Oleh: Badrul Tamam
Hari Jum'at adalah hari yang paling mulia dan paling agung. Sebaik-baik hari yang disinari matahari. Allah telah mengistimewakan hari Jum'at dengan banyak keutamaan melalui beberapa kejadian besar, di mana pada hari itu bapak manusia (Adam 'alaihis salam) diciptakan, dimasukkan ke surga, dikeluarkan darinya, diampuni kesalahannya, dan pada hari itu juga dia diwafatkan untuk bertemu dengan Rabbnya, menikmati lagi kenikmatan yang abadi, dan kembali menempati kedudukan yang pernah ditinggalkannya. Bahkan hari kiamat juga akan terjadi pada hari Jum'at.
Allah telah menyediakan janji istimewa bagi hamba-Nya yang memuliakan hari tersebut berupa pahala yang besar, ampunan dosa, dan saat mustajab untuk terkabulnya doa. Karenanya, Allah mengistimewakannya dengan beberapa syi'ar, ibadah, serta hukum yang tidak didapatkan pada hari selainnya.
Di antaranya adalah:
1. Tidak boleh menghususkan malam Jum’at untuk shalat khusus dan siang harinya untuk berpuasa.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliyallaahu 'anhu, bahwa Nabi shallallaahu 'alaihi wasallam bersabda;
لَا تَخُصُّوا لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ بِقِيَامٍ مِنْ بَيْنِ اللَّيَالِي ، وَلَا تَخُصُّوا يَوْمَ الْجُمُعَةِ بِصِيَامٍ مِنْ بَيْنِ الْأَيَّامِ ، إلَّا أَنْ يَكُونَ فِي صَوْمٍ يَصُومُهُ أَحَدُكُمْ
“Janganlah menghususkan malam Jum’at untuk mengerjakan shalat dari malam-malam lainnya, dan janganlah menghususkan siang hari Jum’at untuk mengerjakan puasa dari hari-hari lainnya, kecuali bertepatan dengan puasa yang biasa dilakukan oleh salah seorang kalian.” (HR. Muslim, al-Nasai, al-Baihaqi, dan Ahmad)
a. Shalat dan ibadah khusus di malam Jum'at
Hadits pertama menunjukkan haramnya mengistimewakan (menghususkan) malam Jum’at dengan melaksanakan ibadah tertentu, seperti shalat dan tilawah yang tidak biasa dilakukan pada hari-hari lain, kecuali ada dalil khusus yang memerintahkannya seperti membaca surat Al-Kahfi. Hadits tersebut juga menunjukkan tidak disyariatkannya shalat Raghaib pada malam Jum'at pertama dari bulan Rajab. Memang ada hadits yang menerangkannya, kalau saja hadits tersebut shahih maka bisa menjadi takhsis (pengecualian) dari keumuman tadi, namun para ulama menghukumi status hadits tersebut sebagai hadits maudlu' (palsu). (Baca: Keutamaan Bulan Rajab dalam Timbangan dan Keanehan yang Dibuat-buat Pada Bulan Rajab)
b. Puasa khusus di hari Jum'at
Berkaitan dengan larangan puasa khusus pada hari Jum'at dikuatkan dengan beberapa riwayat lain, di antaranya dari Abi Hurairah radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
لَا يَصُومَنَّ أَحَدُكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ ، إلَّا أَنْ يَصُومَ يَوْمًا قَبْلَهُ ، أَوْ يَوْمًا بَعْدَهُ
“Janganlah salah seorang kamu berpuasa pada hari Jum’at, kecuali dia juga berpuasa sehari sebelumnya atau sesudahnya." (Muttafaq ‘alaih)
Jabir radliyallah 'anhu pernah ditanya; "Apakah Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melarang tentang puasa hari Jum'at? Beliau menjawab, "ya." dalam riwayat lain terdapat tambahan, "Kecuali digandengan dengan puasa sehari sebelumnya atau sehari sesudahnya." (HR. Bukhari, Muslim, Ibnu Majah dan lainnya)
Dari Juwairiyah binti al-Harits radliyallahu 'anha, bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam pernah menemuinya pada hari Jum'at, sementara dia sedang berpuasa. Lalu Nabi bertanya padanya, "Apakah kamu berpuasa kemarin?" Dia menjawab, "Tidak." Beliau bertanya lagi, "Apakah kamu ingin berpuasa besok?" Dia menjawab, "Tidak." Maka Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda kepadanya, "Berbukalah (batalkan puasamu)!" (HR. Bukhari, Ahmad, dan Abdul Razaq dalam al-Mushannaf)
Hadits ini menjelaskan bahwa maksud larangan adalah menghususkan berpuasa di hari Jum'at saja. Karenanya, apabila digandeng dengan puasa sehari sebelum atau sesudahnya tidak dilarang. Sementara hikmah larangan ini menjadi perbincangan para ulama. Sebagiannya menyebutkan, supaya seorang muslim memiliki tenaga lebih dan kuat melaksanakan berbagai ibadah yang disyariatkan di dalamnya sebagaimana tidak disyariatkannya puasa Arafah bagi Jama'ah haji yang sedang wukuf. Namun pendapat ini lemah, karena jika ini alasannya tentunya hukum larangannya tidak dinafikan ketika disambung puasa sehari sebelum atau sesudahnya.
