Pati -Dari dulu Pati dikenal sebagai kota pensiunan. Kota yang menawarkan ketenangan dan kedamaian bagi warganya. Kota tanpa gejolak, tidak ada demonstrasi, kerusuhan besar-besaran, dan tindakan-tindakan anarkis lainnya. Apabila diartikan, pati memiliki makna “menep”. Selain sebagai kota pensiunan, Pati juga dikenal sebagai kota prostitusi, dan ternyata sebutan tersebut telah berlangsung lama.
Pada tempo dahulu memang sering terdengar jika wanita-wanita Pati bisa dibawa (cewek bispak). Mungkin, pada waktu itu sekitar tahun 1970 an. Apalagi ditambah dengan maraknya tanggapan pagelaran tayub yang justru semakin menambah subur ungkapan tersebut.
Disamping julukan Kota Prostitusi, Pati juga disebut-sebut sebagai kota karaoke, hal ini dikarenakan ketika kita masuk kota Pati kita akan jumpai kafe dan karaoke yang menjamur di kanan kiri jalan. Keberadaan tempat-tempat karaoke di Pati semakin terpetakan sesuai selera konsumen, bagi konsumen kelas menengah biasanya mengunjungi tempat-tempat karaoke ternama, salah satu diantaranya adalah The Boss, Merdeka Karaoke & Hotel, Morsalino Karaoke di Hotel Gitary, Hotel Muria dan Las Vegas café and karaoke
Pasar Hewanpun Jadi Tempat Karaoke
Parahnya lagi, Bila kita melihat pasar hewan atau biasa disebut dengan “Pasar Sapi Margorejo” maka disana kita akan melihat fenomena pasar hewan yang sangat mengagetkan karena selain dijadikan tempat traksaksi jual beli hewan ternak di siang hari, di sepanjang kanan kiri pasar hewan juga ramai dengan tempat-tempat karaoke. Namun pada malam hari Pasar Hewan tersebut berubah menjadi tempat dugem sekaligus dijadikan tempat mangkal para PSK maupun sebagai tempat pijat masal. Kontan saja keberadaan pasar hewan Margorejo selalu ramai selama dua puluh empat jam non stop. Astagfirullah!!
Keberadaan kafe dan karaoke yang menjamur sebagai tempat mesum membuat risih masyarakat Pati. Madlaratnya ketimbang manfaatnya dinilai lebih besar madlaratnya. Gerah dengan fenomena ini akhirnya masyarakat melakukan perlawanan.
Hingga pada akhirnya, tanggal 23 Juni 2010, gelombang perlawanan dari kalangan ormas Islam yang tergabung dalam Aliansi Petisi Rakyat Pati (APRP) turun ke jalan untuk menentang keberadaan tempat-tempat hiburan yang berlabel kafe dan karaoke yang disalahgunakan praktiknya menjadi tempat maksiat.
Alhamdulilah, diantara gelombang perlawanan atas kemaksiatan tersebut muncul dari para ulama, kyai , tokoh masyarakat, PCNU (Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama), GP (Gerakan Pemuda) Ansor, Muslimat, Fatayat, IPNU-IPPNU (Ikatan Pelajar Nahdlotul Ulama-Ikatan-Pelajar Putri Nahdlotul Ulama), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Pati dan PD (Pimpinan Daerah) Muhammadiyah Kabupaten Pati, Aisyiyah, NA, IRM, Yaumi Fatimah serta ormas-ormas sosial keagamaan yang ada di Pati.
Koordinator Aksi, Ahmad Jauharul La'aly, mengungkapkan, aksi yang digelar itu merupakan puncak dari keresahan masyarakat Pati terhadap keberadaan tempat-tempat hiburan yang menjadi ajang tempat maksiat yang telah dilegalkan. Selain itu, dengan adanya tempat-tempat itu, juga secara langsung memberikan dampak yang dapat merusak moral masyarakat.
''Kami sebelumnya telah mengajukan keberatan dan telah mendesak Muspida dan DPRD Pati untuk segera menutup tempat-tempat maksiat itu. Namun keberatan itu tidak segera dipenuhi. Alhasil, aksi ini merupakan tindak lanjut keberatan yang selama ini telah di keluarkan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pati dan PCNU Pati yang tidak segera di diwujudkan oleh pemerintah,'' ungkapnya, saat jumpa pers di kantor PCNU Pati.
