Go Ihsan - Fatihah, awal surat dalam al-Qur’an itu ternyata menyiratkan
perintah untuk belajar sejarah. Mungkin banyak yang tidak sadar, walau setiap
hari setiap muslim pasti mengucapkannya. Tidak sekali bahkan. Tetapi banyak
yang tidak menyadari sebagaimana banyak yang tidak mempunyai kesadaran untuk
membaca, mengkaji, mendalami sejarah Islam.
Bermula dari doa seorang muslim setiap harinya:
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.” (QS.
al-Fatihah [1] : 6)
Jalan lurus, yang oleh para mufassir ditafsirkan sebagai dienullah Islam
itu, dengan gamblang digambarkan dengan ayat selanjutnya dalam al-Fatihah:
“(yaitu) Jalan orang-orang yang
telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan (jalan) mereka yang dimurkai dan
bukan (pula jalan) mereka yang sesat.”
Di sinilah perintah tersirat untuk belajar sejarah itu bisa
kita dapatkan. Ada tiga kelompok yang disebutkan dalam ayat terakhir ini;
Kelompok yang telah diberi nikmat oleh Allah
Kelompok yang dimurkai Allah
Kelompok yang sesat
Ketiga kelompok ini adalah generasi yang telah berlalu.
Generasi di masa lalu yang telah mendapatkan satu dari ketiga hal tersebut.
Kelompok pertama, generasi yang
merasakan nikmat Allah.
Imam Ibnu Katsir dalam tafsirnya (Tafsir Ibnu Katsir 1/140,
al-Maktabah al-Syamilah) menjelaskan bahwa kelompok ini dijelaskan lebih detail
dalam Surat an-Nisa: 69-70,
“Dan barangsiapa yang mentaati Allah
dan Rasul(Nya), mereka itu akan bersama-sama dengan orang-orang yang
dianugerahi nikmat oleh Allah, yaitu: Nabi-nabi, para shiddiiqiin, orang-orang
yang mati syahid, dan orang-orang saleh. Dan mereka itulah teman yang
sebaik-baiknya. (QS. an-Nisa [4] : 69-70)
“Yang demikian itu adalah karunia
dari Allah, dan Allah cukup mengetahui.”
Ada kata penghubung yang sama antara ayat ini dengan ayat
dalam al-Fatihah di atas. Yaitu kata (أنعم) yaitu mereka yang telah dianugerahi nikmat.
Sehingga Imam Ibnu Katsir menafsirkan ayat dalam
al-Fatihah tersebut dengan ayat ini.
Mereka adalah: Para nabi, para shiddiqin, para syuhada’ dan
para shalihin. Kesemua yang hadir dalam dalam doa kita, adalah mereka yang
telah meninggal.
Ini adalah perintah tersirat pertama agar kita rajin melihat
sejarah hidup mereka. Untuk tahu dan bisa meneladani mereka. Agar kita bisa
mengetahui nikmat seperti apakah yang mereka rasakan sepanjang hidup. Agar
kemudian kita bisa mengikuti jalan lurus yang pernah mereka tempuh sekaligus
bisa merasakan nikmat yang telah mereka merasakan.
Perjalanan hidup mereka tercatat rapi dalam sejarah. Ukiran
sejarah abadi mengenang, agar menjadi pelajaran bagi setiap pembacanya.
Kelompok kedua, mereka yang dimurkai
Allah.
Imam Ibnu Katsir (Tafsir Ibnu Katsir 1/141, al-Maktabah
al-Syamilah) kembali menjelaskan bahwa mereka yang mendapat nikmat adalah
mereka yang berhasil menggabungkan antara ilmu dan amal. Adapun kelompok yang
dimurkai adalah kelompok yang mempunyai ilmu tetapi kehilangan amal. Sehingga
mereka dimurkai.
Kelompok ini diwakili oleh Yahudi. Sejarah memang mencatat
bahwa mereka yang menentang Nabi Muhammad SAW sekalipun, sesungguhnya tahu
dengan yakin bahwa Muhammad SAW adalah Nabi yang dijanjikan dalam kitab suci
mereka akan hadir di akhir zaman.
Sekali lagi, mereka bukanlah masyarakat yang tidak berilmu.
Justru mereka telah mengantongi informasi ilmu yang bahkan belum terjadi dan
dijamin valid. Informasi itu bersumber pada wahyu yang telah mereka ketahui
dari para pemimpin agama mereka.
