Halloween party ideas 2015
Tampilkan postingan dengan label Muslimah. Tampilkan semua postingan

Go Ihsan - Pada hakikatnya, Islam tidak melepaskan kehidupan rumah tangga berjalan begitu saja tanpa arah petunjuk. Sehingga hawa nafsu menjadi penentu yang berkuasa. Tidak demikian adanya. Islam telah menggariskan hak, kewajiban, tugas dan tanggung-jawab antara suami dan istri sesuai dengan kodrat, kemampuan, mempertimbangkan tabiat dan aspek psikis. Hal tersebut ditetapkan di atas landasan yang adil lagi bijaksana. Allah Ta'ala berfirman: "Dan para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana". [al-Baqarah/2:228].

Jika pasangan suami istri mengerti dan memahami kewajiban masing-masing, niscaya biduk suatu rumah tangga kaum muslimin akan berjalan normal, semarak oleh suasana mawaddah dan rahmat. Suami memenuhi kewajiban-kewajibannya. Begitu pula, istri juga menjalankan kewajiban-kewajibannya. Dengan ini, rumah tangga akan menuai kebahagiaan dan ketentraman. Rumah tangga benar-benar berfungsi sebagaimana mestinya.


Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :

"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isteri-isteri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tenteram kepadanya, dan dijadikan-Nya di antaramu rasa kasih dan sayang. Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir." [ar-Rûm/30:21].

Akan tetapi, kondisi ideal ini, terkadang terganggu oleh riak-riak yang pada akhirnya mempengaruhi tingkat mawaddah dan rahmat antara suami-istri. Suami berbalik membenci istrinya. Pada sebagian suami, tidak mampu bersabar sehingga tangan kuatnya diayunkan ke tubuh istri, dan menyebabkan istri mengerang kesakitan. Bekas-bekas penganiayaan pun terlihat jelas. Istrinya merasa tidak aman dan nyaman hidup dengan lelaki itu. Situasi kian memanas. Akibat emosi tak terkendali, kadang timbul aksi yang tidak diharapkan, semisal penganiayaan hingga pembunuhan, baik dari suami maupun istri. Nas`alullah as-salaamah.

Syaikh 'Abdur-Rahmaan as-Sudais menyampaikan fakta: "Ada sejumlah lelaki (suami) yang tidak dikenal kecuali hanya dengan bahasa perintah dan larangan, hardikan, sifat arogan, buruk pergaulan, tidak ringan tangan, susah bertoleransi, emosional dan sangat reaktif. Jika berbicara, perkataannya menunjukkan dirinya bukan orang yang beradab. Dan bila berbuat, perilakunya mencerminkan kecerobohan. Di dalam rumah, suka menghitung-hitung kebaikannya di hadapan istri. Bila keluar rumah, prasangka buruk kepada istri menggelayuti pikirannya. Bukan pribadi yang lembut dan tidak sayang. Istrinya hidup dalam kesulitan, bergulat dengan kesengsaraan dan terpaksa mengalami prahara"[1]

MENDATANGKAN DUA PENENGAH DARI MASING-MASING PIHAK

Dalam konteks ini, bila persoalan semakin meruncing, maka Allah Subhanahu wa Ta'ala mengarahkan untuk menghadirkan dua penengah dari keluarga suami dan istri.

"Dan jika kamu khawatirkan ada persengketaan antara keduanya, maka kirimlah seorang hakam dari keluarga laki-laki dan seorang hakam dari keluarga perempuan. Jika kedua orang hakam itu bermaksud mengadakan perbaikan, niscaya Allah memberi taufik kepada suami-isteri itu. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal" [an-Nisaa`/4:35][2].

Tugas mereka berdua, mengerahkan segala upaya untuk mengetahui akar permasalahan yang menjadi sebba perseteruan antara suami istri dan menyingkirkannya, serta memperbaiki hubungan suami-istri yang sedang dilanda masalah. Dua penengah ini (hakamain) disyaratkan orang muslim, adil, dikenal istiqamah, keshalihan pribadi dan kematangan berpikir, dan bersepakat atas satu keputusan. Keputusan mereka berkisar pada perbaikan hubungan dan pemisahan antara mereka berdua. Berdasarkan pendapat jumhur ulama, keputusan dua penengah ini mempunyai kekuatan untuk mempertahankan hubungan atau memisahkan mereka.

TALAK BISA "MENJEMBATANI" KEBUNTUAN ANTARA SUAMI-ISTRI

Pada asalnya, talak bukanlah jalan keluar yang dianjurkan untuk menyelesaikan keretakan hubungan antara suami-istri, jika tidak ada faktor penting dan mendesak yang menjadi penyebabnya. Namun, ketika istri memperlihatkan tanda-tanda kebencian kepada suami, karena istri sering mengalami penindasan, misalnya secara fisik berupa pukulan yang menciderai, siksaan yang berat, kewajiban nafkah tak dipenuhi, terus-menerus dicaci, mendapatkan tuduhan yang bermacam-macam umpamanya, sehingga kehidupan rumah tangga tidak mendukung menjadi keluarga harmonis, maka dalam kondisi ini, talak bisa menjadi jalan keluar bagi mereka berdua.

Konsepsi kehidupan rumah tangga dalam Islam sendiri bersendikan "pergaulan yang baik, atau dilepaskan dengan cara baik pula". Hal ini berdasarkan firman Allah Ta'ala:
"Setelah itu boleh rujuk lagi dengan cara yang ma'ruf atau menceraikan dengan cara yang baik" [al-Baqarah/2:229].

Kalau suami ingin tetap hidup bersama istri, kewajibannya ialah mempergauli istrinya dengan sebaik-baiknya. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Dan bergaullah dengan mereka secara patut". [an-Nisâ/4: 19]

Tindakan aniaya terhadap orang lain terlarang. Demikian juga perbuatan-perbuatan yang merugikan dan membahayakan orang lain. Apalagi kepada orang yang menjadi pendamping hidup dan bersifat lemah. Orang terbaik ialah orang yang berlaku baik kepada keluarganya. Rasulullah Shallallahu 'alaihi wa sallam bersabda:

"Sebaik-baik kalian adalah orang yang bersikap baik kepada keluarganya. Dan aku adalah orang yang terbaik bagi keluargaku" [HR at-Tirmidzi dan Abu Dâwud].

Kedekatan antara suami dan istri sangat kuat. Dari seringnya interaksi antara keduanya, masing-masing dapat mudah terpengaruh oleh kondisi pasangannya. Pengaruh baik akan berdampak positif bagi pasangan. Begitu pula, keadaan-keadaan yang buruk pun akan mudah berpengaruh pada pasangannya.

Tatkala kesepahaman tidak bisa dipadukan, dan seluruh terapi tidak memberi pengaruh positif bagi perubahan ke arah yang baik, maka kehidupan berumah tangga dengan pasangan bisa menjadi beban berat untuk dipikul. Allah Subhanahu wa Ta'ala berfirman :
"Jika keduanya bercerai, maka Allah akan memberi kecukupan kepada masing-masing dari limpahan karunia-Nya. Dan adalah Allah Maha Luas (karunia-Nya) lagi Maha Bijaksana" [an-Nisaa/4:130]

BILA SUAMI TIDAK INGIN MENCERAIKAN

Bila kehidupan rumah tangga sudah menjadi beban berat bagi istri sehingga dikhawatirkan tidak mampu lagi menjadi pendamping suami, baik karena perilaku maupun tindak kekerasan yang dilakukan suami atau lainnya, maka dalam keadaan seperti ini, Islam membolehkan wanita mengajukan gugatan cerai kepada suami dengan memberikan ganti rugi harta. Dalam syari’at Islam, gugatan cerai istri atas suaminya ini dinamakan al-khulu’.[3]

Al-Hishnî rahimahullah menjelaskan jenis ketiga dari keringanan dalam pernikahan dengan menyatakan: Di antaranya, ialah kemudahan pensyariatan talak (cerai) karena beban berat tinggal berumah tangga, dan demikian juga al-khulu’. Juga semua yang disyari’atkan hak pilih faskh (menggagalkan akad) karena kesabaran wanita atas keadaan tersebut merupakan beban berat (al-masyaqqah), karena syari’at tidak memberikan hak cerai kepada wanita.[4]

Sedangkan Ibnu Qudamah rahimahullah, ketika menjelaskan hikmah disyari’atkannya al-khulu’, ia menyatakan: "Al-khulu’ (disyari’atkan) untuk menghilangkan dharar (kerugian) yang  menimpa wanita karena jeleknya pergaulan dan tinggal bersama orang yang tidak ia sukai dan benci".[5]

Lebih jelas lagi, yaitu pernyataan Ibnul-Qayyim, bahwasanya Allah mensyari’atkan al-khulu’ untuk menghilangkan mafsadat yang berat, menimpa pasangan suami istri dan membebaskan satu dari pasangannya [6]. Apabila suami menyetujuinya, maka rusaklah akad pernikahan keduanya (faskh) dan sang wanita menunggu sekali haidh agar dapat menerima pinangan orang lain.

