Go Ihsan - “Awalnya aku tak tahu
Alquran itu sesuatu yang agung. Aku membacanya karena berpikir di dalamnya ada
pengetahuan tentang budaya Arab. Itu terjadi sebelum aku melakukan perjalanan
ke Maroko,” ujar Joel Underwood, pria Inggris yang tinggal di Kota Manchester.
Ia tersenyum geli ketika mengawali kisah perjalanannya menuju hidayah Islam.
Betapa tidak, ia kala itu menyangka Alquran sebagai buku panduan wisata. Namun,
berkat ‘kebodohan’-nya itu, Joel justru menemukan hidayah.
Joel dibesarkan dalam keluarga Kristen. Demi menjadi seorang
Kristiani yang taat, ia sangat rajin membaca dan memahami Alkitab. “Jika saya
membaca Alkitab, saya akan membacanya dengan sangat hati-hati dan kritis dalam
memahami isinya.”
Hingga beranjak dewasa,
ia terus berusaha menjadi hamba yang taat. Kala itu, ia sama sekali tak
mengenal agama Islam. ”Saya tak tahu apa pun tentang Islam. Tak kenal satu pun
Muslim,” ujar pria yang bekerja sebagai konsultan keuangan tersebut.
Saat menjadi mahasiswa di Amerika Serikat (AS) pun, ia belum
mengenal agama rahmatan lil ‘alamin ini. Kampusnya yang berlokasi di wilayah
timur laut AS didominasi warga kulit putih yang banyak berasal dari Inggris.
Keragaman etnis dan agama sangat minim di sana. Maka, sangat kecil peluangnya
untuk mengenal Islam. ”Saya mengenal Islam benar-benar dengan perjalanan saya
sendiri yang muncul dengan cara yang bahkan tak pernah bisa saya bayangkan,”
ujar Joel.
Jadi, bagaimana Joel mengenal Islam? Peristiwa kelam 11
Septemberlah yang menjadi titik tolaknya. Menyusul tragedi itu, ia mulai
mendengar desas-desus mengenai Islam dan Muslim. Namun saat itu, ia belum ada
keinginan sedikit pun untuk mencari tahu tentang Islam.
Keinginan untuk lebih
memahami Islam mulai muncul ketika Joel berencana melakukan perjalanan ke
Maroko. Saat itu, ia mencari referensi yang dapat memberikannya petunjuk umum
tentang Maroko. Anehnya, Joel bukannya membaca buku panduan wisata, melainkan
justru membaca Alquran.
“Saya pikir dari situ akan menemukan sedikit tentang budaya
sebuah negara Islam dan tahu bagaimana harus bersikap. Saat itu, saya tidak
tahu kandungan Alquran dan pesan yang terkandung di dalamnya karena saya belum
pernah melihat kitab ini sebelumnya,” kata Joel sembari tersenyum lebar.
Di luar dugaannya, begitu membaca Alquran, Joel langsung jatuh hati
dan ingin mempelajarinya. Lucunya, setelah enam bulan membacanya, Joel baru
tahu bahwa Alquran merupakan Kitab Suci umat Islam. “Saya tahu itu buku agama,
tapi saya tidak menyangka bahwa itu adalah Kitab Suci umat Islam karena saya
tidak pernah melihat sebelumnya. Aku juga tidak tahu bahwa Alquran ternyata
‘nyambung’ dengan sejarah Kristen atau Yahudi. Aku tidak tahu bagaimana
semuanya berkaitan.”
Makin penasaran
Saat di Maroko, Joel makin penasaran dengan Alquran. Ketika
berkunjung ke berbagai tempat di Maroko, Joel yang melancong bersama sang istri
merasa terus ingin membaca Kitabullah. Joel tak tahu mengapa bisa begitu. Hal
yang pasti, ketika pertama kali membaca Alquran, ia telah terpesona dengan
kekayaan isinya.
Ketika pulang dari Maroko, Joel memutuskan untuk lebih banyak
mempelajari Alquran. Suatu kali ketika berjalan-jalan di Kota New Hampshire, ia
melihat sebuah iklan penggalangan dana yang dibuat sebuah yayasan Islam. Ia
sudah lupa nama yayasan itu. Dan yang jelas, Joel langsung menghubungi yayasan
itu dengan tujuan mengenal Islam. ”Saya tidak tahu yayasan itu, tapi saya pikir
ini adalah salah satu cara yang bisa dilakukan untuk mengetahui tentang Islam,”
kata Joel.
Singkat cerita, yayasan
tersebut membuat Joel mengenal beberapa orang. Merekalah yang kemudian
memberikan beberapa informasi tentang Islam. Dari mereka pula, Joel kemudian
mengenal seorang Muslim yang kemudian menunjukkannya pada Masjid New Hampshire.
Di sanalah, Joel kemudian mempelajari Alquran.
Tak menyia-nyiakan informasi itu, segera saja Joel menuju masjid
itu. Saat tiba di sana, ia merasa senang karena disambut dengan baik. Tak ada
sedikit pun prasangka negatif dari Muslimin terhadapnya. ”Tak ada orang
berkata, ‘apa yang kaulakukan di sini?’ Atau ‘Anda tidak cocok di sini’.” “Mereka
sangat ramah dan mendukungku. Mereka justru mendatangi saya dan menanyakan
‘bagaimana saya dapat membantu Anda?’ Jadi, aku diterima dengan sangat hangat,”
tuturnya bahagia. Tak lama kemudian, Joel pun mengucap syahadat dan memeluk
Islam.
Yakin Selalu Istiqamah
Ketika seseorang memutuskan untuk menjadi Muslim, ia harus yakin
bahwa Islam akan menjadi pegangan seumur hidup. Jadi, tidak bisa sekadar
coba-coba. Hal itu pula yang tertanam di benak Joel ketika hendak berislam.
”Anda tidak bisa mengatakan bahwa saya akan menjadi Muslim selama beberapa
tahun saja dan berkata, ‘oh, ini sulit bagi saya’ dan kembali pada keyakinan
sebelumnya,” kata Joel.
Menurut dia, banyak mualaf yang masih berpikir seperti itu
sehingga mereka sulit mempertahankan hidayah yang telah didapat. Joel yakin, ia
bukan tipe mualaf seperti itu. Ia yakin akan selalu istiqamah dengan
keislamannya dan menjadi seorang Muslim yang saleh. Di lubuk hatinya terdalam,
telah tertanam pula tekad untuk tidak melepaskan hidayah yang telah
diperolehnya dengan cara unik dan luar biasa. “Jadi, saya berkomitmen bahwa
saya harus memeluk agama ini seumur hidup.’
Posting Komentar