Halloween party ideas 2015

Kontroversi Training Leadership ESQ Ary Ginanjar menghebohkan publik setelah difatwa sesat oleh Mufti Malaysia, 10 Juni 2010 lalu.

Berita kontroversi ESQ ini sebenarnya terlambat panas. Karena sejak lima tahun silam, kritik tajam dan penilaian negatif terhadap ESQ telah disuarakan secara lantang oleh ulama Bekasi, Al-Ustadz Farid Achmad Okbah.

Setelah mengikuti training ESQ tahun 2006 dan membaca buku-buku ESQ, pengasuh pesantren dai di kawasan Pondok Gede Bekasi ini menyampaikan nasihat dan koreksi tertulis kepada Ary Ginanjar. Karena dinilai tidak ada respon maupun perbaikan ESQ, ustadz yang fasih berbahasa Arab dan Inggris inipun bersuara lantang menjawab berbagai pertanyaan umat seputar ESQ.

Ditemui voa-islam.com di Masjid Jami’ Al-Azhar Kalimalang Bekasi, pengurus Dewan Dakwah DKI Jakarta ini berbagi pengalaman dan ilmunya mengenai ESQ. Berikut petikannya:

Pelatihan ESQ Ary Ginanjar yang difatwa sesat oleh Mufti Malaysia. Bagaimana pendapat Ustadz?

Menurut saya, fatwa itu agak terlambat. Saya telah membuat beberapa catatan kritik terhadap ESQ tahun 2006 yang lalu.

Pada acara ESQ yang diadakan di hotel Melia Mega Kuningan tahun 2006, saya tercatat sebagai peserta gelombang ke-46 selama 4 hari. Setelah saya mengikuti secara keseluruhan saya membuat catatan-catatan kepada saudara Ary Ginanjar sebagai nasihat. Saya berharap akan adanya perbaikan-perbaikan, sehingga saya sampaikan secara objektif, mengenai kelebihan dan kekurangan yang ada dalam ESQ, serta hal-hal yang bertentangan dengan Syariat Islam.

Nasihat saya sampaikan secara tertulis kepada Pak Ary Ginanjar melalui sekretarisnya, yaitu Pak Hasan. Akan tetapi sejak tahun 2006 sampai sekarang sepertinya belum ada perubahan-perubahan yang terjadi dalam ESQ ini. Maka saya tidak kaget kalau kemudian ada fatwa dari Mufti Malaysia yang menyatakan kesesatan ESQ itu, karena saya juga menemukan hal-hal yang seperti itu.

Yang saya ketahui, saudara Ary Ginanjar selalu menyatakan, “Ini adalah training manajemen bukan training agama.” Pernyataan ini telah berkali-kali dia sampaikan. Padahal di dalam training itu hampir seluruhnya berkaitan dengan agama. Masalahnya, argumentasi tentang agama inilah yang bermasalah.

Kita tidak mempermasalahkan training manajemennya. Tetapi kalau apa yang disampaikan itu berkaitan dengan masalah agama, maka menjadi kewajiban kita untuk meluruskan.

Yang perlu digarisbawahi, bahwa kebenaran itu hanya satu. Tidak dua, atau tiga atau lebih. Allah menyebutkan hanya ada dua jalan.

Jalan yang pertama, dalam surat An-Nisa’ 115 Allah menyebutkan adanya jalan kebenaran yang ditempuh orang-orang mukmin: “Dan barangsiapa yang menentang Rasul sesudah jelas kebenaran baginya, dan mengikuti jalan yang bukan jalan orang-orang mukmin, Kami biarkan ia leluasa terhadap kesesatan yang telah dikuasainya itu dan Kami masukkan ia ke dalam Jahanam, dan Jahanam itu seburuk-buruk tempat kembali.”

Di ayat lainnya, dalam surat Al-An’am 55 Allah menyebutkan adanya jalan yang kedua yaitu jalannya orang-orang pembuat dosa:

“Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh, dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa.”

Nah, saya melihat kecenderungan dalam training ESQ ini bukan jalan yang pertama, tapi cenderung pada jalan yang kedua. Sehingga kita harus meluruskannya.

Dulu saya sampaikan nasihat secara langsung tapi tidak didengar. Maka ketika di radio Dakta FM beberapa kali saya ditanya tentang ESQ, saya pun menjelaskan kekeliruannya sebagai upaya untuk meluruskan.

Karena kesalahan itu dilakukan di depan umum, maka koreksinya juga harus dilakukan di depan umum, sehingga tidak cukup untuk melakukannya secara tersembunyi. Saya sudah nasihati secara tersembunyi tapi tidak ditanggapi, maka saya berkewajiban untuk menjelaskan kepada umat. Kapan saja saya ditanya tentang training ESQ, maka saya akan terangkan apa adanya.