Namun, apabila suami tidak menerima al-khulu’ (gugatan cerai) istrinya tersebut, maka sang istri dapat mengajukan gugatan cerai kepada pemerintah atau lembaga yang ditunjuk pemerintah menangani permasalahan tersebut agar mendapatkan keridhaan suami untuk menerima gugatan cerai tersebut. Sebab, terjadinya al-khulu’, tetap dengan keridhaan suami. Demikianlah pendapat mayoritas ulama bahwasanya al-khulu’ tidak sah kecuali dengan keridhaan suami.[7]

Oleh karena itu, Ibnu Hazm rahimahullah berkata: "Maka wanita diperbolehkan mengajukan gugatan cerai (al-khulu’) dari suami dan menceraikannya bila suami meridhainya".[8]

Demikian, cukup jelas solusi yang diberikan Islam dalam menangani masalah KDRT. Keuntungan dunia dan akhirat akan bisa digapai bila menaatinya. Mudah-mudahan, Allah Subhanahu wa Ta'ala membukakan hati kita untuk menerapkan seluruh syari'at-Nya dalam semua aspek kehidupan kita sehari-hari. Wallahu a'lam.

Maraji`:
1. Dhamanâtu Huqûqi al-Mar`ati az-Zaujiyyah, Dr. Muhammad Ya`qub Muhammad ad-Dahlawi, Penerbit Jâmi'ah Islâmiyyah Madînah, Cetakan I, Tahun 1424 H.
2. Kaukabatul- Khutabil-Munîfati min Mimbaril-Ka'batil-Musyarrafah,kumpulan khutbah Dr. 'Abdur-Rahmân as-Sudais, halaman 427-478. Lihat makalah berjudul Abghadhul Halâl, an-Nidâ`ul Hâni ila an-Nishfits-Tsâni, az-Zawâju Hashânatun wab Tihâj, Washâya wa Taujiihâtun ilâ al-Azwâj waz-Zaujât.
3. Shahîh Fiqhis Sunnah, Abu Mâlik Kamâl bin Sayyid Salim, Penerbit Maktabah at-Tauqifiyyah.
Artikel dari : http://www.almanhaj.or.id [Disalin dari majalah As-Sunnah Edisi 11/Tahun XI/1429H/2008M. Diterbitkan Yayasan Lajnah Istiqomah Surakarta, Jl. Solo – Purwodadi Km.8 Selokaton Gondangrejo Solo 57183 Telp. 0271-761016]

Go Ihsan - Terheran-heran. Tapi itulah kenyataan. Seseorang – yang mungkin dengan mudahnya – melepas jilbabnya dan merasa enjoy mempertontonkan kecantikannya. Entah dengan alasan apa, kepuasan pribadi, materi dunia, popularitas yang semuanya berujung pada satu hal, yaitu hawa nafsu yang tak terbelenggu.

Padahal… nun di surga sana, terdapat makhluk yang begitu cantik yang belum pernah seorang pun melihat ada makhluk secantik itu. Dan mereka sangat pemalu dan terjaga sehingga kecantikan mereka hanya dinikmati oleh suami-suami mereka di surga. Berikut ini adalah kumpulan ayat dan hadits yang menceritakan tentang para bidadari surga.

Harumnya Bidadari
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sekiranya salah seorang bidadari surga datang ke dunia, pasti ia akan menyinari langit dan bumi dan memenuhi antara langit dan bumi dengan aroma yang harum semerbak. Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari dan Muslim)


Kecantikan Fisik
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Rombongan yang pertama masuk surga adalah dengan wajah bercahaya bak rembulan di malam purnama. Rombongan berikutnya adalah dengan wajah bercahaya seperti bintang-bintang yang berkemilau di langit. Masing-masing orang di antara mereka mempunyai dua istri, dimana sumsum tulang betisnya kelihatan dari balik dagingnya. Di dalam surga nanti tidak ada bujangan.” (HR. Bukhari dan Muslim)

ÙƒَذَÙ„ِÙƒَ ÙˆَزَÙˆَّجْÙ†َاهُÙ… بِØ­ُورٍ عِينٍ
“Demikianlah. Dan Kami berikan kepada mereka bidadari.” (Qs. Ad-Dukhan: 54)

Abu Shuhaib al-Karami mengatakan, “Yang dimaksud dengan hur adalah bentuk jamak dari haura, yaitu wanita muda yang cantik jelita dengan kulit yang putih dan dengan mata yang sangat hitam. Sedangkan arti ‘ain adalah wanita yang memiliki mata yang indah.

Al-Hasan berpendapat bahwa haura adalah wanita yang memiliki mata dengan putih mata yang sangat putih dan hitam mata yang sangat hitam.

Sopan dan Pemalu
Allah Subhanahu wa Ta’ala menyifati bidadari dengan “menundukkan pandangan” pada tiga tempat di Al-Qur’an, yaitu:

“Di dalam surga, terdapat bidadari-bidadari-bidadari yang sopan, yang menundukkan pandangannya, tidak pernah disentuh oleh manusia sebelum mereka (penghuni-penghuni surga yang menjadi suami mereka) dan tidak pula oleh jin. Maka nikmat Rabb-mu yang manakah yang kamu dustakan? Seakan-akan biadadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. Ar-Rahman: 56-58)

“Di sisi mereka ada bidadari-bidadari yang tidak liar pandangannya dan jelita matanya.” (Qs. Ash-Shaffat: 48)

“Dan pada sisi mereka (ada bidadari-bidadari) yang tidak liar pandangannya dan sebaya umurnya.”

Seluruh ahli tafsir sepakat bahwa pandangan para bidadari surgawi hanya tertuju untuk suami mereka, sehingga mereka tidak pernah melirik lelaki lain.

Putihnya Bidadari
Allah Ta’ala berfirman, “Seakan-akan bidadari itu permata yakut dan marjan.” (Qs. ar-Rahman: 58)

al-Hasan dan mayoritas ahli tafsir lainnya mengatakan bahwa yang dimaksudkan adalah bidadari-bidadari surga itu sebening yaqut dan seputih marjan.

Allah juga menyatakan,“(Bidadari-bidadari) yang jelita, putih bersih dipingit dalam kemah.” (Qs. Ar-Rahman: 72) Maksudnya mereka itu dipingit hanya diperuntukkan bagi para suami mereka, sedangkan orang lain tidak ada yang melihat dan tidak ada yang tahu. Mereka berada di dalam kemah.

Baiklah…ini adalah sedikit gambaran yang Allah berikan tentang bidadari di surga. Karena bagaimanapun gambaran itu, maka manusia tidak akan bisa membayangkan sesuai rupa aslinya, karena sesuatu yang berada di surga adalah sesuatu yang tidak/belum pernah kita lihat di dunia ini.

