JOMBANG – Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) soal Kiblat ternyata melenceng tidak menghadap Masjidil Haram Makkah, tapi menghadap ke Afrika. MUI sudah merevisinya, akan tetapi draft revisi itu belum ditandatangani dan belum dipublikasikan ke masyarakat.
Hal itu diungkapkan anggota Komisi Fatwa MUI, Sopa AR. Menurutnya, fatwa MUI Nomor 3 Tahun 2010, tentang arah kiblat masjid di Indonesia ada kesalahan. Dalam draft fatwa yang salah itu MUI menyebut bahwa letak geografis Indonesia berada di bagian Timur Makkah.
Dengan begitu arah kiblat masjid hendaknya menghadap tepat ke arah barat. Namun, setelah melalui kajian bersama beberapa pakar ilmu falak dan astronomi, arah yang ditentukan MUI itu justru menghadap ke Afrika, Somalia Selatan, Kenya, dan Tanzania.
Hanya saja, atas kesalahan tersebut MUI sudah merevisinya, akan tetapi draft revisi itu belum ditandatangani dan belum dipublikasikan ke masyarakat. “Kami akui fatwa itu keliru, tapi kemarin sudah direvisi,” kata Komisi Fatwa MUI Pusat, Sopa AR dalam Seminar Nasional Arah Kiblat dan Penentuan Waktu Shalat di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Selasa (13/7/2010).
Atas kesalahan itu, kata Sopa, dalam waktu dekat, draf revisi itu akan segera ditandatangani ketua, dan segera disebarkan ke tengah masyarakat. Menurutnya, arah qiblat masjid yang benar adalah menghadap ke barat laut dengan kemiringan yang bervariasi, sesuai dengan letak geografis. Pertimbanganya, ternyata secara geografis letak Indonesia tidak persis berada di sebelah timur Makkah.
Dia berharap agar pengurus masjid di Indonesia merubah arah kiblat sesuai dengan revisi fatwa. Pelurusan arah kiblat tidak harus dengan merombak bangunan masjid. Namun, caranya cukup dengan membuat garis shalat, yang disesuaikan dengan arah kiblat yang benar.
Sopa lalu menegaskan bahwa melencengnya arah kiblat itu bukan dipengaruhi oleh pergeseran lempeng bumi akibat gempa. Alasannya, rentang pergeseran antara Indonesia dengan titik kiblat itu sebesar 140 sentimeter. Jika pergeseran hanya 7 sentimeter itu tidak ada artinya.
Sementara itu, pembicara lainnya, Thomas Jamaludin, Peneliti dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) membenarkan hal itu. Menurutnya, dari kacamata ahli astronomi metode pengukuran itu dibenarkan. Pergeseran hanya terjadi di bangunan masjid saja. “Karena itu, yang harus dirubah hanya arah pada saat shalat. Bukan letak masjidnya,” katanya menambahkan. [taz/beritajatim]/(voa-islam.com)
Hanya saja, atas kesalahan tersebut MUI sudah merevisinya, akan tetapi draft revisi itu belum ditandatangani dan belum dipublikasikan ke masyarakat. “Kami akui fatwa itu keliru, tapi kemarin sudah direvisi,” kata Komisi Fatwa MUI Pusat, Sopa AR dalam Seminar Nasional Arah Kiblat dan Penentuan Waktu Shalat di Pondok Pesantren Tebuireng, Jombang, Selasa (13/7/2010).
Atas kesalahan itu, kata Sopa, dalam waktu dekat, draf revisi itu akan segera ditandatangani ketua, dan segera disebarkan ke tengah masyarakat. Menurutnya, arah qiblat masjid yang benar adalah menghadap ke barat laut dengan kemiringan yang bervariasi, sesuai dengan letak geografis. Pertimbanganya, ternyata secara geografis letak Indonesia tidak persis berada di sebelah timur Makkah.
Dia berharap agar pengurus masjid di Indonesia merubah arah kiblat sesuai dengan revisi fatwa. Pelurusan arah kiblat tidak harus dengan merombak bangunan masjid. Namun, caranya cukup dengan membuat garis shalat, yang disesuaikan dengan arah kiblat yang benar.
Sopa lalu menegaskan bahwa melencengnya arah kiblat itu bukan dipengaruhi oleh pergeseran lempeng bumi akibat gempa. Alasannya, rentang pergeseran antara Indonesia dengan titik kiblat itu sebesar 140 sentimeter. Jika pergeseran hanya 7 sentimeter itu tidak ada artinya.
Sementara itu, pembicara lainnya, Thomas Jamaludin, Peneliti dari Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN) membenarkan hal itu. Menurutnya, dari kacamata ahli astronomi metode pengukuran itu dibenarkan. Pergeseran hanya terjadi di bangunan masjid saja. “Karena itu, yang harus dirubah hanya arah pada saat shalat. Bukan letak masjidnya,” katanya menambahkan. [taz/beritajatim]/(voa-islam.com)
Posting Komentar