Go Ihsan - Sikap
yang harus diperjuangkan oleh seorang Muslim adalah menjauhi dusta atau bohong.
Hal ini harus dilakukan oleh seluruh umat Islam, terutama ketika mendapat
amanah memegang tampuk kepemimpinan. Sebab beban yang dipikul tidak ringan dan
sekali menyimpang, berat memperbaikinya.
Dalam Islam,
bohong bukanlah perkara ringan. Konsekuensi yang sangat jelas dan dimensi
hukumannya tidak saja di dunia tetapi juga di akhirat. Kondisi ini sudah
semestinya membuat kita memilih untuk menjauhi berperilaku bohong.
Sebuah
catatan menyebutkan bahwa di dalam Al-Qur’an ada 250 ayat yang membahas tentang
dusta. Sedangkan kata bohong dalam Al-Qur’an terdapat pada 25 ayat. Jika
ditotal maka bahasan tentang bohong atau dusta di dalam Al-Qur’an ada 284 ayat.
Hal itu
menunjukkan bahwa bohong di dalam Islam sama sekali tidak dibenarkan apapun
alasannya. Oleh karena itu di dalam Islam seseorang dibimbing untuk tidak
banyak berjanji, terlebih jika tidak didasari oleh kalkulasi bahwa apa yang
dijanjikan itu dapat diwujudkan atau dibuktikan.
Jika tidak,
maka janji-janji itu akan menjadi hutang dan selama tidak dapat dipenuhi
kebohongan akan melekat di dalam diri kita.
Dalam konteks
keseharian Rasulullah memberikan panduan bahwa akan sangat baik jika seorang
Muslim yang memilih berdagang untuk tidak banyak bersumpah di dalam
bertransaksi.
Rasulullah
ﷺ bersabda;
إِيَّاكُمْ
وَكَثْرَةَ الْحَلِفِ فِى الْبَيْعِ فَإِنَّهُ يُنَفِّقُ ثُمَّ يَمْحَقُ
“Hati-hatilah dengan banyak bersumpah dalam menjual dagangan
karena Ia memang melariskan dagangan namun malah menghapuskan keberkahan.” (HR. Muslim).
Lebih jauh
dari itu, Al-Qur’an memberikan pedoman kepada kita:
وَلا تُطِعْ
كُلَّ حَلَّافٍ مَّهِينٍ
“Dan janganlah kamu ikuti setiap orang yang banyak bersumpah
lagi hina.” (QS. Al-Qalam: 10).
Ayat di atas
memberikan arahan kepada kita agar benar-benar mengenal dengan siapa kita
bergaul. Jangan sampai orang yang sudah terbukti kebohongannya, dan dilakukan
berulang-ulang, masih juga menjadi sahabat dekat kita. Jika itu terjadi, bukan
tidak mungkin, tanpa sadar kita pun akan tertular sikap yang mengundang murka
Allah tersebut.
Dengan
demikian seorang Muslim harus hati-hati dalam menyampaikan ucapan, terlebih
janji kepada siapapun. Dan, bagi mereka yang memilih untuk masuk ke dalam
kontestasi pemilihan umum, baik pemilihan legislatif maupun pemilihan presiden,
harus betul-betul mengukur bahwa apa yang dijanjikan saat kampanye itu
benar-benar bisa direalisasikan, secara baik dan tepat waktu.
Menghilangkan Kesadaran
Hukuman
pertama bagi pembohong adalah hilangnya kesadaran dalam dirinya bahwa
kebohongan itu telah menjadi tabiatnya.
Orang yang
suka berbohong dan terus-menerus melakukan kebohongan, kemudian hidup nikmat di
atas kebohongan. Jika itu diteruskan, maka lambat laun dia akan kehilangan
kemanusiaannya. Ia akan lupa pada dirinya bahwa kebohongan itu adalah sifat
yang paling dominan di dalam dirinya. Tanpa rasa malu, dia akan hidup dengan
penuh kesombongan dan meremehkan orang lain serta menolak kebenaran.
Cecil G.