Dari Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu, mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah Azza wa Jalla berfirman, “Aku siapkan bagi hamba-hamba-Ku yang shalih sesuatu yang tidak pernah dilihat oleh mata, tidak pernah didengar oleh telinga dan tidak pernah terlintas oleh pikiran.” (HR. Bukhari dan Muslim)

Setelah mengetahui sifat fisik dan akhlak bidadari, maka bukan berarti bidadari lebih baik daripada wanita surga. Sesungguhnya wanita-wanita surga memiliki keutamaan yang sedemikian besar, sebagaimana disebutkan dalam hadits,

“Sungguh tutup kepala salah seorang wanita surga itu lebih baik daripada dunia dan seisinya.” (HR. Bukhari dan Muslim) Dan lagi, seorang manusia telah Allah ciptakan dengan sebaik-baik rupa, “Dan manusia telah diciptakan dengan sebaik-baik rupa.” (Qs. At-Tiin: 4)

Dari Ummu Salamah radhiyallahu ‘anha, ia berkata, “Saya bertanya, “Wahai Rasulullah, manakah yang lebih utama, wanita dunia ataukah bidadari yang bermata jeli?”

Beliau shallallahu’‘alaihi wa sallam menjawab, “Wanita-wanita dunia lebih utama daripada bidadari-bidadari yang bermata jeli, seperti kelebihan apa yang tampak daripada apa yang tidak tampak.”

Saya bertanya, “Karena apa wanita dunia lebih utama daripada mereka?”

Beliau menjawab, “Karena shalat mereka, puasa dan ibadah mereka kepada Allah. Allah meletakkan cahaya di wajah mereka, tubuh mereka adalah kain sutra, kulitnya putih bersih, pakaiannya berwarna hijau, perhiasannya kekuning-kuningan, sanggulnya mutiara dan sisirnya terbuat dari emas. Mereka berkata, ‘Kami hidup abadi dan tidak mati, kami lemah lembut dan tidak jahat sama sekali, kami selalu mendampingi dan tidak beranjak sama sekali, kami ridha dan tidak pernah bersungut-sungut sama sekali.

Berbahagialah orang yang memiliki kami dan kami memilikinya.’.” (HR. Ath Thabrani)
Subhanallah. Betapa indahnya perkataan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebuah perkataan yang seharusnya membuat kita, wanita dunia, menjadi lebih bersemangat dan bersungguh-sungguh untuk menjadi wanita shalihah. Berusaha untuk menjadi sebaik-baik perhiasan. Berusaha dengan lebih keras untuk bisa menjadi wanita penghuni surga..

Nah, tinggal lagi, apakah kita mau berusaha menjadi salah satu dari wanita penghuni surga?

Maraji’:
Mukhtashor Hadil al-Arwah ila Bilad al-Afrah (Tamasya ke Surga) (terj), Ibnu Qoyyim al-Jauziyyah.

Penulis: Ummu Ziyad Fransiska Mustikawati dan Ummu Rumman Siti Fatimah
Muroja’ah: Ust. Aris Munandar Sumber: muslimah.or.id

Go Ihsan - Allah SWT menciptakan makhuknya berpasang-pasangan. Di antara makhluknya yang paling indah dan sempurna adalah manusia. Allah SWT juga telah menurunkan petunjuknya yang paling sempurna. Sehingga, bila manusia menerima dan mengamalkan petunjuk itu, betapa indahnya manusia itu. Sebaliknya, bila ia menolaknya, betapa rendah dan jeleknya manusia itu, bahkan Al-Qur’an menyebutnya lebih hina dari binatang.

Allah SWT menjadikan keindahan ada dalam wanita meskipun pada hakikatnya antara pria dan wanita sama di hadapan Allah SWT. Hanya saja, Allah menjadikan keindahan itu ada pada wanita karena kelembutan, kasih sayang, dan emosinya yang lebih daripada kaum pria. Betapa indahnya sang wanita jika dihiasi dengan syariat Allah. Ia menjadi anak yang taat kepada Allah dan kedua orang tuanya. Jika ia menikah, ia menjadi penyayang bagi suaminya. Jika ia menjadi ibu, ia menyayangi dan mendidik anak-anaknya dengan sebaik mungkin. Dari wanita shalehah seperti inilah lahir pejuang-pejuang yang tangguh dan pemimpin yang bijaksana. Perhatikan keadaan wanita pada masa Rasulullah saw. dengan generasi salafus saleh sesudahnya. Mereka, kaum wanita itu, ada di balik segala keberhasilan dan kecemerlangan peradaban Islam. Apakah wanita dewasa ini bisa mengikuti jejak para pendahulunya? Marilah kita lihat kenyataannya.

Wanita dalam Al-Qur’an

Di dalam Al-Qur’an terdapat 114 surah. Di dalamnya tidak ada satu pun surah tentang pria (ar-rijal), tapi menariknya ada surah tentang wanita (An-Nisaa’), bahkan lebih spesifik ada surah Maryam, meskipun dia bukan nabi. Umar ra. memerintahkan kepada wanita untuk mempelajari surah An-Nuur (cahaya) karena di dalamnya mengandung pelajaran bagi kaum wanita agar lebih bercahaya. Keberadaan kaum wanita sama dengan kaum pria di hadapan Allah.

Allah SWT berfirman (yang artinya), “Maka, Rabb mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): ‘Sesungguhnya Aku tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian yang lain …’.” (Ali Imran, 3: 195).
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh, baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik …” (An-Nahl: 97).

Keberadaan wanita sebagaimana pria dalam kehidupan ini mengalami ujian yang bermacam-macam. Namun, mereka harus tetap tegar dan shalehah seperti yang dicontohkan Al-Qur’an dengan Asiyah, istri Fira’un yang sabar dalam menghadapi ujian dari suaminya, atau seperti Maryam yang tabah menghadapi ujian hidup tanpa suami. (Lihat At-Tahrim 11-12). Sebaliknya, jangan seperti istri Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. yang berkhianat terhadap suaminya dan tidak taat kepada Allah. (At-Tahriim: 10).


Wanita pada Masa Rasulullah

Rata-rata kaum wanita pada masa Rasulullah saw. tidak ketinggalan ikut berlomba meraih kebaikan, meskipun mereka juga sibuk sebagai ibu rumah tangga. Mereka ikut belajar dan bertanya kepada Rasulullah saw.

Wanita yang paling setia kepada Rasulullah adalah Khadijah yang telah berkorban dengan jiwa dan hartanya. Kemudian Aisyah, yang banyak belajar dari Rasulullah kemudian mengajarkannya kepada kaum wanita dan pria. Bahkan, ada pendapat ulama yang mengatakan, seandainya ilmu seluruh wanita dikumpulkan dibanding ilmu Aisyah, maka ilmu Aisyah akan lebih banyak. Begitulah Rasulullah saw. memuji Aisyah.

Ada seorang wanita bernama Asma binti Sakan. Dia suka hadir dalam pengajian Rasulullah saw. Pada suatu hari dia bertanya kepada Rasulullah,”Ya Rasulullah saw., engkau diutus Allah kepada kaum pria dan wanita, tapi mengapa banyak ajaran syariat lebih banyak untuk kaum pria? Kami pun ingin seperti mereka. Kaum pria diwajibkan shalat Jum’at, sedangkan kami tidak; mereka mengantar jenazah, sementara kami tidak; mereka diwajibkan berjihad, sedangkan kami tidak. Bahkan, kami mengurusi rumah, harta, dan anak mereka. Kami ingin seperti mereka.

Maka, Rasulullah saw. menoleh kepada sahabatnya sambil berkata, “Tidak pernah aku mendapat pertanyaan sebaik pertanyaan wanita ini. Wahai Asma, sampaikan kepada seluruh wanita di belakangmu, jika kalian berbakti kepada suami kalian dan bertanggung jawab dalam keluarga kalian, maka kalian akan mendapatkan pahala yang diperoleh kaum pria tadi.” (HR Ibnu Abdil Bar).

