Go Ihsan - Istilah ‘minoritas’
memang muncul di Eropa pada abad ke-16. Sistem ini diterapkan oleh negara yang
menganut nasionalisme. Masyarakat diklasifikasikan berdasarkan etnis, bahasa
ibu, ras dan budaya, termasuk agama serta kriteria lain yang membuat satu
kelompok disebut minoritas.
Islam
tidak pernah mengenal istilah minoritas. Dalam sejarah dan syariat Islam,
istilah yang digunakan adalah dzimmah atau mereka yang hidup di wilayah kaum
Muslim. Dzimmah lebih diartikan sebagai tetangga atau
federasi komunitas dengan kesepakatan tertentu. Komunitas- komunitas yang ada
dianggap setara satu dengan yang lain. Mereka memperoleh hak dan kewajiban
sebagai warga negara.
Muhammad
Khalid Masud dalam 'Rights of Minorities in Islam' menulis di zaman Rasulullah
SAW, sikap toleransi dan akomodatif terhadap kaum ‘minoritas’ bahkan dibakukan
dalam Konstitusi Madinah (Piagam Madinah).
Dalam
47 poin Konstitusi Madinah, 23 poin pertama berhubungan dengan hak dan
kewajiban Muslim, sementara 24 poin sisanya merupakan hak dan kewajiban Yahudi.
Poin
ke 16 mengharuskan Muslim membantu Yahudi yang taat pada kesepakatan. Poin 24
mengharuskan Yahudi untuk ikut serta dalam peperangan bersama Muslim jika
perang berkecamuk dalam waktu yang lama.
Poin 25 hingga 31 menegaskan kesamaan posisi Muslim dan Yahudi sebagai bagian
masyarakat Madinah. Di dalamnya diatur kebebasan umat agama lain selain Islam
untuk menjalankan keyakinan.
Pada
poin 37 dalam piagam itu juga diatur hak kepemilikan harta. Pada paragraf ke
dua Piagam Madinah, yahudi diwajibkan membayarjizyah (pajak). Jika mereka hendak berpindah
ke Roma, umat Islam harus melindungi jiwa dan harta mereka hingga mereka sampai
ke tujuan.
Pada
dasarnya Piagam Madinah menjamin hak dasar perlindungan jiwa raga, harta dan
menjalankan agama secara adil serta konsekuensi jika terjadi pelanggaran.
Penyelesaian
konflik pun disepakati diselesaikan oleh Rasulullah. Sebagai pemimpin tertinggi
Islam kala itu, Rasulullah melarang umat Islam yang notabene mayoritas,
bersikap buruk dan mengambil paksa hak hak non-Muslim.
Rasulullah
juga menghormati dan tidak keberatan menggunakan kemampuan mereka yang berbeda
keyakinan. Misalnya saat pengiriman duta ke Ethiopia, Rasulullah memilih
seorang non-Muslim untuk pergi ke sana, Amr bin Umayah.
Penghormatan
Rasulullah juga terlihat pada orang-orang dari etnis non-Arab. Bilal bin Rabah
yang awalnya seorang budak dari Ethiopia diberi kehormatan menjadi pengumandang
azan selama Rasulullah hidup. Ide penggalian parit untuk menahan musuh pada
Perang Ahzab juga Rasulullah ambil dari ide Salman al-Farisi yang berasal dari
dari Syam.ed: nashih nashrullah (Rol)
Posting Komentar