Pendapat lainnya, dikarenakan hari Jum'at adalah hari raya. Sedangkan hari raya tidak disyariatkan puasa. Dan sepertinya ini adalah pendapat yang lebih rajih berdasarkan riwayat Abdul Razaq dalam Mushannafnya dan Ibnu Hibban dalam Shahihnya dengan sanad yang hasan, dari Abi Al-Aubar; "Aku pernah duduk bersama Abu Hurairah radliyallah 'anhu, tiba-tiba datang seseorang dan berkata, "Sesungguhnya engkau melarang manusia berpuasa pada hari Jum'at!" Abu Hurairah menjawab, "Aku tidak melarang mereka berpuasa di hari Jum'at, tetapi aku mendengar Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda, "Janganlah kalian berpuasa di hari Jum'at, karena hari Jum'at adalah hari raya kecuali engkau sambung dengan beberapa hari."
2. Dianjurkan membaca surat Al-Sajdah dan Al-Insan pada shalat Shubuh hari Jum’at.
Dalam Shahihain, dari Ibnu 'Abbas radliyallah 'anhuma, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam membaca dalam shalat Fajar (Shubuh) hari Jum'at: Aliif Laam Miim Tanziil (Surat al-Sajdah) pada rakaat pertama dan pada rakaat kedua membaca Surat al-Insan." (HR. Bukhari dan Muslim serta yang lainnya)
Hikmahnya, sebagaimana yang disebutkan Ibnu Taimiyah, bahwa kedua surat yang mulia ini mengandung perkara yang sudah dan akan terjadi pada hari Jum'at berupa penciptaan Adam dan disebutkan hari kiamat serta kejadian yang ada di dalamnya. (Zaadul Ma'ad :1/375)
Catatan penting:
a. Ada sebagian orang yang menyangka maksudnya adalah menghususkan shalat ini dengan sujud tambahan, yang diistilahkan dengan sujud Jum'at. Jika imam mereka tidak membaca surat ini, maka mereka akan membaca surat lain yang di dalamnya terdapat sujud sajdah. Ini adalah keliru, yang benar bahwa sujud ini dilakukan sebagai penyerta bukan sebagai tujuan sehingga seseorang sengaja untuk membacanya.
b. Tidak dianjurkan membaca ayat sajdah lainnya, berdasarkan kesepakatan para imam..Karenanya, jika ditakutkan orang-orang jahil akan menyangka bahwa membaca ayat sajdah adalah wajib atau shalat Shubuh semakin afdhal dengan melakukan sujud tilawah, maka imam dianjurkan agar tidak kontinyu membacanya (membiasakannya/terus-menerus melaksanakannya). Ini merupakan pendapat Imam Ahmad, Ibnu Taimiyah, dan muridnya Ibnul Qayyim dalam Zaadul Ma'ad :1/375.