Dalam riwayat Imam Ahmad, Asma meriwayatkan bahwa suatu kali dia berada dekat Rasulullah saw. Di sekitar Rasulullah berkumpullah kaum pria dan juga kaum wanita. Maka beliau bersabda, “Bisa jadi ada orang laki-laki bertanya tentang hubungan seseorang dengan istrinya atau seorang wanita menceritakan hubungannya dengan sumianya.” Maka tak seorang pun yang berani bicara, maka saya angkat suara. “Benar ya Rasulullah, ada pria atau wanita yang suka menceritakan hal pribadi itu.” Rasulullah menimpali, “Jangan kalian lakukan itu, karena itu jebakan syaitan seakan syaitan pria bertemu dengan syaitan wanita, kemudian berselingkuh dan manusia pada melihatnya.”

Ada juga wanita yang tabah dalam kehidupan rumah tangga yang serba pas-pasan tapi tidak pernah mengeluh seperti Asma’ binti Abi Bakar dan Fatimah. Kutub Tarajim membenarkan cerita tentang Fatimah. “Suatu saat dia tidak makan berhari-hari karena nggak ada makanan, sehingga suaminya, Ali bin Abi Thalib, melihat mukanya pucat dan bertanya,”Mengapa engkau ini, wahai Fatimah, kok kelihatan pucat?”

Dia menjawab,”Saya sudah tiga hari belum makan, karena tidak ada makanan di rumah.”
Ali menimpali,”Mengapa engkau tidak bilang kepadaku?”
Dia menjawab,”Ayahku, Rasulullah saw., menasehatiku di malam pengantin, jika Ali membawa makanan, maka makanlah. Bila tidak, maka kamu jangan meminta.”
Luar biasa bukan?

Bersambung

Go Ihsan - Hidup bermasyarakat memang sudah menjadi keharusan bagi siapa saja yang hidup di dunia ini. Adakah orang yang bisa hidup sendiri tanpa orang lain? Tentu saja tidak ada. Berbagai macam manusia dengan aneka karakter membuat kita harus bisa menempatkan diri dengan baik. Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam sebagai teladan ummatnya memilik akhlak yang paling luhur. Beliau shallallahu’alaihi wasallam mengajari kita bagaimana cara berinteraksi dengan sesama muslim bahkan dengan orang kafir sekalipun. Hal ini sebagamana diterangkan dalam firman Allah Ta’ala, yang artinya,

“Sungguh Engkau (Muhammad), seorang yang berbudi pekerti luhur.” (Qs. Al Qolam: 4)
Dan Allah Ta’ala juga berfirman, yang artinya, “Sungguh telah ada pada diri Rasulullah itu suri tauladan yang baik bagimu; (yaitu) bagi orang yang mengharap rahmat Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan yang banyak mengingat Allah.” (QS. Al-Ahzab: 21)

Wahai saudariku, semoga Allah Ta’ala merahmatiku dan dirimu. Marilah kita simak apa yang Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam jelaskan berikut ini dengan pendengaran kita. Dan marilah kita perhatikan apa yang beliau ajarkan kepada kita dengan penglihatan dan mata hati kita. Dengan mata, telinga dan hati seseorang mampu mengambil pelajaran, sehingga apa yang kita simak tersebut bisa menghujam dan tertanam dalam-dalam dalam hati, biidznillahi Ta’ala.


Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Sesungguhnya yang pada demikian itu pasti terdapat peringatan bagi orang-orang yang mempunyai hati atau yang menggunakan pendengarannya, sedang dia menyaksikannya.” (Qs. Qaf: 37)

Di antara kiat berinteraksi dengan sesama muslim yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam adalah:

Memperlakukan Orang Lain Sebagaimana Ia Menyukai Hal Tersebut Diperlakukan untuk Dirinya

Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, “Barangsiapa yang ingin dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka ketika maut menjemputnya hendaknya dia dalam keadaan beriman kepada Allah dan hari akhir, memperlakukan orang lain sebagaimana pula dirinya ingin diperlakukan demikian.” ( HR. Muslim (1844) dan Nasa’I (4191)

Imam Nawawi rahimahullah menjelaskan tentang hadits ini, “Hadits ini termasuk jawami’ul kalim (kata-kata yang singkat dan padat namun mengandung makna yang luas, – pen) yang ada pada diri Rasulullah shallallahu’alaihi wasallam, termuat banyak hikmah di dalamnya. Ini adalah kaedah yang penting yang seharusnya menjadi perhatian khusus. Hendaknya manusia mengharuskan dirinya untuk tidak berbuat sesuatu kepada orang lain kecuali jika ia menyukai hal tersebut diberlakukan untuk dirinya.” (Syarh an-Nawawi ala Muslim, asy-Syamilah).

Inilah prinsip pertama yang sengaja kami tempatkan diurutan teratas, karena prinsip ini begitu agung dan mulia. Sungguh seandainya saja semua manusia menerapkan prinsip ini tentu tidak ada lagi konflik yang menerpa mereka. Karena mereka akan berpikir dan mempertimbangkan terlebih dahulu sebelum bertindak. Dan berkata di dalam hati, ” Jika aku berbuat demikian kepada saudaraku apakah aku juga rela jika dia berbuat yang sama kepada diriku?”

Jika kita tidak ingin dikhianati maka janganlah kita coba-coba mengkhiananti orang lain. Jika kita tidak ingin ditipu maka janganlah sekali-kali kita menipu orang lain, jika kita ingin orang lain tersenyum kepada kita ketika bersua maka kita pun mengharuskan diri senyum kepada orang lain, jika kita ingin orang lain menyapa dan ramah kepada kita maka hendaknya kitapun mengharuskan diri kita untuk ramah kepada orang lain dan seterusnya. Sehingga ia menjadi orang yang senantiasa mempertimbangkan dengan matang apa yang akan ia perbuat kepada orang lain.

Kami yakin tidak ada manusia yang ingin diperlakukan buruk oleh orang lain, sehingga dengan prinsip ini seharusnya tidak ada lagi pencuri, penipu, perampok, pendusta, orang yang suka mengadu-domba, orang yang suka iri dan dengki, orang yang suka membicarakan kejelekan orang lain, dan lain-lain. Namun sayangnya kebanyakan manusia adalah makhluk yang picik, mau menang sendiri, sehingga apa yang ia perbuat lebih banyak merugikan orang lain daripada memberikan manfaat kepadanya, kecuali orang yang dirahmati Allah. Semoga Allah senantiasa merahmati kita, menjaga kita dan menjauhkan kita dari akhlak yang buruk. Amin.

Berkata Baik atau Diam

Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda, ” Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir maka hendaknya dia berkata baik atau diam.” (HR. Muslim No. 222)

Dalam hadits ini Nabi shallallahu’alaihi wasallam mengaitkan antara berkata baik dengan keimanan seseorang kepada Allah dan hari akhir. Hal ini dikarenakan penjagaan terhadap lisan, mempergunakannya untuk ucapan-ucapan yang baik dan diam untuk ucapan yang buruk adalah salah satu tanda dari keimanan. Sesuatu yang paling berat bagi lisan adalah menjaganya, sebagaimana hadits terkenal yang datang dari Mu’adz radhiallahu’anhu, ketika beliau bertanya kepada Nabi shallallahu’alaihi wasallam, “Ya Rasullullah apakah kami akan disiksa karena perkataan yang kami ucapkan? Beliau shallallahu ‘alaihi wasallam menjawab, “Celaka engkau wahai Mu’adz, bukankah manusia terlungkup diatas hidungnya atau diatas wajahnya di neraka disebabkan perbuatan lisannya?” [1]. Hal ini menunjukkan bahaya lidah tak bertulang, mudah mengucapkan kata namun jika tidak digunakan dalam kebaikan bisa menjadi senjata makan tuan.(Syarh al Arba’in an Nawawiyah, Syaikh Shalih Ibnu Abdil Aziz Alu Syaikh, hal. 90, Dar Jamil ar Rahman as Salafy, Jogjakarta).