Osborne dalam bukunya “The art of getting along with people”
menjabarkan bahwa orang yang terbiasa berbohong tidak akan sadar bahwa ia
berbohong.
Dan kerugian
seperti apa lagi yang lebih buruk daripada hilangnya kesadaran seseorang akan
sikap dan perilakunya yang sesungguhnya banyak merugikan, namun tanpa sadar
terus ia lakukan? Ini adalah hukuman sangat buruk atas diri seorang manusia.
Pada
akhirnya, orang yang suka berbohong akan membunuh akal pikirannya dan dan
mengubur hati nuraninya, sehingga ia tidak hidup melainkan menjadi beban
masyarakat, biang kerusakan, dan sumber dari segala kegaduhan.
Lihatlah hari
ini bagaimana orang-orang yang enggan bahkan terbukti gagal memenuhi janjinya,
sementara mereka terus ingin mendapatkan kekuasaan, maka kebohongan demi
kebohongan terus dilakukan demi mendapatkan apa yang diinginkan.
Mungkin kita
bertanya mengapa mereka tidak sadar?
Mereka tidak
akan pernah sadar, sebab ketidaksadaran itulah yang hidup di dalam jiwa dan
pikirannya, sehingga ia akan terus berbohong. Hanya mereka sendiri yang dapat
menghentikan kebohongan itu. Itupun dengan catatan ia kembali kepada Allah,
lantas mengakui kesalahannya, bertaubat, kemudian mengubah sikap dan
perilakunya.
Tetaplah Jujur, Insya Allah Selamat
Rosulullah ﷺ
menekankan kepada kita,
إِنَّ
الصِّدْقَ يَهْدِى إِلَى الْبِرِّ، وَإِنَّ الْبِرَّ يَهْدِى إِلَى الْجَنَّةِ،
وَإِنَّ الرَّجُلَ لَيَصْدُقُ(وفى رواية لمسلم: إِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَحَرَّى
الصِّدْقَ) حَتَّى يَكُوْنَ صِدِّيْقًا. وَإِنَّ الْكَذِبَ يَهْدِى إِلَى
الْفُجُوْرِ، وَإِنَّ الْفُجُوْرَ يَهْدِى إِلَى النَّارِ، وَإِنَّ الرَّجُلَ
لَيَكْذِبُ(وفى رواية لمسلم: وَإِنَّ الْعَبْدَ لَيَتَحَرَّى الْكَذِبَ) حَتَّى
يُكْتَبَ عِنْدَ اللهِ كَذَّاباً. رواه البخاري ومسلم
“Hendaklah
kalian selalu berlaku jujur karena kejujuran membawa kepada kebaikan dan
kebaikan mengantarkan seseorang ke surga dan apabila seseorang selalu berlaku
jujur dan tetap memilih jujur maka akan dicatat di sisi Allah sebagai orang
yang jujur dan jauhilah oleh kalian berbuat dusta karena dusta membawa
seseorang kepada kejahatan dan kejahatan mengantarkan seseorang ke neraka dan
jika seseorang senantiasa berdusta dan memilih kedustaan maka akan dicatat di
sisi Allah sebagai Pendusta alias pembohong.” (HR. Bukhari).
Dengan
demikian dapat kita simpulkan, jika memang kita mengharapkan kehidupan yang
lebih baik maka jauhilah kebohongan sebab kebohongan tidak akan mengantarkan
melainkan pada kesengsaraan.
Dari sejarah
para penguasa yang selama berkuasa banyak menjalankan korupsi, menyakiti
rakyatnya dan banyak menindas umat beragama, mereka akhirnya harus berpisah
dengan kekuasaan dalam kondisi yang sangat hina lagi mengenaskan.
Sebaliknya
mereka yang berlaku jujur, sekalipun harus menghadapi situasi yang sangat
buruk, mesti rela mengorbankan jiwa dan raga, pada akhirnya mereka menjadi
orang yang berbahagia, tersenyum ridho dan tidak ditemukan kekhawatiran dan
ketakutan di dalam kehidupannya. Itulah buah dari kejujuran yang terus
diperjuangkan. Wallahu a’lam.(Hidayah)
Posting Komentar