Bahkan dalam satu pengajian ibu-ibu di Cibubur, Jakarta Timur, beberapa anak muda utusan ESQ datang mengikuti pengajian dengan pakaian yang bagus dan menarik. Mereka menawarkan pelatihan ESQ. Maka kepada utusan ESQ ini saya sampaikan berbagai masalah dalam training ESQ. Para utusan ESQ itu pun pulang tak bisa menjawab.

Upaya kita dalam menasehati ini bukan untuk meruntuhkan atau menghancurkan, tetapi untuk memperbaiki. Kalau memang ditemukan bukti adanya kesalahan, terimalah nasihat itu lalu perbaikilah apa yang ada. Karena bagaimanapun saudara Ary ini mengatasnamakan Islam, dengan membawa ayat-ayat Al-Qur’an dan hadits-hadits Nabi.

Apakah ada perbedaan antara apa yang ditulis dalam buku ESQ dengan apa yang didasarkan dalam pelatihan ESQ?

Saya tidak meneliti secara mendalam sebagai perbandingan apakah yang ada di buku berbeda dengan apa yang disampaikan dalam pelatihan ESQ. Tetapi inti masalahnya, ada persamaan antara apa yang ditulis dalam buku dengan apa yang disampaikan dalam pelatihan ESQ, antara lain sama-sama menekankan untuk berakhlak dengan akhlak Allah.

Ary Ginanjar selalu membawakan hadits “Takhallaquu bi-akhlaaqillaah” (berakhlaklah kalian dengan akhlak Allah). Pernyataan ini disampaikan dalam pelatihan ESQ maupun dalam buku. Di bagian terakhir buku itu didoktrinkan tentang Asmaul Husna yang harus diikuti. Padahal ini adalah penyimpangan.

Kita diperintahkan oleh Allah untuk mengikuti akhlak Rasulullah shallallahu ’alaihi wasallam. Dalam surat Al-Ahzab 33 Allah memerintahkan, “Laqad kana lakum fi rasulillahi uswatun hasanah liman kana yarjullaha wal yaumal akhir” (Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan kedatangan hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah).

Jadi kewajiban kita adalah mengikuti akhlak Rasulullah bukan untuk mengikuti akhlaq Allah. Karena Allah adalah Sang Maha segala-galanya, maka jangan disamakan dengan manusia. Kita diperintahkan untuk mengikuti akhlaq Rasulullah shallallahu alaihi wasallam. Bahkan Allah memuji akhlak Rasulullah dalam surat Al-Qalam 4: “wa innaka la’alaa khuluqin ‘azhiim” (Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi pekerti yang agung).

Nah, kesalahan paling besar yang dilakukan oleh saudara Ary Ginanjar adalah mendoktrinkan dalam buku maupun kajian yang ada di dalam forum itu supaya kita mengikuti akhlak Allah dan itu jelas keliru.

Hadits “Takhallaquu bi-akhlaaqillaah” yang dibawakan itu adalah hadits palsu. Ibnul Qayyim Al-Jauziyah menjelaskan kepalsuan hadits ini dalam kitab Al-Fawa’id. Ungkapan ini bukan hadits Nabi, tapi ucapan Yahya bin Mu’adz. Karena ungkapan ini bukan hadits, maka tidak bisa dijadikan pedoman.

Kewajiban kita adalah mengikuti akhlak Rasulullah. Mengikuti akhlak Allah adalah indikasi ajaran sufi. Inilah kesalahan dasar Ary Ginanjar yang harus diluruskan. Dan Ary Ginanjar harus melakukan koreksi total terhadap ESQ-nya sebelum menyebar lebih luas lagi.

Setiap orang yang terlibat dalam training ESQ bertanggung jawab kepada Allah ketika mereka mengajarkan kebatilan dan ketidakbenaran, kemudian diikuti oleh orang banyak.

Bagaimana penilaian Ustadz terhadap materi pelatihan ESQ?

Pada saat saya mengikuti pelatihan ESQ, saudara Ary Ginanjar menyebutkan, “Wahai Muhammad, tidak Kuciptakan seluruh alam semesta ini kecuali untukmu.”

Saya sangat kaget, saat itu jantung saya berdebar kayak mau copot. Karena ini ada penyimpangan yang sangat fatal sekali. Ajaran inilah indikasi tashawuf yang menyimpang itu.

Orang-orang shufi yang sesat ingin mengultuskan Rasulullah SAW, dan menempatkannya melebihi daripada porsinya. Ini jelas penyimpangan. Padahal Rasulullah SAW bersabda, “Janganlah kalian mengultuskan aku seperti orang Nashara mengultuskan Nabi Isa bin Maryam. Sungguh aku adalah hamba Allah dan rasul-Nya.”

