal-hal
tersebut ialah menyia-nyiakan waktu dan menyia-nyiakan hati. Menyia-nyiakan
hati ialah dengan mementingkan dunia dari pada akhirat. Sedangkan
menyia-nyiakan waktu ialah dengan memanjangkan angan-angan.
Berikut kutipan 10 nasihat Ibnu Qayyim ;
1. Ilmu yang tidak diamalkan. Artinya tidak menjadi manfaat
bagi dirinya sendiri dan orang banyak.
2. Amalan yang tidak ikhlas dan tidak ada contohnya dari
Rasulullah SAW dan para sahabat.
3. Harta yang tidak diinfakkan, tidak menjadi nikmat di
dunia (artinya tidak dijalankan fungsi sosial dari harta tersebut) juga tidak
menjadi investasi untuk kehidupan akhirat.
4. Hati yang kosong dari cinta dan kerinduan kepada Allah
SWT.
5. Tubuh yang tidak digunakan untuk ta’at, mengabdi serta
mencintai-Nya.
6. Mencintai Allah namun tidak berpegang kepada ridha Allah
dan mengikuti perintah-Nya.
7. Waktu yang tidak diisi untuk memperbaiki hal yang
terlewatkan darinya, serta tidak berbuat kebaikan untuk mendekatkan diri kepada
Allah SWT.
8. Pikiran yang digunakan untuk hal-hal yang tidak
bermanfaat.
9. Membantu orang yang tidak mendekatkan diri kita pada
Allah, namun juga tidak mendatangkan kebaikan untuk dunia.
10. Takut serta mengharap kepada manusia. Yang sebenarnya
ubun-ubun semua manusia berada dalam genggaman Allah. Dia adalah tawanan yang
dikuasai oleh Allah, tidak dapat menghindarkan hal-hal yang membahayakan dari
dirinya serta tidak dapat mendatangkan manfaat untuk dirinya, tidak dapat
menghidupkan dan mematikan dirinya serta tidak dapat membangkitkan dirinya.
Itulah sepuluh ringkasan pertama nasihat-nasihat beliau
terhadap perkara yang sia-sia. Berikut di bawah ini sepuluh nasihat Ibnul
Qayyim ra untuk menggapai kesabaran diri agar tidak terjerumus dalam perbuatan
maksiat:
Pertama, hendaknya hamba menyadari betapa buruk, hina dan
rendah perbuatan maksiat. Dan hendaknya dia memahami bahwa apapun bentuk ibadah
yang diperintahkan Allah, itu hanyalah untuk kebaikan manusia itu sendiri.
Bentuk larangan karena betapa Allah sayang kepada makhluk-Nya.
Kedua, merasa malu kepada Allah SWT. Konsep ihsan seperti
yang dinyatakan oleh Rasulullah SAW. Engkau beribadah kepada Allah seolah-olah
engkau melihat-Nya. Dan jika engkau tidak melihat-Nya, maka sesungguhnya Dia
selalu melihatmu.
Ketiga, senantiasa menjaga nikmat Allah yang dilimpahkan
kepadamu dan mengingat-ingat perbuatan baik-Nya kepadamu. Konsep syukur
sebagaimana yang disebutkan dalam Quran Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu
memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah
(ni’mat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (ni’mat-Ku), maka sesungguhnya
azab-Ku sangat pedih”. (QS. Ibrahim : 7). Apabila engkau berlimpah nikmat maka
jagalah, karena maksiat akan membuat nikmat hilang dan lenyap.
Keempat, merasa takut kepada Allah dan khawatir tertimpa
hukuman-Nya. Sebagaimana dinyatakan dalam Quran Sesungguhnya mereka itu tidak
lain hanyalah setan yang menakut-nakuti (kamu) dengan kawan-kawannya
(orang-orang musyrik Quraisy), karena itu janganlah kamu takut kepada mereka,
tetapi takutlah kepadaKu, jika kamu benar-benar orang yang beriman. (QS. Ali
Imran : 175)
Kelima, mencintai Allah SWT. Karena seorang kekasih tentu
akan menaati sosok yang dikasihinya. Katakanlah: “Jika kamu (benar-benar)
mencintai Allah, ikutilah aku, niscaya Allah mengasihi dan mengampuni
dosa-dosamu.” Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. Ali Imran : 31)
Sesungguhnya maksiat itu muncul diakibatkan oleh lemahnya motivasi cinta.
Keenam, menjaga kemuliaan dan kesucian diri serta memelihara
kehormatan dan kebaikannya.
Ketujuh, memiliki kekuatan ilmu tentang betapa buruknya
dampak perbuatan maksiat serta jeleknya akibat yang ditimbulkannya dan juga
bahaya yang timbul sesudahnya yaitu berupa muramnya wajah, kegelapan hati,
sempitnya hati dan gundah-gulana yang menyelimuti diri karena dosa-dosa itu
akan membuat hati menjadi mati.
Kedelapan, memupus buaian angan-angan yang tidak berguna.
Dan hendaknya setiap insan menyadari bahwa dia tidak akan tinggal selamanya di
alam dunia. Dan mestinya dia sadar kalau dirinya hanyalah sebagaimana tamu yang
singgah di sana, dia akan segera berpindah darinya. Sehingga tidak ada sesuatu
pun yang akan mendorong dirinya untuk semakin menambah berat tanggungan
dosanya, karena dosa-dosa itu jelas akan membahayakan dirinya dan sama sekali
tidak akan memberikan manfaat apa-apa.
Kesembilan, hendaknya menjauhi sikap berlebihan dalam hal
makan, minum dan berpakaian. Karena sesungguhnya besarnya dorongan untuk
berbuat maksiat hanyalah muncul dari akibat berlebihan dalam perkara-perkara
tadi. Dan di antara sebab terbesar yang menimbulkan bahaya bagi diri seorang
hamba adalah waktu senggang dan lapang yang dia miliki karena jiwa manusia itu
tidak akan pernah mau duduk diam tanpa kegiatan. Sehingga apabila dia tidak
disibukkan dengan hal-hal yang bermanfaat maka tentulah dia akan disibukkan
dengan hal-hal yang berbahaya baginya.
Kesepuluh, sebab terakhir adalah sebab yang merangkum
sebab-sebab di atas yaitu kekokohan pohon keimanan yang tertanam kuat di dalam
hati. Maka kesabaran hamba untuk menahan diri dari perbuatan maksiat itu sangat
tergantung dengan kekuatan imannya. Setiap kali imannya kokoh maka kesabarannya
pun akan kuat dan apabila imannya melemah maka sabarnya pun melemah. Dan barang
siapa yang menyangka bahwa dia akan sanggup meninggalkan berbagai macam
penyimpangan dan perbuatan maksiat tanpa dibekali keimanan yang kokoh maka
sungguh dia telah keliru.
Subhanallah wal hamdulillah, semoga kita termasuk
orang-orang yang dapat menjalankan nasihat-nasihat beliau. Aamiin.
Sumber :
http://www.kautsar.co.id/read/article/10/07/2013/97/ibnul-qoyyim-al-jauziyyah-cendikiawan-muslim-spesialis-penyakit-hati/
http://artikelassunnah.blogspot.com/2010/02/biografi-imam-ibnul-qoyyim-al-jauziyyah.html
http://www.republika.co.id/berita/dunia-islam/celoteh-kang-erick/14/03/28/n122o2-2-x-10-dari-ibnu-qoyyim-al-jauziyyah
Posting Komentar