Kongkalikong Sistematis Pejabat
Jauharul menambahkan, dengan tidak adanya tanggapan yang jelas atas tuntutan itu, pihaknya sangat kecewa dan sangat menyayangkan pemerintah Kabupaten Pati. ''Praktik kongkalikong yang diduga dilakukan jajaran elit birokrat dan segenap pengambil keputusannya dengan mengalihkan isu dari kemrosotan moral dan kebejatan moral menjadi isu pendapatan PAD (Pendapatan Asli Daerah), dari target Rp 205 juta pada tahun 2009 yang hanya tercapai 180 juta, pada tahun 2010 ditingkatkan menjadi Rp 1,7 miliar,'' ungkapnya.
Pihaknya bahkan menuding ada upaya sistematis dan konspirasi jahat daro pengambilkebijakan di Pati dan pengusaha hitam di Pati yang secara nyata dibiarkan oleh para wakil rakyat di DPRD Pati. "Ini hanya akan menjadi upeti dan uang siluman bagi para aparat dan pejabat yang sewenang-wenang terhadap rakyat," tandasnya.
Sementara itu, Plt Sekda Pati, Hariyanto, saat menghadiri acara audiensi bersama DPRD dan Forum Komunikasi LSM Kabupaten Pati di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Pati, Kamis (1/7), menyampaikan, nilai sampai dengan bulan Mei, pajak karaoke yang masuk baru Rp 233 juta, padahal target pajak dari karaoke mencapai Rp 1,7 miliar. Bahkan, menurutnya, masih ada tunggakan pajak karaoke sebesar Rp 95 juta hingga semester pertama di tahun 2010.
'Jadi peningkatan PAD dari tempat hiburan kafe dan karaoke memang tidak signifikan, dengan demikian jika tempat hiburan itu tutup PAD hanya akan mengalami pembenahan anggaran saja,'' tegasnya.
Dari rangkaian aksi tuntutan dan desakan APRP bersama elemen yang kontra terhadap keberadaan tempat hiburan kafe dan karaoke yang dijadikan sebagai tempat maksiat, alhasil Bupati Pati, H Tasiman, sepakat bahwa keberadaan tempat-tempat tersebut akan ditutup keberadaanya dengan menandatanggani Petisi (Surat Pernyataan) yang diajukan APRP usai menggelar aksi, dengan deadline penutupan diberikan waktu selam satu bulan.
Dalam mengawal Petisi tersebut, APRP mengancam akan mengelar aksi yang lebih besar jika kesepakatan yang telah ditandatangani bupati tersebut tidak dijalankan sesuai dengan ketentuan.
Kafe dan Karaoke Perusak Moral Bangsa
Sementara itu, dukungan penutupan juga bermunculan. Di antaranya dari ketua Fraksi PKB, Muhamadun. Menurutnya, sejak munculnya kafe dan tempat hiburan tahun 2005, pihaknya telah menentang adanya tempat-tempat itu. "Kami sangat sepakat dan turut mendukung dengan adanya penutupan tempat hiburan dan karaoke yang ada di Pati. Hal ini disebabkan dengan merebakanya karaoke dan tempat hiburan tersebut, selain dapat merusak moral juga dapat berdampak buruk bagi perekonomian warga," tandasnya.
Dia mengakui, di sisi lain tempat-tempat itu mampu menampung banyak pekerja. Akan tetapi, jelasnya, kondisi itu tidak dapat dijadikan pertimbangan untuk menunda penutupan. Sebab jika ditunda lagi, dampak lebih parah juga akan ditimbulkan dari adanya tempat-tempat itu, yakni rusaknya perekonomian keluarga sebab uang hasil kerja digunakan untuk megunjungi tempat-tempat itu.
Selain dampak ekonomi, ungkapnya, dampak moral juga semakin banyak timbul di kalangan warga Pati. Hal ini terlihat dari tingkat perceraian dan rusaknya kehidupan rumah tangga akibat adanya tempat itu.