Dalam hadits ini Nabi mencegah umatnya supaya tidak mengultuskan beliau melebihi porsi hamba Allah dan rasul-Nya.

Jelas ini sangat bertentangan dengan Al-Qur’an. Dalam surat Adz-Dzariyat ayat 56 Allah menyatakan: “wama khalaqtul-jinna wal-insa illaa liya’buduun” (Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku).

Allah menciptakan jin dan manusia untuk beribadah kepada Allah SWT, bukan untuk Muhammad SAW. Kalau tidak dalam misi penelitian, saya akan tinggalkan acara yang salah fatal itu.

Dalam buku ESQ, Ary Ginanjar mengimbau agar pembaca mempergunakan suara hati yang terdalam sebagai sumber kebenaran. Bagaimana pendapat Ustadz?

Membaca imbauan saudara Ary Ginanjar itu, saya teringat perkataan Imam Adz-Dzahabi dalam kitabnya Siyar A’lamin-Nubala’ yang menukil ungkapan Abu Qilabah, seorang ulama Tabi’in. Beliau mengatakan, “Idza qaala rajulun da’na minas-sunnah haat Al-Qur'an, fainnahu dhool” (kalau ada orang mengatakan: tinggalkan As-Sunnah, kita kembali kepada Al-Qur'an saja, maka sesungguhnya dia adalah orang tersesat). Jadi orang yang ingin kembali kepada Al-Qur'an tanpa As-Sunnah, adalah indikasi orang tersesat.

Imam Adz-Dzahabi mengomentari ungkapan tersebut sbb:

“Kalau kamu temui orang mengatakan: kita tinggalkan Al-Qur'an dan Sunnah, kita pakai akal saja, maka ketahuilah dia adalah Abu Jahal. Lantas bila ada orang berkata: jangan pakai Al-Qur'an, Sunnah dan akal sehat, cukup memakai perasaan dan hati nurani saja, maka ketahuilah bahwa orang itu adalah iblis. Kalau kamu berani, injaklah dadanya dan bacakan Ayat Kursi karena orang itu kerasukan iblis.”

Memang betul, ada hadits Nabi yang menyebutkan, “Bertanyalah kepada qalbumu meskipun orang banyak memfatwakan.” Tapi ini berlaku dalam perkara yang tidak terdapat dalam Al-Qur'an dan Sunnah, dan dalam kondisi yang tidak ada ulama. Jadi bertanya kepada qalbu itu boleh dilakukan setelah berusaha untuk memahami Al-Qur'an dan Sunnah secara mendalam.

Tapi jika agama, ajaran akidah dan syari’ah semuanya dikembalikan kepada hati nurani, maka ini jelas penyimpangan. Kata Imam Adz-Dzahabi, orang ini adalah iblis. Na’udzubillah min dzalik.

Dalam buku ESQ Ary Ginanjar menyebut Nabi Muhammad sebagai pemimpin yang sangat mengandalkan logika dan suara hati. Bagaimana tanggapan Ustadz?

Logika dan nurani manusia itu sangat relatif dan subjektif. Kalau logika dan hati nurani itu diandalkan, lantas logika dan hati nurani siapa? Karena logika dan hati nurani setiap manusia itu berbeda satu sama lainnya.

Makanya dalam surat An-Nisa ayat 165 Allah menyebutkan, “Rusulan mubassyiriina wa mundziriina li allaa yakuuna hujjatun ba’dar-rusul. Wa kanallaahu ‘aziizan hakiima” (Mereka Kami utus selaku rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya rasul-rasul itu. Dan adalah Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana).

Maka tidak betul omongan seperti itu. Atas dasar apa dia ngomong seperti itu? Ini wahyu Ilahi yang harus dikembalikan kepada Al-Qur'an. Ajaran-ajaran yang disampaikan Rasulullah SAW, semuanya diperoleh dari wahyu Allah SWT.

Allah berfirmand dalam surat An-Najm 3-4: “Wama yanthiqu ‘anil hawa in huwa illaa wahyun yuhaa” (Dan tiadalah yang diucapkannya itu menurut kemauan hawa nafsunya. Ucapannya itu tiada lain hanyalah wahyu yang diwahyukan (kepadanya).

Darimana dalilnya sehingga Ary Ginanjar berani mengatakan bahwa Rasulullah sangat mengandalkan logika dan suara hati? Tidak ada ayat yang mengatakan itu dalam Al-Qur'an. Ini jelas penyimpangan.

Jadi, apa kesimpulan Ustadz setelah membaca buku ESQ dan mengikuti training ESQ Ary Ginanjar?