Imam Syafi’i rahimahullah berkata, “Hadits di atas memberi isyarat bahwa seseorang yang ingin berbicara sesuatu maka hendaknya dia pikir-pikir dahulu. Jika terlihat tidak ada bahaya yang ditimbulkan maka ia boleh berbicara, namun jika ada tanda-tanda bahaya atau dia ragu-ragu maka sebaiknya dia diam. Ibnu Rajab rahimahullah berkata, ” Hadits ini memerintahkan untuk berbicara dalam hal yang baik-baik dan diam untuk hal yang buruk.” (Qawaid wa Fawaid min al Arba’in an Nawawiyah, Nadzim Muhammad Sulthan, hal 137&138, Dar al Hijrah)

Syaikh Ibnu Shalih al Utsaimin rahimahullah menjelaskan, “Makna ‘berkata baik’ dalam hadits ini, mencakup berkata baik untuk dirinya sendiri maupun berkata baik untuk orang lain. Berkata baik untuk dirinya sendiri ketika seseorang berdzikir kepada Allah, bertasbih kepada-Nya, memuji-Nya, termasuk juga membaca Al Qur’an, mengajarkan ilmu , amar ma’ruf nahi munkar maka ini semua menjadi kebaikan untuknya. Adapun berkata baik kepada orang lain itu berupa perkataan yang membuat senang teman duduknya meskipun belum tentu baik untuk dirinya sendiri”.(Syarh al Arbain an Nawawiyah, Syaikh Muhammad Ibnu Shalih al Utsaimin)

Saudariku! Semoga Allah senantiasa merahmatimu, berikut ini akan kami sebutkan atsar dari para sahabat dan para tabi’in tentang kehati-hatian mereka dalam menjaga lisan:

Abdullah bin Mas’ud radhiallahu ‘anhu berkata, “Demi Allah yang tiada sesembahan yang berhak disembah selain Dia, tidak ada di atas bumi ini yang lebih butuh untuk dipenjara lebih lama selain lisanku ini.”
Beliau radhiallahu ‘anhu juga berkata, “Wahai lisan! Katakanlah yang baik-baik niscaya engkau akan beruntung. Diamlah dari kejelekan niscaya engkau akan selamat sebelum engkau menyesali semuanya.”

Abu Darda’ radhiallahu ‘anhu berkata, “Tunaikanlah hak kedua telingamu daripada hak mulutmu. Karena dijadikan untukmu dua telinga dan satu mulut agar engkau lebih banyak mendengar daripada berbicara.”

Al Hasan Al Bashri berkata, “Para sahabat berkata, ‘Sesungguhnya lisan seorang mukmin berada di belakang hatinya, jika dia ingin berbicara sesuatu maka dia harus menimbang-nimbang dengan hatinya kemudian baru dia putuskan (berbicara ataukah diam, pen). Adapun lisan seorang munafik berada di depan hatinya, segala sesuatu dia putuskan dengan lisannya tanpa sedikitpun menimbangnya dengan hatinya.” (Tazkiyatunnufus, Dr. Ahmad Farid, as Syamilah)

Lihatlah wahai saudariku! Betapa mereka sangat takut jika lisannya terjerumus kelembah kesia-siaan apalagi kelembah dosa. Namun betapa jauhnya diri kita dengan mereka, mulut kita ini sangat kotor dan penuh dengan tipu daya, mudah berbicara dan tiada faedahnya, suka mengadudomba dan mengumbar fitnah di mana-mana.
Ya Allah, perbaikilah amalan kami dan jauhkan mulut kami dari perbutan keji dan nista. Amin Ya Mujibassailin.

Bermuka Manis Ketika Bertemu

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Janganlah sekali-kali engkau meremehkan kebaikan sekecil apapun, meski hanya dengan bermuka manis ketika bertemu dengan saudaramu.” (HR. Muslim (2626), Ahmad (5/173) dan Ibnu Hibban (524))

Syaikh Ibnu Shalih al Utsaimin rahimahullah mengatakan, “Bermuka manis mampu mendatangkan kebahagiaan kepada siapa saja yang bersua denganmu termasuk mereka yang suka bermuka cemberut ketika bertemu. Ia mampu menghadirkan rasa kasih sayang dan cinta dan membuat hati menjadi lapang. Bahkan kelapangan hati itu tidak hanya pada dirimu tapi juga orang yang yang bertemu denganmu. Namun jika engkau bermuka muram dan merengut pastilah orang-orang akan lari darimu, mereka tidak nyaman duduk bersanding denganmu, lebih-lebih untuk bercakap-cakap denganmu (Kitabul ‘Ilmi, hal 184, Maktabah Nur al Huda).

Saudariku, inilah kemudahan dalam Islam. Allah Ta’ala memberi kemudahan bagi hambanya untuk memperoleh pahala kebaikan. Sekecil apapun kebaikan itu pasti Allah Ta’ala akan membalasnya dengan ganjaran bahkan sampai berlipat ganda.

Saudariku! Apakah kita tidak mau mendapatkan pahala yang tak terduga karena amalan yang tak seberapa? Marilah kita senyum kepada saudari-saudarai kita, bermuka manislah ketika bertemu dengan mereka, niscaya engkau akan merasakan manfaatnya. Coba bayangkan berapa kali kita bertemu dengan saudara kita dalam sehari, seberapa sering kita bermuka manis dengan mereka, sebanyak itupula pahala yang kita dapatkan.

Namun sungguh sangat merugi orang yang suka bermuka masam ketika bertemu dengan saudaranya, betapa banyak pahala yang terluput darinya..

Menebarkan salam

Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, “Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman dan kalian tidak akan beriman hingga kalian saling mencintai. Maukah kuberitahukan sesuatu yang akan membuat kalian saling mencintai?” Mereka (para sahabat) menjawab, “Tentu wahai Rasulullah”. Beliau bersabda, “Tebarkanlah salam di antara kalian.” (HR. Muslim N0. 54 dan Bukhari dalam Adabul Mufrad No.980)
Saudariku! Marilah kita perhatikan penjelasan Imam Nawawi berikut ini,

“Makna ‘Kalian tidak akan beriman sehingga kalian saling mencintai’ adalah tidak akan sempurna iman seseorang, tidak akan membaik kondisi imannya hingga mereka saling mencintai.Adapun sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam ‘Kalian tidak akan masuk surga sampai kalian beriman’, bermakna sebagaimana zhohir dan kemutlakannya. Bahwasanya tidak akan masuk surga kecuali orang yang mati dalam keadaan beriman meskipun iman yang tidak sempurna. Inilah zhohir yang ditunjukkan oleh hadits diatas.” Sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam ‘Tebarkanlah salam di antara kalian’, hadits ini mengandung perintah yang agung untuk menebarkan salam kepada kaum muslimin baik yang engkau kenal maupun yang tidak engkau kenal (Syarh an Nawawi ala Muslim, as Syamilah).

