Go Ihsan - Pembaca yang
budiman, iman kepada takdir merupakan
salah satu rukun iman yang enam. Barangsiapa tidak mengimaninya sungguh dia
telah terjerumus dalam kekafiran meskipun dia mengimani rukun-rukun iman yang
lainnya. Walhamdulillah banyak diantara kaum muslimin yang
telah mengenal takdir, akan tetapi amat disayangkan ternyata masih terdapat
berbagai fenomena yang justru menodai bahkan bertentangan dengan keimanan
kepada takdir.
Barangkali masih tersimpan dalam
ingatan kita tatkala seorang artis mempopulerkan lagu ‘Takdir memang kejam’
yang sangat digemari oleh sebagian masyarakat negeri ini beberapa waktu lampau,
yang menunjukkan betapa mudahnya masyarakat kita menerima sesuatu yang menurut
mereka bagus namun pada hakikatnya justeru merusak akidah mereka. Karena itulah
setiap muslim wajib membekali dirinya dengan pemahaman takdir yang benar
sebagaimana yang diajarkan oleh Allah dan Rosul-Nya. Dalam mengimani takdir ada
empat hal yang harus diyakini dalam dada setiap muslim yaitu al ‘ilmu, al kitabah, al masyi’ah dan al kholq.
Pertama, Al
‘Ilmu (Tentang Ilmu Allah)
Kita meyakini
bahwa ilmu Allah Ta’ala meliputi segala sesuatu secara global dan terperinci
yang terjadi sejak zaman azali (yang tidak berpermulaan) sampai abadi (yang
tidak berkesudahan). Allah Ta’ala berfirman, “Apakah kamu
tidak mengetahui bahwa sesungguhnya Allah mengetahui apa saja yang ada di
langit dan di bumi?; bahwasanya yang demikian itu terdapat dalam sebuah kitab
(Lauh Mahfuzh). Sesungguhnya yang demikian itu amat mudah bagi Allah.” (Al
Hajj: 70). Allah sudah tahu siapa saja yang akan menghuni Surga dan siapa yang
akan menghuni Neraka. Tidak ada satupun makhluk di langit maupun di bumi bahkan
di dalam perut bumi sekalipun yang luput dari pengetahuan-Nya.
Kedua, Al
Kitabah (Tentang Penulisan Ilmu Allah)
Kita meyakini
bahwa Allah Ta’ala telah menuliskan ilmu-Nya tentang segala sesuatu yang
terjadi di dalam Lauhul Mahfuzh sejak 50 ribu tahun sebelum
penciptaan langit dan bumi. Rosululloh shollAllahu
‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah telah menulis takdir seluruh makhluk ciptaan-Nya semejak
lima puluh ribu tahun sebelum penciptaan langit dan bumi.” (HR.
Muslim). Takdir yang ditulis di Lauhul Mahfuzh ini
tidak pernah berubah. Berdasarkan ilmu-Nya, Allah telah menuliskan siapa saja
yang termasuk penghuni surga dan siapa yang termasuk penghuni neraka. Namun
tidak ada satu orangpun yang mengetahui apa yang ditulis di Lauhul Mahfuzh kecuali setelah hal itu terjadi.
Ketiga, Al
Masyi’ah (Tentang Kehendak Allah)
Kita meyakini
bahwa Allah Ta’ala memiliki kehendak yang meliputi segala sesuatu. Tidak ada
satu perbuatan makhluk pun yang keluar dari kehendak-Nya. Segala sesuatu yang
terjadi semuanya di bawah kehendak (masyi’ah)
Allah, entah itu disukai atau tidak disukai oleh syari’at. Inilah yang disebut
dengan Irodah Kauniyah Qodariyah atau Al Masyi’ah. Seperti adanya ketaatan dan kemaksiatan
itu semua terjadi di bawah kehendak Allah yang satu ini. Meskipun kemaksiatan
itu tidak diinginkan terjadi oleh aturan syari’at.
Di sisi lain
Allah memiliki Irodah Syar’iyah Diniyah. Di dalam jenis kehendak/irodah yang kedua ini terkandung kecintaan
Allah. Maka orang yang berbuat taat telah menuruti 2 macam kehendak Allah ini.
Adapun orang yang bermaksiat dia telah menyimpang dari Irodah Syar’iyah namun tidak terlepas dari Irodah Kauniyah. Lalu apakah orang yang bermaksiat
ini terpuji? Jawabnya, Tidak. Karena dia telah melakukan perkara yang tidak
dicintai d bahkan dibenci oleh Allah.