Ungkapan senada juga disampaikan dari Fraksi dari PKS, Dedy Lesmana. Pihaknya menegaskan mendukung sepenuhnya di tutupnya tempat-tempat hiburan dan karaoke di Pati. ''Kami menyayangkan birokrasi tidak dapat bertindak serius dalam menaggapi aspirasi masyarakat. Untuk itu, jika ada aksi dari masyarakat untuk menutup keberadaan tempat itu, maka kami mengharapkan pemerintah dan dinas-dinas terkait ke depan harus turut serius dan tegas untuk menentukan kebijakan,'' ungkapnya.
Dan Gayungpun Bersambut...
Dari banyaknya desakan berbagai pihak tersebut, Pemkab Pati akhirnya memutuskan untuk mempertemukan pihak-pihak yang terkait (Pengusaha Hiburan, APRP, Dinas-dinas Terkait) untuk duduk bersama membicarakan solusi dan kejelasan banyaknya desakan dari berbagai pihak yang menuntut ditutupnya tempat itu.
Kemudian dilakukan penggodokan oleh tim yang telah dibentuk Bupati Pati, yang akhirnya memunculkan Surat Keputusan (SK) Bupati Pati, 17 Juli 2010 Nomor 556.4/1212/2010 tentang Penutupan, Penghentian, dan Pencabutan Izin Usaha Karaoke di Kabupaten Pati.
SK tersebut dikeluarkan dengan beberapa pertimbangan, di antaranyan karena pertimbangan kondisi, situasi keamanan, serta ketertiban umum agar tetap kondusif. Selain itu, juga menjelaskan bahwa usaha karaoke tersebut memberikan dampak negatif bagi masyarakat luas di Kabupaten Pati.
Dengan munculnya SK tersebut, akhirnya membuat lega berbagai pihak, di antaranya dari peguyuban pengusaha karaoke yang resmi yang selama beberapa minggu nasibnya terkatung-katung dan tidak mendapatkan kejelasan. Selain itu pula jajaran Satpol PP dan Polres Pati serta beberapa elemen dari TNI, karena setelah adanya SK tersebut aksi yang akan digelar secara besar-besaran oleh APRP tidak jadi dilaksanakan.
Kepala Satpol PP Kabupaten Pati, Puji Priyono, melakui kasi Penegak Perda, Moch Khanafi, mengungkapkan, seiring adanya SK itu, beberapa upaya untuk menjaga dan mengamankan kondisi di Pati. Di antaranya akan melakukan sosialisai SK dan pensegelan tempat-tempat itu secara resmi.
''Artinya, bagaimanapun seluruh kafe dan karaoke baik yang berizin maupun tidak berizin setelah turunnya SK ini resmi akan kami tutup. Dan selanjutnya regulasi dan sanksi akan kami atur untuk keberlangsungannya ke depan,'' tegasnya saat ditemui. (Ibnudzar/jpo)/(voa-islam.com)
Pasar Hewanpun Jadi Tempat Karaoke
Parahnya lagi, Bila kita melihat pasar hewan atau biasa disebut dengan “Pasar Sapi Margorejo” maka disana kita akan melihat fenomena pasar hewan yang sangat mengagetkan karena selain dijadikan tempat traksaksi jual beli hewan ternak di siang hari, di sepanjang kanan kiri pasar hewan juga ramai dengan tempat-tempat karaoke. Namun pada malam hari Pasar Hewan tersebut berubah menjadi tempat dugem sekaligus dijadikan tempat mangkal para PSK maupun sebagai tempat pijat masal. Kontan saja keberadaan pasar hewan Margorejo selalu ramai selama dua puluh empat jam non stop. Astagfirullah!!
Keberadaan kafe dan karaoke yang menjamur sebagai tempat mesum membuat risih masyarakat Pati. Madlaratnya ketimbang manfaatnya dinilai lebih besar madlaratnya. Gerah dengan fenomena ini akhirnya masyarakat melakukan perlawanan.
Hingga pada akhirnya, tanggal 23 Juni 2010, gelombang perlawanan dari kalangan ormas Islam yang tergabung dalam Aliansi Petisi Rakyat Pati (APRP) turun ke jalan untuk menentang keberadaan tempat-tempat hiburan yang berlabel kafe dan karaoke yang disalahgunakan praktiknya menjadi tempat maksiat.