Ya, saya katakan sesat dalam kandungan ajarannya itu. Selain sesat, juga mengandung penyimpangan-penyimpangan. Di antara penyimpangan itu dia menggunakan training itu dengan musik-musik. Mana mungkin untuk kebenaran diajarkan dan dikembangkan melalui salah satu bentuk penyimpangan.

Musik-musik itu memanggil setan. Makanya Ibnu Mas’ud ketika menjelaskan ayat “walladziina hum ‘anil-laghwi mu’ridhuun” (dan orang-orang yang beriman itu menjauhkan diri dari hal yang sia-sia). Kata Ibnu Mas’ud, “laghwun” atau hal yang sia-sia yang dimaksud dalam surat Al-Mukminun ayat 3 itu adalah musik-musik.

Makanya, kalau Ary Ginanjar bermaksud menyampaikan kebenaran tapi dilakukan dengan cara yang salah yaitu menggunakan musik-musik, itu justru menambah daftar penyimpangan lagi.

Apalagi kemudian dalam training ESQ bercampur antara laki-laki dengan perempuan yang tidak pakai jilbab. Makan sambil berdiri, dan seterusnya. Apakah seperti ini ajaran Islam? Nas’alullooha al-‘afiyah.

Kalau training ESQ sesat, kenapa dari 14 mufti Malaysia hanya satu mufti saja yang memfatwakan kesesatan ESQ, sementara 13 mufti lainnya mendukung ESQ?

Sama juga dengan Indonesia. Berapa banyak ulama di indonesia yang tidak mengoreksi konsep penyimpangan pada training ESQ Ary Ginanjar? Apa berarti itu bukti kebenaran karena banyaknya orang yang tidak menyalahkan pelatihan ESQ?

Ketika segelintir orang termasuk saya mulai tahun 2006 bersuara lantang menyatakan kesesatan ESQ, publik tidak mempermasalahkan. Kenapa sekarang baru ramai ketika itu yang memfatwa sesat ESQ itu mufti Malaysia?

Ingat, sedikit dan banyaknya orang tidak menjadi ukuran suatu kebenaran. Kata Ali bin Abi Thalib, “Ukuran kebenaran tidak diukur dengan banyaknya orang. Tapi kenalilah kebenaran, niscaya kamu akan tahu siapa yang di atas kebenaran itu.

Bagaimana dengan para tokoh yang mendukung dan merekomendasikan pelatihan ESQ?

Mereka bertanggung jawab di hadapan Allah, setiap kesalahan yang timbul dari ESQ itu, atas rekomendasi mereka, maka mereka akan diminta pertanggungjawabannya di hadapan Allah karena telah diikuti oleh orang banyak.

Makanya para tokoh harus berpikir jernih. Jangan asal ngomong dan jangan asal merekomendasikan. Dan jangan melakukan penilaian masalah agama karena tertarik atas penampilannya tapi lihat ajarannya.

Bagaimana dengan kaum muslimin yang pernah mengikuti training ESQ ini?

Bila sudah pernah mengikuti ESQ karena informasi-informasi yang di antaranya mengandung kesalahan-kesalahan yang sudah masuk ke dalam kepada pemikiran-pemikiran maupun keyakinan mereka, saya nasihatkan beberapa hal: Pertama, mereka harus bertaubat kepada Allah dari apa yang diajarkan oleh Ary Ginanjar.

Kedua, berusaha untuk memperbaiki apa yang menjadi kesalahan itu, di antaranya menyangkut masalah akidah, ibadah ataupun akhlak. Semuanya harus diperbaiki supaya tidak terbawa oleh kesesatan yang ada dalam ESQ.

Kemudian yang ketiga, mereka harus lebih mendalami agama sesuai dengan yang diajarkan oleh Allah dan Rasulullah shallallahu alaihi wasallam.

Kalau kita tulus kepada Allah, maka rendah hati mengakui kesalahan dan bertaubat itu jauh lebih baik daripada berlanjut terus dalam kesalahan-kesalahan. Ittaqillah haitsuma kunta. [taz, badru, adrian/voa-islam.com]

BIODATA:


Nama Lengkap:
Farid Achmad Okbah


Tempat & tanggal lahir:
Bangil, 5 Mei 1963


Pendidikan:
Lembaga Pendidikan Bahasa Arab (ABA) tahun 1983, Akademi Bahasa Asing tahun 1987, S2 Politik Islam tahun 2002.


Pengalaman Dakwah:
Direktur Islamic Centre Al-Islam (pesantren khusus para dai); Pengasuh kajian Tauhid Radio DAKTA FM; Imam Islamic Society Dee Why Sydney - Australia (sampai tahun 1992), PP Al-Irsyad Al-Islamiy (jabatan terakhir Ketua Majelis Dakwah Tingkat Nadional), Ketua Majelis Syuro Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII) DKI Jakarta.

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.