Halloween party ideas 2015

Go Ihsan - Keberadaan kelompok militan Islamic State Of Iraq and Syria (IS atau ISIS) selama ini selalu dikaitkan dengan agama Islam. Padahal, kenyataannya, IS dan Islam itu sangat jauh berbeda, terutama bagi Islam yang ada di Indonesia.

Menurut mantan teroris yang kini sudah kembali ke pangkuan NKRI, Imron Baihaqi alias Abu Tholut, dalam terminologi Islam, para ulama menyebut IS sebagai kelompok Khawarij. Dan itu ada di luar kelompok Ahlussunnah wal Jamaah yang mayoritas dianut umat Islam Indonesia.


"Jadi sangat jelas perbedaannya, apalagi IS menghalalkan cara-cara kekerasan dalam penerapan ajarannya. Bila ISIS berkembang di Indonesia maka akan terjadi konflik internal di masyarakat sehingga negara ini tidak stabil," kata Abu Tholut dalam keterangannya, Selasa (29/12) malam.
"Jadi mulai sekarang kita harus bisa membentengi diri dari IS, agar tidak masuk dan membuat gaduh di Indonesia."

Dia menilai, keberadaan IS sekarang membuat ancaman terorisme di Indonesia makin variatif. Pasalnya, IS juga tidak sama dengan Al Qaeda dari segi visi dan misi mereka. Menurutnya, dulu aksi terorisme dipicu oleh permusuhan tunggal dengan Amerika Serikat dengan kelompok Al Qaeda, terutama menyangkut kebijakannya terhadap umat Islam setelah terjadinya aksi bom World Trade Centre (WTC)

"Sekarang timbul IS sehingga lebih variatif. Mereka (IS) sasarannya bukan AS sebagai prioritas. Bahkan orang biasa saja bisa dianggap musuh atau murtad bila tidak sepaham," kata dia.
"Contohnya peristiwa di Sudan, Irak, dan Paris. Kita berharap hal itu tidak terjadi di Indonesia. Caranya jangan sampai IS berkembang di Indonesia dan jangan sampai umat muslim Indonesia terekrut oleh propaganda ajaran ISIS."

Atas dasar itulah, Abu Tholut dengan beberapa mantan teroris yang lain seperti Abdul Rahman Ayub, Nasir Abbas, Ghazali, Toni Togar, siap membantu pemerintah, dalam hal ini Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). Yakni dalam menanggulangi dan mencegah terjadinya aksi terorisme di Indonesia. Ia pun siap melakukan sharing dan berkomunikasi aktif dalam memberikan masukan dan data untuk sebagai bukti kesetiannya pada NKRI.

"Kami tidak meminta apa-apa. Kami hanya ingin Indonesia yang damai dan tidak dikotori oleh-oleh aksi-aksi IS yang tidak berperikemanusiaan," tukasnya.

Menurutnya, komunikasi intensif dan wakil pemerintah dan wakil masyarakat, dalam tanda petik dari kelompok radikal, sangat penting. Sehingga di kemudian hari ada gerakan yang sinergis dalam pencegahan terorisme.

"Kalau sudah sinergi, maka jalannya pasti akan selaras. Selama ini pencegahan terorisme yang dilakukan BNPT sudah cukup bagus, tapi masih ada yang kurang," kata Abu Tholut.

"Memang masih belum sempurna, makanya harus disempurnakan. Jangankan masalah terorisme yang parsial, masalah yang global yaitu tujuan kemerdekaan juga sepenuhnya belum tercapai. Jadi evaluasi dan koreksi yang terus dilakukan secara bersama-sama." (Bs)


Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.