Alhamdulilah, diantara gelombang perlawanan atas kemaksiatan tersebut muncul dari para ulama, kyai , tokoh masyarakat, PCNU (Pimpinan Cabang Nahdlatul Ulama), GP (Gerakan Pemuda) Ansor, Muslimat, Fatayat, IPNU-IPPNU (Ikatan Pelajar Nahdlotul Ulama-Ikatan-Pelajar Putri Nahdlotul Ulama), PMII (Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia) Pati dan PD (Pimpinan Daerah) Muhammadiyah Kabupaten Pati, Aisyiyah, NA, IRM, Yaumi Fatimah serta ormas-ormas sosial keagamaan yang ada di Pati.
Koordinator Aksi, Ahmad Jauharul La'aly, mengungkapkan, aksi yang digelar itu merupakan puncak dari keresahan masyarakat Pati terhadap keberadaan tempat-tempat hiburan yang menjadi ajang tempat maksiat yang telah dilegalkan. Selain itu, dengan adanya tempat-tempat itu, juga secara langsung memberikan dampak yang dapat merusak moral masyarakat.
''Kami sebelumnya telah mengajukan keberatan dan telah mendesak Muspida dan DPRD Pati untuk segera menutup tempat-tempat maksiat itu. Namun keberatan itu tidak segera dipenuhi. Alhasil, aksi ini merupakan tindak lanjut keberatan yang selama ini telah di keluarkan oleh MUI (Majelis Ulama Indonesia) Pati dan PCNU Pati yang tidak segera di diwujudkan oleh pemerintah,'' ungkapnya, saat jumpa pers di kantor PCNU Pati.
Kongkalikong Sistematis Pejabat
Jauharul menambahkan, dengan tidak adanya tanggapan yang jelas atas tuntutan itu, pihaknya sangat kecewa dan sangat menyayangkan pemerintah Kabupaten Pati. ''Praktik kongkalikong yang diduga dilakukan jajaran elit birokrat dan segenap pengambil keputusannya dengan mengalihkan isu dari kemrosotan moral dan kebejatan moral menjadi isu pendapatan PAD (Pendapatan Asli Daerah), dari target Rp 205 juta pada tahun 2009 yang hanya tercapai 180 juta, pada tahun 2010 ditingkatkan menjadi Rp 1,7 miliar,'' ungkapnya.
Pihaknya bahkan menuding ada upaya sistematis dan konspirasi jahat daro pengambilkebijakan di Pati dan pengusaha hitam di Pati yang secara nyata dibiarkan oleh para wakil rakyat di DPRD Pati. "Ini hanya akan menjadi upeti dan uang siluman bagi para aparat dan pejabat yang sewenang-wenang terhadap rakyat," tandasnya.
Sementara itu, Plt Sekda Pati, Hariyanto, saat menghadiri acara audiensi bersama DPRD dan Forum Komunikasi LSM Kabupaten Pati di Ruang Rapat Paripurna DPRD Kabupaten Pati, Kamis (1/7), menyampaikan, nilai sampai dengan bulan Mei, pajak karaoke yang masuk baru Rp 233 juta, padahal target pajak dari karaoke mencapai Rp 1,7 miliar. Bahkan, menurutnya, masih ada tunggakan pajak karaoke sebesar Rp 95 juta hingga semester pertama di tahun 2010.
'Jadi peningkatan PAD dari tempat hiburan kafe dan karaoke memang tidak signifikan, dengan demikian jika tempat hiburan itu tutup PAD hanya akan mengalami pembenahan anggaran saja,'' tegasnya.
Dari rangkaian aksi tuntutan dan desakan APRP bersama elemen yang kontra terhadap keberadaan tempat hiburan kafe dan karaoke yang dijadikan sebagai tempat maksiat, alhasil Bupati Pati, H Tasiman, sepakat bahwa keberadaan tempat-tempat tersebut akan ditutup keberadaanya dengan menandatanggani Petisi (Surat Pernyataan) yang diajukan APRP usai menggelar aksi, dengan deadline penutupan diberikan waktu selam satu bulan.
Dalam mengawal Petisi tersebut, APRP mengancam akan mengelar aksi yang lebih besar jika kesepakatan yang telah ditandatangani bupati tersebut tidak dijalankan sesuai dengan ketentuan.