3. Dianjurkan membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum'at dan siangnya.
Dari Abu Sa'id al-Khudri radliyallahu 'anhu, dari Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
مَنْ َقَرَأَ سُوْرَةَ الْكَهْفِ لَيْلَةَ الْجُمْعَةِ أَضَاءَ لَهُ مِنَ النُّوْرِ فِيْمَا بَيْنَهُ وَبَيْنَ الْبَيْتِ الْعَتِيْقِ
"Barangsiapa membaca surat al-Kahfi pada malam Jum’at, maka dipancarkan untuknya Allah Subhanahu wa Ta'ala akan menyinarinya dengan cahaya antara dia dan Baitul 'atiq." (Sunan Ad-Darimi, no. 3273. Juga diriwayatkan al-Nasai dan Al-Hakim serta dishahihkan oleh Al-Albani dalam Shahih Al-Jami' al-Shaghir, no. 736)
Dalam riwayat lain, "Barangsiapa membaca surat Al-Kahfi pada malam Jum’at, akan dipancarkan cahaya untuknya di antara dua Jum'at." (HR. Al-Hakim: 2/368 dan Al-Baihaqi: 3/249)
Imam Al-Syafi'i rahimahullah dalam Al-Umm menyatakan bahwa membaca surat Al-Kahfi bisa dilakukan pada malam Jum'at dan siangnya berdasarkan riwayat tentangnya. (Al-Umm, Imam al-Syafi'i: 1/237).
4. Dianjurkan memperbanyak shalawat kepada Rasulullah shallallaahu 'alaihi wasallam pada malam jum'at dan siang harinya.
Diriwayatkan dari Aus bin Aus radliyallah 'anhu, Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ مِنْ أَفْضَلِ أَيَّامِكُمْ يَوْمَ الْجُمُعَةِ فِيهِ خُلِقَ آدَمُ وَفِيهِ قُبِضَ وَفِيهِ النَّفْخَةُ وَفِيهِ الصَّعْقَةُ فَأَكْثِرُوا عَلَيَّ مِنْ الصَّلَاةِ فِيهِ فَإِنَّ صَلَاتَكُمْ مَعْرُوضَةٌ عَلَيَّ
"Sesungguhnya di antara hari kalian yang paling afdhal adalah hari Jum'at. Pada hari itu Adam diciptakan dan diwafatkan, dan pada hari itu juga ditiup sangkakala dan akan terjadi kematian seluruh makhluk. Oleh karena itu perbanyaklah shalawat di hari Jum'at, karena shalawat akan disampaikan kepadaku."
Para shahabat berkata: "Ya Rasulallah, bagaimana shalawat kami atasmu akan disampaikan padamu sedangkan kelak engkau telah lebur dengan tanah?"
Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam menjawab: "Sesungguhnya Allah mengharamkan bumi memakan jasad para Nabi." (HR. Abu Dawud, Nasai, Ibnu Majah, Ahmad, dan al Hakim dengan sanad yang shahih)
Hal ini juga didasarkan pada hadits Anas bin Malik, bahwa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda;
أَكْثِرُوا الصَّلاَةَ عَلَىَّ يَوْمَ الْجُمُعَةِ وَلَيْلَةَ الْجُمُعَةِ فَمَنْ صَلَّى عَلَىَّ صَلاَةً صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ عَشْرًا
"Perbanyaklah shalawat kepadaku pada pada hari Jum'at dan malam Jum'at. Barangsiapa yang bershalawat kepadaku satu kalim niscaya Allah bershalwat kepada sepuluh kali." (HR. al Baihaqi dalam Sunan Kubranya dan dinytakan oleh Syaikh al Albani dalam ash Shahihah, sanadnya shalih).
