Go Ihsan - APABILA suami ridha untuk
memberikan ijin kepada istri untuk bekerja, dan istri ridha bahwa hal tersebut
untuk membantu suaminya. Maka hal ini akan menjadi kebaikan, yang Insya Allah
akan dicatat oleh Allah sebagai sedekah dan amal shalih “bukan percuma”.
Namun ada
beberapa hal yang perlu diperhatikan disini supaya para istri yang diberikan
ijin suami bekerja tetap dalam tuntunan syariat :
1. Dengan
bekerja maka istri tetap tidak boleh melalaikan kewajibannya kepada suami.
Yaitu menyenangkan hati suami dan mendidik anak-anaknya. Kalau sampai karena
bekerja kemudian istri melalaikan kewajibannya maka itu sama artinya “memburu
yang kecil tetapi kehilangan yang besar”.
2. Pekerjaan
yang dilakukan istri tidak boleh bertentangan dengan hukum Al Qur’an dan Sunnah
Rasulullah SAW. Contohnya tempat kerja istri tidak membolehkan pekerja wanita
memakai jilbab, sehingga istri tidak menutup auratnya di tempat kerja. Atau
pekerjaan istri tersebut adalah pekerjaan yang diharamkan oleh Allah dan Rasul
Nya, seperti bekerja di tempat yang menghalalkan khamer dan riba’.
3. Istri
harus tetap tunduk kepada perintah suami apabila diperintahkan untuk melakukan
kebaikan. Kaum laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, seperti telah
Allah firmankan dalam al-Quran.
“Kaum
laki-laki itu adalah pemimpin bagi kaum wanita, oleh karena Allah telah
melebihkan sebahagian mereka (laki-laki) atas sebahagian yang lain (wanita),
dan karena mereka (laki-laki) telah menafkahkan sebagian dari harta mereka.”
(QS. An-Nisaa’ : 34).
Jika karena
istri bekerja dan berpenghasilan setara atau lebih besar dari penghasilan
suami, kemudian tidak tunduk dan tawaddu’ kepada suaminya. Maka Allah
Swt., dan Malaikat Nya akan melaknat istri yang demikian.
Banyak sekali kasus yang seperti ini telah terjadi, bahkan kalau suami sudah mengatakan “Kamu berhenti bekerja dan lakukan kewajiban sebagai istri di rumah, biar saya yang bertanggung jawab mencari nafkah”. Maka tidak ada alasan apapun yang dibenarkan oleh agama bagi istri, untuk menolaknya saat itu juga istri harus “Sami’naa wa atha’naa,” aku dengar dan aku patuh.
Banyak sekali kasus yang seperti ini telah terjadi, bahkan kalau suami sudah mengatakan “Kamu berhenti bekerja dan lakukan kewajiban sebagai istri di rumah, biar saya yang bertanggung jawab mencari nafkah”. Maka tidak ada alasan apapun yang dibenarkan oleh agama bagi istri, untuk menolaknya saat itu juga istri harus “Sami’naa wa atha’naa,” aku dengar dan aku patuh.
4. Apabila
istri dalam melakukan pekerjaan tersebut kemudian ada tuntutan safar /bepergian
dan menginap. Maka istri harus dan wajib ditemani oleh mahramnya, walaupun
suami mengijinkannya. Ini adalah perkara yang banyak sekali dilanggar,
“Laki-laki tidak boleh berduaan dengan wanita yang bukan mahramya dan Istri
tidak boleh bepergian tanpa mahram.” Begitulah sabda Nabi SAW.
Masih banyak
lagi sebenarnya yang bisa dikaji dalam persoalan ini namun hal diatas adalah
yang utama. Mudah-mudahan ulasan ini bisa sedikit memberikan landasan bagi para
istri yang bekerja.
Posting Komentar