Kafe dan Karaoke Perusak Moral Bangsa
Sementara itu, dukungan penutupan juga bermunculan. Di antaranya dari ketua Fraksi PKB, Muhamadun. Menurutnya, sejak munculnya kafe dan tempat hiburan tahun 2005, pihaknya telah menentang adanya tempat-tempat itu. "Kami sangat sepakat dan turut mendukung dengan adanya penutupan tempat hiburan dan karaoke yang ada di Pati. Hal ini disebabkan dengan merebakanya karaoke dan tempat hiburan tersebut, selain dapat merusak moral juga dapat berdampak buruk bagi perekonomian warga," tandasnya.
Dia mengakui, di sisi lain tempat-tempat itu mampu menampung banyak pekerja. Akan tetapi, jelasnya, kondisi itu tidak dapat dijadikan pertimbangan untuk menunda penutupan. Sebab jika ditunda lagi, dampak lebih parah juga akan ditimbulkan dari adanya tempat-tempat itu, yakni rusaknya perekonomian keluarga sebab uang hasil kerja digunakan untuk megunjungi tempat-tempat itu.
Selain dampak ekonomi, ungkapnya, dampak moral juga semakin banyak timbul di kalangan warga Pati. Hal ini terlihat dari tingkat perceraian dan rusaknya kehidupan rumah tangga akibat adanya tempat itu.
Ungkapan senada juga disampaikan dari Fraksi dari PKS, Dedy Lesmana. Pihaknya menegaskan mendukung sepenuhnya di tutupnya tempat-tempat hiburan dan karaoke di Pati. ''Kami menyayangkan birokrasi tidak dapat bertindak serius dalam menaggapi aspirasi masyarakat. Untuk itu, jika ada aksi dari masyarakat untuk menutup keberadaan tempat itu, maka kami mengharapkan pemerintah dan dinas-dinas terkait ke depan harus turut serius dan tegas untuk menentukan kebijakan,'' ungkapnya.
Dan Gayungpun Bersambut...
Dari banyaknya desakan berbagai pihak tersebut, Pemkab Pati akhirnya memutuskan untuk mempertemukan pihak-pihak yang terkait (Pengusaha Hiburan, APRP, Dinas-dinas Terkait) untuk duduk bersama membicarakan solusi dan kejelasan banyaknya desakan dari berbagai pihak yang menuntut ditutupnya tempat itu.
Kemudian dilakukan penggodokan oleh tim yang telah dibentuk Bupati Pati, yang akhirnya memunculkan Surat Keputusan (SK) Bupati Pati, 17 Juli 2010 Nomor 556.4/1212/2010 tentang Penutupan, Penghentian, dan Pencabutan Izin Usaha Karaoke di Kabupaten Pati.
SK tersebut dikeluarkan dengan beberapa pertimbangan, di antaranyan karena pertimbangan kondisi, situasi keamanan, serta ketertiban umum agar tetap kondusif. Selain itu, juga menjelaskan bahwa usaha karaoke tersebut memberikan dampak negatif bagi masyarakat luas di Kabupaten Pati.
Dengan munculnya SK tersebut, akhirnya membuat lega berbagai pihak, di antaranya dari peguyuban pengusaha karaoke yang resmi yang selama beberapa minggu nasibnya terkatung-katung dan tidak mendapatkan kejelasan. Selain itu pula jajaran Satpol PP dan Polres Pati serta beberapa elemen dari TNI, karena setelah adanya SK tersebut aksi yang akan digelar secara besar-besaran oleh APRP tidak jadi dilaksanakan.
Kepala Satpol PP Kabupaten Pati, Puji Priyono, melakui kasi Penegak Perda, Moch Khanafi, mengungkapkan, seiring adanya SK itu, beberapa upaya untuk menjaga dan mengamankan kondisi di Pati. Di antaranya akan melakukan sosialisai SK dan pensegelan tempat-tempat itu secara resmi.
''Artinya, bagaimanapun seluruh kafe dan karaoke baik yang berizin maupun tidak berizin setelah turunnya SK ini resmi akan kami tutup. Dan selanjutnya regulasi dan sanksi akan kami atur untuk keberlangsungannya ke depan,'' tegasnya saat ditemui. (Ibnudzar/jpo)/(voa-islam.com)
Posting Komentar