Imam Syafi'i rahimahullah menyatakan bahwa beliau menyukai untuk membaca shalawat kepada Nabi shallallahu 'alaihi wasallam kapan saja, sedangkan pada hari Jum'at dan malamnya sangat disukai oleh beliau. (Al-Umm, Imam Syafi'i: 1/237)
5. Diharamkan safar pada hari Jum'at ketika sudah masuk waktunya bagi orang yang punya kewajiban melaksanakan Jum'atan, berdasarkan pendapat yang paling rajih. (Baca: Hukum Bersafar Pada Hari Jum'at)
6. Diharamkan melakukan jual beli pada hari Jum'at saat muadzin mengumandangkan adzan dan ketika Imam naik di atas mimbar, berdasarkan firman Allah Ta'ala:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا إِذَا نُودِيَ لِلصَّلَاةِ مِنْ يَوْمِ الْجُمُعَةِ فَاسْعَوْا إِلَى ذِكْرِ اللَّهِ وَذَرُوا الْبَيْعَ ذَلِكُمْ خَيْرٌ لَكُمْ إِنْ كُنْتُمْ تَعْلَمُونَ
"Hai orang-orang yang beriman, apabila diseru untuk menunaikan shalat pada hari Jumat, maka bersegeralah kamu kepada mengingat Allah dan tinggalkanlah jual beli. Yang demikian itu lebih baik bagimu jika kamu mengetahui." (QS. Al-Jumu'ah: 9)
Jika adzan lebih dari satu, maka jual beli tidak diharamkan kecuali pada adzan saat naiknya imam ke atas mimbar, karena adzan inilah yang diberlakukan pada masa Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam. Karenanya ini yang dijadikan patokan, bukan adzan selainnya.
Haramnya jual ini hanya berlaku bagi orang yang wajib melaksanakan jum'atan. Maka jika dua orang anak kecil atau dua orang wanita atau dua orang musafir melakukan jual beli diperbolehkan, tidak berdosa. Namun, jika salah satunya orang yang wajib melaksanakan jum'atan keduanya berdosa karena saling tolong menolong dalam dosa.
7. Memperbanyak doa dengan harapan bertepatan dengan waktu mustajab
Diriwayatkan oleh Abu Hurairah radliyallah 'anhu, dia bercerita: "Abu Qasim (Rasululah) shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
إِنَّ فِي الْجُمُعَةِ لَسَاعَةً لَا يُوَافِقُهَا مُسْلِمٌ قَائِمٌ يُصَلِّي يَسْأَلُ اللَّهَ خَيْرًا إِلَّا أَعْطَاهُ إِيَّاهُ
"Sesungguhnya pada hari Jum'at itu terdapat satu waktu yang tidaklah seorang hamba muslim berdiri berdoa memohon kebaikan kepada Allah bertepatan pada saat itu, melainkan Dia akan mengabulkannya." Lalu beliau mengisyaratkan dengan tangannya, yang kami pahami, untuk menunjukkan masanya yang tidak lama (sangat singkat)." (Muttafaq 'Alaih)
Abu Burdah bin Abi Musa al-'Asy'ari bercerita: "Abdullah bin Umar pernah berkata kepadaku: 'apakah engkau pernah mendengar ayahmu menyampaikan hadits dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengenai satu waktu yang terdapat pada hari Jum'at?' Aku (Abu Burdah) menjawab, "Ya, aku pernah mendengarnya berkata, aku pernah mendengar Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
هِيَ مَا بَيْنَ أَنْ يَجْلِسَ الْإِمَامُ إِلَى أَنْ تُقْضَى الصَّلَاةُ
"Saat itu berlangsung antara duduknya imam sampai selesainya shalat." (HR. Muslim)
Imam ash Shan'ani rahimahullah dalam Subul as Salam, menyebutkan keberadaannya terkadang di awal, tengah, atau di akhir. Misalnya diawali sejak dimulainya khutbah dan habis ketika selesainya shalat. (Subul as Salam: II/101)
8. Lebih khusus lagi, memperbanyak doa pada penghujung hari Jum’at, yakni setelah shalat Ashar menurut pendapat yang lebih rajah.
Para ulama salaf berbeda pendapat mengenai waktu mustajab di hari Jum'at. Bahkan Ibnul Hajar dalam Fath al Baari (II/416-421) menyebutkan ada 43 pendapat di antara para ulama mengenai suatu waktu yang terdapat pada hari Jum'at itu. Selanjutnya beliau menjelaskan, mayoritas ulama, seperti Imam Ahmad dan lainnya, mentarjih bahwa waktu tersebut terdapat pada akhir waktu dari hari Jum'at. Di akhir ucapannya, Ibnul Hajar cenderung kepada pendapat Ibnul Qayim, yaitu pengabulan doa itu diharapkan juga pada saat shalat. Sehingga kedua waktu tersebut merupakan waktu ijabah (pengabulan) doa, meskipun saat yang khusus itu ada di ujung hari setelah shalat shalat 'Ashar.
