Halloween party ideas 2015

Jakarta - Hari Raya Idul Adha tinggal menghitung hari, namun bencana alam di Indonesia masih bertubi-tubi. Sebut saja, banjir di Wasior, Papua, tsunami di Mentawai, dan Gunung Merapi meletus. PP Muhammadiyah pun mengeluarkan fatwa tentang bencana dan kurban.

Fatwa itu dikeluarkan Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah. Edaran yang mencantumkan nama Ketua Majelis Tarjih dan Tajdid, Syamsul Anwar, dan sekretarisnya, Dahwan, Rabu (10/11/2010).

Muhammadiyah berpandangan, Islam memerintahkan keterlibatan total dalam kehidupan dunia sebagai tempat untuk beramal guna menunjukkan otentisitas keberagamaan. Karenanya, kegagalan dalam mewujudkan komitmen sosial sama artinya dengan mendustakan agama.

Berdasar perintah agama, melaksanakan komitmen sosial berupa membantu sesama terutama orang yang sedang mengalami kesulitan karena tertimpa musibah merupakan kewajiban kolektif atau fardu kifayah. Erupsi atau letusan Gunung Merapi pada 26 Oktober 2010 tentu bukan suatu kebetulan, karena itu perlu mendapat perhatian.

Pun ketika sehari sebelumnya, yakni pada 25 Oktober terjadi gempa bumi yang disusul tsunami di Mentawai. Beberapa waktu sebelumnya juga terjadi banjir bandang di Wasior, Papua Barat. Akumulasi dari keseluruhan peristiwa alam ini menimbulkan musibah dan bencana besar bagi bangsa Indonesia.

Akibat peristiwa itu, banyak korban jiwa yang menyebabkan sejumlah orang kehilangan sanak keluarga, tempat tinggal, dan mata pencaharian. Menurut Muhammadiyah, dari sudut pandang agama, usaha untuk membangun kembali harapan hidup yang kehidupannya telah hancur akibat bencana adalah wajib hukumnya. Hal itu sesuai dengan tujuan syariah hifz an-nafs dan sesuai pula dengan semangat firman Allah.

Hukum melaksanakan qurban sesudah salat Idul Adha dalam ketentuan fikih adalah sunat. Ketika menghadapi berbagai macam bencana alam seperti sekarang ini, maka warga yang tidak tertimpa musibah memikul kewajiban kolektif untuk memberikan bantuan di satu sisi. Di sisi lain, momen Idul Adha disunatkan beribadah kurban dengan menyembelih hewan.

Hal-hal itu, ditambah dengan memperhatikan kembali fatwa pengalihan dana kurban sehubungan dengan gempa bumi dan tsunami Aceh yang dikeluarkan 25 Zulkaidah 1425 H bertepatan dengan 1 Januari 2005, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah mengeluarkan fatwa tentang kurban dan bencana.

"Bagi yang mampu untuk memberikan bantuan kepada warga yang terkena bencana alam secara memadai, dan dalam waktu yang sama dapat juga melaksanakan ibadah kurban, maka kedua macam amal ini dapat dilaksanakan secara bersama," demikian pernyataan fatwa Muhammadiyah tersebut.

"Namun bagi yang memiliki keterbatasan kemampuan sehingga harus memilih salah satu di antara dua macam amal tersebut, hendaknya mendahulukan memberi bantuan dalam rangka menyelamatkan kehidupan orang yang tertimpa musibah daripada melaksanakan ibadah kurban," lanjut fatwa tersebut.

Hal ini sesuai dengan kaidah al-ahamm fa al-muhimm (yang lebih penting didahulukan atas yang penting). Jika dana untuk kurban telah diserahkan kepada panitia kurban dan belum dibelikan hewan kurban, hendaknya panitia meminta kerelaan calon orang yang berkurban (shahibul-qurban) untuk mengalihkan dananya kepada bantuan penyelamatan korban bencana alam.

Warga Muhammadiyah secara khusus dihimbau untuk membangkitkan kepekaan dan melakukan penggalangan bantuan bagi korban musibah sebagai implementasi Fikih Almaun. (Arsyila/dto)/(voa-islam.com)

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.