Keempat, Al
Kholq (Tentang Penciptaan Segala Sesuatu Oleh Allah)
Kita meyakini
bahwa segala sesuatu yang ada di alam semesta adalah makhluk ciptaan Allah baik
itu berupa dzat maupun sifat, demikian juga seluruh gerak-gerik yang terjadi di
dalamnya. Allah Ta’ala befirman, “Allah adalah
pencipta segala sesuatu.” (Az Zumar: 62). Perbuatan hamba juga
termasuk makhluk ciptaan Allah, karena perbuatan tersebut terjadi dengan
kehendak dan kemampuan hamba; yang kedua-duanya ada karena diciptakan oleh
Allah. Allah Ta’ala berfirman, “Allah-lah yang
Menciptakan kalian dan amal perbuatan kalian.” (QS.
Ash Shoffaat: 96)
Sumber
Kesesatan Dalam Memahami Takdir
Sesungguhnya
kesesatan dalam memahami takdir bersumber dari kesalahpahaman dalam memahami
kehendak/irodah Allah.
Mereka yang menganggap terjadinya kemaksiatan terjadi di luar kehendak Allah
telah menyingkirkan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah yang menunjukkan tentang
Irodah Kauniyah. Orang-orang semacam ini akhirnya terjatuh dalam kesesatan tipe Qodariyah yang menolak takdir. Sedangkan mereka
yang menganggap segala sesuatu yang ada baik ketaatan maupun kemaksiatan terjadi
karena dicintai Allah telah menyingkirkan dalil-dalil Al Kitab dan As Sunnah
yang mengancam hamba yang menyimpang dari Irodah
Syar’iyah. Orang-orang semacam ini akhirnya terjatuh dalam
kesesatan tipeJabriyah yang
menganggap hamba dalam keadaan dipaksa oleh Allah. Maha Suci lagi Maha Tinggi
Allah dari apa yang mereka katakan. Maka Ahlus Sunnah berada di tengah-tengah,
mereka mengimani Irodah Syar’iyah dan Irodah Kauniyah,
dan inilah pemahaman Nabi dan para sahabat.
Takdir Adalah
Rahasia Allah
Ali bin Abi
Tholib rodhiyAllahu ‘anhu menceritakan bahwa Nabi shollAllahu ‘alaihi wa sallampernah bersabda, “Setiap kalian telah ditulis tempat duduknya di surga atau di
neraka.” Maka
ada seseorang dari suatu kaum yang berkata, “Kalau begitu
kami bersandar saja (tidak beramal-pent) wahai Rosululloh?”. Maka
beliau pun menjawab, “Jangan demikian, beramallah kalian karena setiap orang akan
dimudahkan”, kemudian beliau membaca firman Allah,“Adapun orang-orang yang mau berderma dan bertakwa serta
membenarkan Al Husna (Surga) maka kami siapkan baginya jalan yang mudah.” (QS.
Al Lail: 5-7). (HR. Bukhori dan Muslim). Inilah nasehat Nabi kepada kita untuk
tidak bertopang dagu dan supaya senantiasa bersemangat dalam beramal dan tidak
menjadikan takdir sebagai dalih untuk bermaksiat.
Pilih Mana:
Jalan ke Surga Atau ke Neraka?
Apabila di
hadapan anda terdapat 2 buah jalan; yang satu menuju daerah yang penuh
kekisruhan dan ketidakamanan, sedangkan jalan yang satunya menuju daerah yang
penuh ketentraman dan keamanan. Akan kemanakah anda akan melangkahkan kaki?
Akal sehat tentu tidak memilih jalan yang pertama. Maka demikian pulalah
seharusnya kita bersikap dalam memilih jalan yang menuju kehidupan akhirat
kita, hendaknya jalan ke surga itulah yang kita pilih bukan sebaliknya.
Alangkah tidak adilnya manusia yang memilih kesenangan duniawi dengan akalnya
namun justeru memilih kesengsaraan akhirat dengan dalih takdir dan membuang
akal sehatnya. Suatu saat ada pencuri yang hendak dipotong tangan oleh kholifah
Umar, namun pencuri ini mengatakan, “Wahai Amirul
Mukminin sesungguhnya aku mencuri hanya karena takdir Allah.” Umar
pun menjawab, “Dan Kami pun memotong tangan dengan takdir Allah.” Lalu
siapakah yang kejam? Bukan takdir Allah yang kejam tapi merekalah yang
menganiaya diri mereka sendiri. WAllahu a’lam
bish showaab.
***
Penulis: Abu
Mushlih Ari Wahyudi
Sumber: .muslim.or.id
Sumber: .muslim.or.id
Posting Komentar