Berteman dengan Orang Shalih

Allah Ta’ala berfirman, yang artinya, “Dan bersabarlah kamu bersama-sama orang-orang yang menyeru Rabbnya di pagi dan senja hari dengan mengharap keridhaan-Nya.” (Qs. al-Kahfi: 28)

Allah berfirman memberitakan penyesalan orang kafir pada hari Kiamat, yang artinya, “Kecelakaan besarlah bagiku, kiranya aku (dulu) tidak menjadikan si fulan itu teman akrab(ku). Sesungguhnya dia telah menyesatkan aku dari Al-Qur‘an ketika Al-Qur‘an itu telah datang kepadaku. Dan adalah setan itu tidak mau menolong manusia.” (Qs. al-Furqân: 28-29)

Dari Abu Hurairah radhiallahu’anhu, bahwasanya Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Seseorang tergantung agama temannya, maka hendaklah seorang di antara kalian melihat teman bergaulnya.”[2]

Dari Abu Musa al-Asy’ari, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sesungguhnya, perumpamaan teman baik dengan teman buruk, seperti penjual minyak wangi dan pandai besi; adapun penjual minyak, maka kamu kemungkinan dia memberimu hadiah atau engkau membeli darinya atau mendapatkan aromanya; dan adapun pandai besi, maka boleh jadi ia akan membakar pakaianmu atau engkau menemukan bau anyir.” (HR. Bukhari No.2101 dan Muslim No.6653)

Begitu besarnya pengaruh teman terhadap eratnya jalinan persaudaraan. Teman yang shalih akan senantiasa menunaikan hak saudaranya, menjaga kehormatan saudaranya, saling menyayangi diantara mereka, saling menasehati dalam ketakwaan, tolong menolong dalam kebaikan dan saling mencintai dan membeci karena Allah. Oleh karena itu wahai saudariku, bertemanlah dengan orang shalih niscaya engkau akan beruntung.
Semoga Allah senantiasa memberikan taufik kepada kita untuk mengamalkan apa yang diajarkan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam.

Allahu A’lam Bishshowab. Washalallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi washahbihi wattabi’in.

Penulis: Ummu Fathimah Umi Farikhah
Muroja’ah: Ust. Sa’id Yai Ardiansyah, Lc

[1] Diriwayatkan oleh at Tirmidziy (10/88,87), beliau berkata: “Hadits ini hasan shahih” , Ibnu Majah (3973), Hakim (2/413) dan dishahikan oleh al Albani.
[2] Shahih, diriwayatkan Imam Abu dawud dalam Sunan-nya (4833), at Tirmidzy dalam Sunan-nya (2379) dan beliau berkata: “Hadits ini hasan” dan Imam Ahmad dalam Musnad-nya (3/303,334).

Go Ihsan - Ada juga wanita yang diuji dengan penyakit, sehingga dia datang kepada Rasulullah saw. meminta untuk didoakan. Atha’ bin Abi Rabah bercerita bahwa Ibnu Abbas r.a. berkata kepadaku,”Maukah aku tunjukkan kepadamu wanita surga?”
Aku menjawab,”Ya.”

Dia melanjutkan,”Ini wanita hitam yang datang ke Rasulullah saw. mengadu, ‘Saya terserang epilepsi dan auratku terbuka, maka doakanlah saya.’ Rasulullah saw. bersabda, “Jika kamu sabar, itu lebih baik, kamu dapat surga. Atau, kalau kamu mau, saya berdoa kepada Allah agar kamu sembuh.”

Wanita itu berkata,”Kalau begitu saya sabar, hanya saja auratku suka tersingkap. Doakan supaya tidak tersingkap auratku.”

Maka, Rasulullah saw. mendoakannya.

Ada juga wanita yang ikut berperang seperti Nasibah binti Kaab yang dikenal dengan Ummu Imarah. Dia becerita,”Pada Perang Uhud, sambil membawa air aku keluar agak siang dan melihat para mujahidin, sampai aku menemukan Rasulullah saw. Sementara, aku melihat pasukan Islam kocar-kacir. Maka, aku mendekati Rasulullah sambil ikut berperang membentengi beliau dengan pedang dan terkadang aku memanah. Aku pun terluka, tapi manakala Rasulullah saw. terpojok dan Ibnu Qamiah ingin membunuhnya, aku membentengi beliau bersama Mush’ab bin Umair. Aku berusaha memukul dia dengan pedangku, tapi dia memakai pelindung besi dan dia dapat memukul pundakku sampai terluka. Rasulullah saw. bercerita,”Setiap kali aku melihat kanan kiriku, kudapati Ummu Imarah membentengiku pada Perang Uhud.” Begitu tangguhnya Ummu Imarah.

Ada juga Khansa yang merelakan empat anaknya mati syahid. Ia berkata,”Alhamdulillah yang telah menjadikan anak-anakku mati syahid.” Begitulah peranan wanita pada masa Rasulullah saw. Mereka berpikir untuk akhiratnya, sedang wanita sekarang yang lebih banyak memikirkan dunia, rumah tinggal, makanan, minuman, kendaraan, dan lain-lain.


Kaum Wanita pada Masa Berikutnya

Ketika Utsman bin Affan mengerahkan pasukan melawan manuver-manuver Romawi, komandan diserahkan kepada Hubaib bin Maslamah al-Fikir. Istri Hubaib termasuk pasukan yang akan berangkat perang. Sebelum perang dimulai, Hubaib memeriksa kesiapan pasukan.

Tiba-tiba istrinya bertanya,”Di mana saya menjumpai Anda ketika perang sedang berkecamuk?”
Dia menjawab,”Di kemah komandan Romawi atau di surga.”
Ketika perang sedang berkecamuk, Hubaib berperang dengan penuh keberanian sampai mendapatkan kemenangan. Segera dia menuju ke kemah komandan Romawi menunggui istrinya. Yang menakjubkan, saat Hubaib sampai ke tenda itu, dia mendapatkan istrinya sudah mendahuluinya. Allahu Akbar.

Pada masa Dinasti Abbasiyah yang dipimipin oleh Harun al-Rasyid, ada seorang Muslimah disandera oleh tentara Romawi. Maka, seorang ulama bernama Al-Manshur bin Ammar mendorong umat Islam untuk berjihad di dekat istana Harun al-Rasyid dan dia pun menyaksikan ceramahnya. Tiba-tiba ada kiriman bungkusan disertai dengan surat. Surat itu lalu dibuka dan dibaca oleh ulama tadi dan ternyata berasal dari seorang perempuan dan berbunyi,”Aku mendengar tentara Romawi melecehkan wanita Muslimah dan engkau mendorong umat Islam untuk berjihad, maka aku persembahkan yang paling berharga dalam diriku. Yaitu, seuntai rambutku yang aku kirimkan dalam bungkusan itu. Dan, aku memohon agar rambut itu dijadikan tali penarik kuda di jalan Allah agar aku dapat nantinya dilihat Allah dan mendapatkan rahmatnya.” Maka, ulama itu menangis dan seluruh hadirin ikut menangis. Harun al-Rasyid kemudian memutuskan mengirim pasukan untuk membebaskan wanita Muslimah yang disandera itu.

Seorang istri Shaleh bin Yahya ditinggal suaminya dan hidup bersama dua anaknya. Ia mendidik anak-anaknya dengan ibadah dan qiyamul lail (shalat malam). Ketika anak-anaknya semakin besar, dia berkata,”Anak-anakku, mulai malam ini tidak boleh satu malam pun yang terlewat di rumah ini tanpa ada yang shalat qiyamullail.”
“Apa maksud ibu?” tanya mereka.

Ibu menjawab,”Begini, kita bagi malam menjadi tiga dan kita masing-masing mendapat bagian sepertiga. Kalian berdua, dua pertiga, dan saya sepertiga yang terakhir. Ketika waktu sudah mendekati subuh, saya akan bangunkan kalian.”
Ternyata kebiasan ini berlanjut sampai ibu mereka meninggal. Dan amalan itu tetap dilanjutkan oleh dua anak itu karena mereka sudah merasakan nikmatnya qiyamullalil.

Wanita Dewasa Ini

Kalau kita perhatikan perkembangan wanita dewasa ini, memang cukup mengkhawatirkan, meskipun di lain pihak masih banyak kaum wanita berjilbab yang semarak. Bahkan, pengajian-pengajian justru dipenuhi oleh kaum wanita. Tapi, melihat berbagai upaya musuh Islam untuk menghancurkan kaum hawa dengan berbagai cara melalui media massa yang destruktif (merusak), maka tantangannya semakin berat. Kalau tidak berbekal ilmu agama yang cukup dan disertai semangat juang yang tinggi, niscaya wanita pada zaman sekarang sulit untuk selamat. Bayangkan, kehidupan masyarakat di sekeliling kita sampai pergaulan di tingkat nasional dan internasional sudah sangat bejat. Kebejatan itu diliput dan disampaikan ke rumah-rumah kita melalui saluran-saluran TV. Dan, yang tidak puas ditambah dengan VCD dan internet. Sehingga, waktu untuk beribadah kepada Allah semakin terpinggirkan atau tergeser oleh otak yang merekam semua adegan itu.