Imam al Khaththabi rahimahullah, yang disebutkan dalam Fath al Baari, juga menyimpulkan waktu istijabah tersebut ada dua: Pertama, pada waktu shalat. Kedua, satu waktu di sore hari ketika matahari mulai merendah untuk tenggelam.
Sementara hadits yang menunjukkan waktu tersebut berada di penghujung hari cukup banyak. Di antaranya hadits Jabir bin Abdillah radliyallah 'anhu, dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, beliau bersabda:
يَوْمُ الْجُمُعَةِ اثْنَتَا عَشْرَةَ سَاعَةً لَا يُوجَدُ فِيهَا عَبْدٌ مُسْلِمٌ يَسْأَلُ اللَّهَ شَيْئًا إِلَّا آتَاهُ إِيَّاهُ فَالْتَمِسُوهَا آخِرَ سَاعَةٍ بَعْدَ الْعَصْرِ
"Hari Jum'at terdiri dari 12 waktu, di dalamnya terdapat satu waktu yang tidaklah seorang muslim pada saat itu memohon sesuatu kepada Allah, melainkan Dia akan mengabulkan permintaannya. Oleh karena itu, carilah saat tersebut pada akhir waktu setelah 'Ashar." (HR. Al Nasai dan Abu Dawud. Disahihkan oleh Ibnul Hajar dalam al Fath dan dishahihkan juga oleh al Albani rahimahullah dalam Shahih an Nasai dan Shahih Abu Dawud)
Hadits Abdullah bin Salam, dia bercerita: "Aku berkata, 'sesungguhnya kami mendapatkan di dalam Kitabullah bahwa pada hari Jum'at terdapat satu saat yang tidaklah seorang hamba mukmin bertepatan dengannya lalu berdoa memohon sesuatu kepada Allah, melainkan akan dipenuhi permintaannya.'
alu Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam mengisyaratkan dengan tangannya bahwa itu hanya sebagian saat. Kemudian Abdullah bin Salam bertanya; 'Kapan saat itu berlangsung?' beliau shallallahu 'alaihi wasallam menjawab, "Saat itu berlangsung pada akhir waktu siang." Setelah itu Abdullah bertanya lagi, 'Bukankah saat itu bukan waktu shalat?' Beliau menjawab,
بَلَى إِنَّ الْعَبْدَ الْمُؤْمِنَ إِذَا صَلَّى ثُمَّ جَلَسَ لَا يَحْبِسُهُ إِلَّا الصَّلَاةُ فَهُوَ فِي الصَّلَاةِ
"Benar, sesungguhnya seorang hamba mukmin jika mengerjakan shalat kemudian duduk, tidak menahannya kecuali shalat, melainkan dia berada di dalam shalat." (HR. Ibnu Majah. Syaikh al Albani menilainya hasan shahih).
Juga berdasarkan hadits Anas bin Malik, Nabi shallallahu 'alaihi wasallam bersabda:
الْتَمِسُوا السَّاعَةَ الَّتِي تُرْجَى فِي يَوْمِ الْجُمُعَةِ بَعْدَ الْعَصْرِ إِلَى غَيْبُوبَةِ الشَّمْسِ
"Carilah saat yang sangat diharapkan pada hari Jum'at, yaitu setelah 'Ashar sampai tenggelamnya matahari." (HR. at Tirmidzi; dinilai Hasan oleh al Albani di dalam Shahih at Tirmidzi dan Shahihh at Targhib)
Al-Hafidz Ibnul Hajar rahimahullah berkata: "Diriwayatkan Sa'id bin Mansur dengan sanad shahih kepada Abu Salamah bin Abdirrahman, ada beberapa orang dari sahabat Nabi shallallahu 'alaihi wasallam berkumpul lalu saling menyebut satu saat yang terdapat pada hari Jum'at. Kemudian mereka berpisah tanpa berbeda pendapat bahwa saat tersebut berlangsung pada akhir waktu dari hari Jum'at." (Fath al Baari :II/421 dan Zaad al Ma'ad oleh Ibnul Qayim I:391).(PurWD/voa-Islam.com)
Posting Komentar