“Demi Allah, sungguh telah jelas bagi kalian semua bahwa dia
adalah Rasul yang diutus. Dan dialah yang sesungguhnya yang kalian jumpai dalam
kitab kalian….” kalimat ini bukanlah kalimat seorang shahabat yang sedang
berdakwah di hadapan Yahudi. Tetapi ini adalah pernyataan Ka’ab bin Asad,
pemimpin Yahudi Bani Quraidzah. Dia sedang membuka ruang dialog dengan
masyarakatnya yang dikepung oleh 3.000 pasukan muslimin, untuk menentukan
keputusan yang akan mereka ambil.
Maka benar, bahwa Yahudi telah memiliki ilmu yang matang, tetapi
mereka tidak mau mengikuti kebenaran tersebut. Inilah yang disebut oleh Surat
al-Fatihah sebagai masyarakat yang dimurkai. Para ulama menjelaskan bahwa
tidaklah kaum Bani Israil itu diberi nama Yahudi dalam al-Qur’an kecuali
dikarenakan setelah menjadi masyarakat yang rusak.
Rangkaian doa kita setiap hari ini menyiratkan pentingnya
belajar sejarah. Untuk bisa mengetahui detail bangsa dimurkai tersebut,
bagaimana mereka, seperti apa kedurhakaan mereka, ilmu apa saja yang mereka
ketahui dan mereka langgar sendiri, apa saja ulah mereka dalam menutup mata
hati mereka sehingga mereka berbuat tidak sejalan dengan ilmu kebenaran yang
ada dalam otak mereka. Sejarah mereka mengungkap semuanya.
Kelompok ketiga, mereka yang sesat.
Para ulama tafsir menjelaskan bahwa bagian dari
penafsirannya adalah masyarakat Nasrani. Masyarakat ini disebut sesat karena
mereka memang tidak mempunyai ilmu. Persis seperti orang yang hendak berjalan
menuju suatu tempat tetapi tidak mempunyai kejelasan ilmu tentang tempat yang
dituju. Pasti dia akan tersesat jalan.
Kelompok ketiga ini kehilangan ilmu walaupun mereka masih
beramal.
Masyarakat ini mengikuti para pemimpin agamanya tanpa ilmu.
Menjadikan mereka perpanjangan lidah tuhan. Sehingga para pemimpin agamanya
bisa berbuat semaunya, menghalalkan dan mengharamkan sesuatu.
Sebagaimana yang jelas tercantum dalam ayat:
“Mereka menjadikan orang-orang
alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain Allah dan (juga mereka
mempertuhankan) Al Masih putera Maryam, padahal mereka hanya disuruh menyembah
Tuhan yang Esa, tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia. Maha suci
Allah dari apa yang mereka persekutukan.” (QS.
at-Taubah [9] : 31)
Kisah’ Adi bin Hatim berikut ini menjelaskan dan menguatkan
ayat di atas,
Dari ‘Adi bin Hatim radhiallahu anhu
berkata: Aku mendatangi Nabi shallallahu alaihi wasallam dan di leherku ada
salib terbuat dari emas, aku kemudian mendengar beliau membaca ayat: Mereka
menjadikan orang-orang alimnya dan rahib-rahib mereka sebagai tuhan selain
Allah.Aku menyatakan: Ya Rasulullah sebenarnya mereka tidak menyembah
rahib-rahib itu.Nabi menjawab:
Benar. Tetapi para rahib itu menghalalkan untuk
mereka apa yang diharamkan Allah dan mengharamkan apa yang dihalalkan Allah,
maka itulah peribadatan kepada para rahib itu. (HR.
Tirmidzi dan Baihaqi, dihasankan oleh Syekh al-Albani)
Bagaimanakah mereka masyarakat nasrani menjalani kehidupan
beragama mereka? Bagaimanakah mereka menjadikan pemimpin agama mereka menjadi
perwakilan tuhan dalam arti boleh membuat syariat sendiri? Di manakah kesesatan
mereka dan apa efeknya bagi umat Islam dan peradaban dunia?
Semuanya dicatat oleh sejarah.
Inilah doa yang selama ini kita mohonkan dalam jumlah yang
paling sering dalam keseharian kita.
Al-Fatihah yang merupakan surat pertama. Bahkan surat
pertama yang biasanya dihapal terlebih dahulu oleh masyarakat ini. Surat utama
yang paling sering kita baca. Surat yang mengandung doa yang paling sering kita
panjatkan.
Siratan perintah untuk belajar sejarah sangat kuat terlihat.
Maka sangat penting kita memperhatikan kandungan surat yang paling akrab dengan
kita ini.
Agar terbukti dengan baik dan benar doa kita;
“Tunjukilah kami jalan yang lurus.
(yaitu) Jalan orang-orang yang telah Engkau beri nikmat kepada mereka; bukan
(jalan) mereka yang dimurkai dan bukan (pula jalan) mereka yang sesat.” (QS.
al-Fatihah [1] : 6-7) (era Muslim/gi)
Posting Komentar