Sementara, penangkalnya relatif kecil, dengan cara tradisional melalui pengajian minimal seminggu sekali. Maka, kita perlu kunci-kunci keselamatan.

Kunci kebahagiaan adalah taat keada Allah dan Rasul-Nya.
Kunci surga adalah tauhid.
Kunci keimanan adalah berpikir tentang ayat-ayat Allah dan ciptaan-Nya.
Kunci kebaikan adalah kejujuran.
Kunci kehidupan hati adalah membaca dan mendalami Al-Qur’an serta menjauhi dosa.
Kunci rizki adalah berusaha sambil beristighfar dan bertakwa.
Kunci ilmu adalah pandai bertanya dan mendengar.
Kunci kemenangan adalah sabar.
Kunci kesuksesan adalah takwa.
Kunci tambah rizki adalah bersyukur.
Kunci sukses akhirat adalah zuhud terhadap dunia.
Kunci dikabulkan permintaan adalah doa, dll.

Wallahu a’lam bish-shawab.
Sumber: alislamu.com

Go Ihsan - Terlupa Karena Asyiknya Berbelanja
Islam adalah agama yang penuh hikmah serta kesempurnaan, sehingga Rasulullah pun telah mengajarkan kepada kita berbagai etika dalam kehidupan, bahkan adab ketika di pasar.

1. Hendaknya senantiasa berdzikir kepada Allah di saat masuk pasar. 
Sebagai seorang muslimah, tentunya keseharian kita tidak boleh lepas dari do’a. Bahkan Allah telah memerintahkan kita untuk berdo’a dan menyebut orang yang enggan berdo’a sebagai orang yang sombong (Qs. Al-Mu’min: 60).Rasulullah juga bersabda, “Do’a itu bermanfaat terhadap apa yang menimpa atau yang belum menimpa. Oleh karena itu wahai sekalian hamba Allah, hendaklah kalian berdo’a.” (HR. At-Tirmidzi).

Nah, ketika kita hendak berbelanja ada banyak pahala yang dapat kita raup melalui do’a dalam sekali perjalanan saja. Dimulai dengan do’a keluar rumah, do’a naik kendaraan hingga do’a masuk pasar. Adapun do’a masuk pasar yaitu:
لاَ Ø¥ِÙ„َـهَ Ø¥ِلاَّ اللهُ ÙˆَØ­ْدَÙ‡ُ لاَ Ø´َرِÙŠْÙƒَ Ù„َÙ‡ُ، Ù„َÙ‡ُ الْÙ…ُÙ„ْÙƒُ ÙˆَÙ„َÙ‡ُ الْØ­َÙ…ْدُ ÙŠُØ­ْÙŠِÙŠْ ÙˆَÙŠُÙ…ِÙŠْتُ ÙˆَÙ‡ُÙˆَ Ø­َÙŠٌّ لاَ ÙŠَÙ…ُÙˆْتُ، بِÙŠَدِÙ‡ِ الْØ®َÙŠْرُ، ÙˆَÙ‡ُÙˆَ عَÙ„َÙ‰ ÙƒُÙ„ِّ Ø´َÙŠْØ¡ٍ Ù‚َدِÙŠْرُ

“Tiada ilah yang berhak diibadahi secara benar melainkan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Bagi-Nya segala kerajaan dan bagi-Nya segala pujian. Dialah Yang Menghidupkan dan Yang Mematikan. Dan, Dia Maha Hidup Kekal, tidak pernah mati. Di tangan-Nyalah segala kebaikan dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu.”

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Barangsiapa yang masuk pasar, lalu mengucapkan do’a (tersebut), maka Allah akan mencatat satu juta kebaikan baginya dan akan menghapus satu juta keburukan baginya, dan akan mengangkat derajatnya satu juta tingkatan.” (HR. Tirmidzi, Hakim dan Ibnu Majah)

Majdi bin ‘Abdul Wahhab Al-Ahmad dalam Syarh Hisnul Muslim-nya menjelaskan maksud dari “dan akan mengangkat derajatnya satu juta tingkatan” yaitu orang tersebut akan mendapatkannya di surga. Sedangkan maksud dari “diangkatnya derajat” adalah kedudukannya setelah membaca do’a lebih tinggi dari kedudukannya sebelum membaca do’a tersebut.

2. Tidak menyaringkan suara dengan berbagai pertengkaran dan perdebatan.
Di antara sifat kepribadian Nabi shallallahu alaihi wa sallam adalah bahwasanya beliau bukanlah seorang yang keras kepala atau keras hati dan bukan pula orang yang suka teriak-teriak di pasar dan juga bukan orang yang membalas keburukan dengan keburukan, akan tetapi ia memaafkan dan mengampuni (HR. Al-Bukhari)

3. Menjaga kebersihan pasar.
Pasar tidak boleh dicemari dengan kotoran dan sampah, karena hal tersebut dapat melumpuhkan arus jalanan dan menjadi sumber bau busuk yang mengganggu.

4. Menjaga agar selalu memenuhi akad dan janji serta kesepakatan.
Kesepakatan di antara dua belah fihak (pembeli dan penjual). Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, penuhilah akad-akad itu.” (Qs. Al-Ma’idah: 1)

5. Mengukuhkan jual beli dengan persaksian atau catatan (dokumentasi). 
Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman, yang artinya, “Dan persaksikanlah apabila kamu berjual beli.” (Qs. Al-Baqarah: 282)

6. Bersikap longgar dan memberikan kemudahan di dalam proses jual beli. 
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Allah akan belas kasih kepada seorang hamba yang bersikap longgar apabila menjual, bersikap longgar apabila membeli dan bersikap longgar apabila membayar hutang.” (HR. Al-Bukhari)

7. Jujur, terbuka dan tidak menyembunyikan cacat barang jualan. 
Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Seorang muslim itu adalah saudara muslim lainnya, maka tidak halal bagi seorang muslim membeli dari saudaranya suatu pembelian yang ada cacatnya kecuali telah dijelaskannya terlebih dahulu.” (HR. Ahmad dan dishahihkan oleh Al-Albani)


8. Jangan mudah mengobral sumpah di dalam berjual beli. 
Rasulullah shallallaahu alaihi wa sallam bersabda, “Hindarilah banyak bersumpah di dalam berjual-beli, karena sumpah itu dapat melariskan barang dagangan kemudian menghilangkan barakahnya.” (HR. Muslim)

9. Menghindari penipuan, kecurangan 
Pengkaburan serta berlebih-lebihan di dalam menarik keuntungan.Sesungguhnya Nabi shallallahu alaihi wa sallam pernah menjumpai setumpuk gandum, maka Nabi memasukkan tangannya ke dalam tumpukan tersebut, maka jari-jemarinya basah. Maka beliau bersabda, “Apa ini, wahai si pemilik makanan?” Pemilik makanan menjawab, “Terkena hujan, wahai Rasulullah.” Maka Nabi bersabda, “Kenapa bagian yang basah tidak kamu letakkan di paling atas agar dilihat oleh manusia? Barangsiapa yang curang terhadap kami, maka ia bukan dari golongan kami.” (HR. Muslim)

10. Menghindari perbuatan curang di dalam menakar atau menimbang barang dan tidak menguranginya. 
Allah berfirman, yang artinya, “Celakalah bagi orang-orang yang curang, yaitu orang-orang yang apabila menerima takaran dari orang lain mereka minta dipenuhi, dan apabila mereka menakar atau menimbang untuk orang lain, mereka mengurangi.” (Qs. Al-Muthaffifin: 1-3)

