MARSEILLE--Selama 150 tahun, Gereja Notre-Dame S de la Garde menghias pemandangan Marseille, Prancis. Gereja ini terletak di titik tertinggi kota yang menghadap sebuah pelabuhan tua. Tapi, tak lama lagi pemandangan akan berubah. Bangunan dan simbol yang berbeda akan mewujud. Di sana akan berdiri sebuah masjid agung.
Maka itu, sejumlah kalangan menyebutnya sebagai `Cathedral Mosque'. Sejumlah arsitek yang merancang bangunan masjid mengatakan, mereka meminjam inspirasi Taj Mahal. Kelak, masjid agung ini akan dilengkapi dengan kubah emas besar. Menaranya akan menjulang mencapai 24 meter.
Ruangan shalat dirancang cukup luas. Diperkirakan ruangan tersebut mampu menampung sekitar 7.000 jamaah dan akan menjadi masjid terbesar di Prancis. "Ini merupakan proyek yang lama tertunda," kata Yves Moraine, pemimpin partai berkuasa UMP seperti dikutip BBC belum lama ini.
Menurut pandangannya, lebih baik mendorong Islam yang terbuka. Membangun tempat ibadah yang terlihat banyak orang. Daripada memaksa Muslim menjadi komunitas bawah tanah. Di mana mereka menjalankan shalatnya di gudang-gudang bawah tanah. Berdirinya masjid di kota besar akan membantu mencegah ekstremisme.
Moraine menyatakan, masjid yang mudah diakses juga akan mencegah munculnya imam-imam masjid yang tak terlatih. Kemudian, mereka menyampaikan pandanganpandangan ekstrem kepada para pemuda. Tak heran dengan pertimbangan semacam itu, ia menyampaikan pendapat positif atas pembangunan masjid itu.
Ada sejumlah kalangan yang menyebut bahwa lokasi rencana pembangunan masjid itu tak strategis karena terlalu padat. Namun, Makhete Cisse dari Association of Mosques, organisasi yang menjalankan proyek itu, menyanggahnya. "Ini posisi sempurna dan kami dikelilingi oleh komunitas Muslim yang jumlahnya besar," katanya.
Cisse menjelaskan, nantinya bangunan masjid ini mempunyai luas lebih dari 8.361 meter persegi. Ini merupakan sebuah kompleks yang dilengkapi dengan sebuah perpustakaan dan restoran. "Kami memang membutuhkan tempat yang besar. Apalagi, masjid berada tak jauh dari pusat bisnis."
Dibutuhkan pula, dana besar untuk mendirikan bangunan masjid itu. Soal ini memicu sejumlah kontroversi sebab sebagian besar dari 25 juta dolar AS yang dibutuhkan, diperkirakan diperoleh dari luar negeri. Di antaranya, berasal dari Aljazair, Arab Saudi dan negaranegara Timur Tengah, dan Afrika Utara lainnya.
Sejumlah politisi lokal dari National Front menentang rencana pembangunan masjid tersebut. Mereka menyampaikan gugatan menghadang proyek tersebut. Bagi mereka, ini sama saja dengan persoalan cadar. Mereka mempertahankan nilai-nilai sekuler. "Kami tak mengundang Islam di sini," kata Stephane Ravier dari National Front.
Abdel Hakim Rahal, seorang warga Muslim, mengatakan, rencana pembangunan masjid di Marseille menjadi bukti upaya asimilasi Muslim ke dalam masyarakat di Marseille. "Kami membutuhkan tempat untuk bertemu dan menjalankan shalat. Kami telah lama menantikannya."
Oleh karena itu, Rahal sangat mensyukuri akan adanya sebuah masjid besar di Marsielle. Ia kemudian mengutip sebuah ungkapan dalam bahasa Prancis untuk menggambarkan penantian panjangnya itu, Mieux vaut tard que jamais, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.(irf)/Repubika.co.id
Moraine menyatakan, masjid yang mudah diakses juga akan mencegah munculnya imam-imam masjid yang tak terlatih. Kemudian, mereka menyampaikan pandanganpandangan ekstrem kepada para pemuda. Tak heran dengan pertimbangan semacam itu, ia menyampaikan pendapat positif atas pembangunan masjid itu.
Ada sejumlah kalangan yang menyebut bahwa lokasi rencana pembangunan masjid itu tak strategis karena terlalu padat. Namun, Makhete Cisse dari Association of Mosques, organisasi yang menjalankan proyek itu, menyanggahnya. "Ini posisi sempurna dan kami dikelilingi oleh komunitas Muslim yang jumlahnya besar," katanya.
Cisse menjelaskan, nantinya bangunan masjid ini mempunyai luas lebih dari 8.361 meter persegi. Ini merupakan sebuah kompleks yang dilengkapi dengan sebuah perpustakaan dan restoran. "Kami memang membutuhkan tempat yang besar. Apalagi, masjid berada tak jauh dari pusat bisnis."
Dibutuhkan pula, dana besar untuk mendirikan bangunan masjid itu. Soal ini memicu sejumlah kontroversi sebab sebagian besar dari 25 juta dolar AS yang dibutuhkan, diperkirakan diperoleh dari luar negeri. Di antaranya, berasal dari Aljazair, Arab Saudi dan negaranegara Timur Tengah, dan Afrika Utara lainnya.
Sejumlah politisi lokal dari National Front menentang rencana pembangunan masjid tersebut. Mereka menyampaikan gugatan menghadang proyek tersebut. Bagi mereka, ini sama saja dengan persoalan cadar. Mereka mempertahankan nilai-nilai sekuler. "Kami tak mengundang Islam di sini," kata Stephane Ravier dari National Front.
Abdel Hakim Rahal, seorang warga Muslim, mengatakan, rencana pembangunan masjid di Marseille menjadi bukti upaya asimilasi Muslim ke dalam masyarakat di Marseille. "Kami membutuhkan tempat untuk bertemu dan menjalankan shalat. Kami telah lama menantikannya."
Oleh karena itu, Rahal sangat mensyukuri akan adanya sebuah masjid besar di Marsielle. Ia kemudian mengutip sebuah ungkapan dalam bahasa Prancis untuk menggambarkan penantian panjangnya itu, Mieux vaut tard que jamais, lebih baik terlambat daripada tidak sama sekali.(irf)/Repubika.co.id
Posting Komentar