11. Menghindari riba
Penimbunan barang dan segala perbuatan yang dapat merugikan orang banyak. Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Allah mengutuk (melaknat) pemakan riba, pemberinya, saksi dan penulisnya.” (HR. Ahmad, dan dishahihkan oleh Al-Albani). Dan Nabi shallallahu alaihi wa sallam bersabda, “Tidak akan menimbun barang kecuali orang yang salah.” (HR. Muslim)

12. Membersihkan pasar dari segala barang yang haram diperjual belikan.

13. Menghindari promosi-promosi palsu 
Promosi yang bertujuan menarik perhatian pembeli dan mendorongnya untuk membeli, karena Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam telah melarang najasy (Muttafaqun’alaih). Najasy adalah semacam promosi palsu.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Wahai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesama kamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama suka di antara kamu.” (Qs. Al-Nisa: 29)

14. Hindarilah penjualan barang rampasan (hasil ghashab) dan curian.

15. Menundukkan pandangan mata dari wanita dan menghindar dari percampurbauran dan berdesak-desakan dengan mereka.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya, “Katakanlah kepada laki-laki yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” (Qs. An-Nur: 30-31)

16. Selalu menjaga syi’ar-syi’ar agama (shalat berjama’ah, dll)
Tidak melalaikan shalat berjama’ah karena berjual-beli. Maka sebaik-baik manusia adalah orang yang keduniaannya tidak membuatnya lalai terhadap masalah-masalah akhiratnya atau sebaliknya. Allah berfirman, yang artinya, “Laki-laki yang tidak dilalaikan oleh perniagaan dan tidak (pula) oleh jual beli dari mengingat Allah, dan (dari) mendirikan shalat, dan (dari) menunaikan zakat.” (Qs. An-Nur: 37). Pada intinya, ketika berada di pusat perbelanjaan mata kita akan disuguhi dengan pemandangan yang serba menarik. Barang-barang yang bagus, bahkan orang-orang yang berpenampilan menarik menggoda hati-hati yang lalai. Maka tak heran jika setan pun betah berada di tempat-tempat seperti ini. Nah, supaya aktivitas belanja kita lebih efektif dan bermanfaat, ada beberapa tips yang mungkin dapat membantu.

Tips 1. Perhatikan penampilan
Ada sebagian wanita yang menjadikan shopping atau berbelanja sebagai sarana untuk ngeceng. Demi mendapatkan perhatian dari orang-orang, mereka rela duduk di depan kaca selama berjam-jam dan memoles dirinya agar terlihat cantik. Maka tidak mengherankan apabila mereka tidak merasa takut atau risih, namun justru akan tersenyum bangga ketika laki-laki menggoda mereka karena dandanan mereka yang aduhai. Bertaqwalah wahai kaum wanita! Sesungguhnya setan telah menemukan banyak celah untuk menggoda manusia melalui dirimu. Jangan sampai engkau buat dirimu yang begitu berharga dan mulia tercampak menjadi sekerat daging yang hina.

Jangan salahkan apabila laki-laki tidak menghargaimu karena engkau pun tidak menghargai dirimu. Janganlah engkau ceroboh, sesungguhnya kecantikanmu hanya akan ditemukan oleh laki-laki fasik bila engkau mengumbarnya di mana-mana. Padahal Allah Subhanahu wa Ta’ala telah memuliakan kita dengan syari’at-Nya. Hendaknya kita jaga diri kita dengan berhijab yang benar karena hijab itulah yang akan menyelamatkan kita dari pandangan khianat laki-laki yang tidak bertaqwa. Jangan lupa pula untuk membawa make-up kita yang paling berharga, yaitu malu. Sungguh make-up ini akan membantu menjaga diri kita. Wallahul musta’an.

Tips 2. Buat daftar belanjaan yang akan dibeli
Sebelum kita memutuskan untuk keluar rumah, jangan lupa membuat daftar barang-barang yang akan kita beli. Alangkah baiknya jika kita tengok terlebih dahulu kebutuhan apa saja yang habis sehingga bisa kita masukkan ke dalam daftar belanjaan kita. Setelah itu, kita dapat membuat daftar kebutuhan kita dalam jangka panjang, misalnya kebutuhan untuk sepekan, dua pekan atau bahkan bulanan. Dengan demikian, kita tidak perlu menghabiskan waktu untuk mondar-mandir ke pasar atau supermarket setiap hari.
Daftar belanjaan juga akan membantu mengingatkan kita jika ada barang yang lupa dibeli, selain itu juga menghindarkan kita dari belanja barang-barang yang terlihat begitu menarik ketika di toko, namun ternyata ketika sampai di rumah kita bingung sendiri, mau diapakan barang tersebut.

Tips 3. Jangan bawa uang berlebih!
Peringatan untuk wanita yang hobi berbelanja! Jangan sekali-kali membawa uang lebih dari perkiraan harga seluruh belanjaan dalam list kita. Kalaupun membawanya, usahakan secukupnya saja sebagai jaga-jaga jikalau terjadi sesuatu dalam perjalanan. Membawa uang terlalu banyak akan merepotkan bagi kita yang mudah tergoda dengan barang-barang yang menarik. Apabila uang yang kita bawa hanya cukup untuk membeli barang yang kita perlukan, tentunya kita tidak mungkin akan membeli barang-barang lainnya.

Tips 4. Jangan lupa berdo’a!

Tips 5. Jagalah pandangan
Rumah adalah sebaik-baik tempat perlindungan bagi kaum wanita. Oleh karena itu, apabila wanita keluar dari rumahnya, maka setan akan menghiasinya sehingga tampak begitu menarik hati. Namun bukan berarti kaum wanita akan terhindar dari godaan sementara setan menempatkannya sebagai penggoda. Sesungguhnya wanita adalah saudara laki-laki, apa yang membuat saudaranya terfitnah maka hal itu juga dapat menimpanya.
Jangan disangka hanya laki-laki saja yang dapat terfitnah oleh wanita, sesungguhnya setan dapat menancapkan panahnya pada setiap manusia yang lemah hatinya. Demikian pula halnya dengan wanita yang dapat terfitnah oleh laki-laki disebabkan pandangan mata. Sedangkan laki-laki mungkin pula hatinya tertimpa fitnah disebabkan pandangan mata wanita tersebut terhadapnya. Allah berfirman, yang artinya, “Katakanlah kepada wanita yang beriman, “Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara kemaluannya.” (Qs. An-Nuur: 31)

Tips 6. Bekali diri dengan ilmu dan sabar
Sebagai seorang muslimah, tentunya kita harus mendasarkan segala perbuatan kita dengan ilmu agama. Demikian pula ketika berbelanja kita membutuhkan ilmu agar hak penjual maupun hak kita sebagai pembeli dapat terpenuhi. Selain itu, di jaman sekarang ini kita juga sering mendengar adanya produk-produk yang dijual di pasaran yang ternyata tidak jelas kehalalannya.

Tidak hanya bermasalah dengan keadaan barang dagangan, terkadang kita juga harus berhadapan dengan penjual yang kurang ramah dan wajah bersungut-sungut. Wajar hati merasa kesal, namun merupakan suatu keutamaan menjadikan sabar sebagai obat ketika menghadapi situasi seperti ini.
Belanja memang menyenangkan, namun jangan sampai asyiknya berbelanja membuat kita terlena dan terjebak dalam hal yang sia-sia. Wallahu a’lam bishshawab.

Maraji’:
1. Manhajus Salikiin, Syaikh Abdurrahman bin Nashr As-Sa’di
2. Syarah Hisnul Muslim (terjemah), Majdi bin ‘Abdul Wahhab Al-Ahmad
3. Etika Kehidupan Muslim Sehari-hari, Darul Haq
Penyusun: Ummu Asma’
Muraja’ah: Ust. Aris Munandar
Sumber muslimah.or.id
Diberdayakan oleh Blogger.