Halloween party ideas 2015

Populasi Muslim di Jerman ternyata sudah mencapai 5% dan pemerintahnya mulai berpikir untuk berbuat baik kepada mereka


Kemarahan masih mengiringi pemakaman Marwa al Sherbini (31). Muslimah asal Mesir yang dibunuh kelompok islamophis Jerman, yang diidentifikasi bernama Alex W. Ribuan pelayat berjubel mengantarkan jenazah wanita yang akhirnya dijuluki “Syuhada Hijab” ini. Almarhumah, dimakamkan di kota kelahirannya Iskandariya, Mesir, dengan diiringi tetasn air mata. Tak hanya di Iskandariya, aksi demonstrasi juga dilakukan di depan kedutaan besar Jerman di Kairo. Para demonstran mengutuk serangan atas Marwa dan menuntuk sang pembunuh segera diadili.

Marwa al Sherbini, hanyalah seorang Muslimah yang sedang mengikuti suaminya studi di Jerman, sebagaimana kebanyakan wanita yang menemani banyak suami lain yang sedang melanjutkan studi di Eropa atau di Barat.

Sayang, keberadaannya mendampingi suami tak berlangsung lama setelah Muslimah yang sedang hamil ini ditikam 18 kali hingga meninggal, Rabu pekan lalu, saat dia bersiap memberikan kesaksian penyerangan atas dirinya di sebuah pengadilan di Dresden, Jerman.

Suaminya, Elwi Ali Okaz, yang mencoba melindunginya mengalami cedera serius. Penyerang yang diidentifikasi bernama Alex W, pria Jerman keturunan Rusia yang sebenarnya telah dikenai kurungan atas dan denda karena menyebut Marwa al Sherbini sebagai seorang "teroris", "pelacur", dan "islamis". Salah satu tipe kelompok islamophobis di Eropa atau di Negara Barat lainnya.

Kasus pada Shebini, hanyalah secuil bentuk kebencian terhadap Islam di Barat atau di Eropa. Sebelumnya, beberapa Negara di wilayah Eropa lain juga telah melakukan hal sama meski dengan kadar berbeda. Di Belanda dan Prancis, misalnya, tengah berusaha melarang jilbab dan cadar. Tahun 2008, Partai Liga Utara di Italia mengajukan usulan pada majelis rendah parlemen agar melarang pembangunan masjid serta pusat-pusat budaya Islam sebagai langkah untuk mencegah aksi-aksi terorisme, katanya.

Sementara di Swiss, kalangan Senat, akhir pekan lalu menolak menyetujui proposal kelompok ultra-kanan untuk melarang pendirian menara masjid di negara tersebut.

"Ini mendesak untuk didiskusikan. Pelarangan menara masjid di Switzerland menyimpan motif ideologi," ujar Senator Partai Radikal, Dick Marty, seperti yang dilansir Swissinfo.Dengan suara 36 : 3, Senat menolak inisiatif yang diajukan oleh Partai Rakyat Swiss ultra-kanan (SVP), melakukan referendum untuk melarang menara masjid di Swiss.

Sebuah survey terbaru menunjukkan, Islamofobia mengalami kebangkitan di Jerman. Kondisi itu berbarengan dengan banyak warga Eropa cenderung melihat Islam tidak sejalan dengan peradaban dan budaya Barat, demikian menurut hasil sebuah survei terbaru.

Survei yang dilakukan Institut untuk Riset Antar-Disiplin terhadap Konflik dan Kekerasan di Universitas Bielefeld terhadap 3.000 orang dari latar belakang usia, pendidikan dan sosial menemukan 65 persen total responden menolak Islam. Mereka mengklaim jika prinsip Islam tidak bisa harmoni dengan atmosfer di Barat.

Sedangkan 25 persen responden yang bertentangan menyatakan membolehkan imigran Muslim baru masuk ke dalam negara. Sisanya meyakini jumlah pendatang asing telah meningkat di luar batas.

30 persen lain bahkan menyeru untuk diberlakukan deportasi terhadap warga asing. Alasan mereka didasarkan tingkat pengangguran semakin meninggi dan kesempatan kerja di Jerman semakin menipis

Pelajaran Islam

Tapi anehnya, di saat Islam diperlakukan secara diskriminatif dan dicurigai, dalam salah satu dokumen final --para pemimpin Muslim dan pejabat pemerintah Jerman—baru-baru ini menyepakati masalah pelajaran Islam di sekolah. Dengan kesepakatan ini, maka seharusnya tak lama lagi bakal mengijinkan siswa Muslim memperoleh pelajaran tentang keyakinan mereka. Keputusan itu bagian dari rekomendasi hasil dialog selama empat tahun, antara pemerintah Jerman dan komunitas Muslim. Demikian dikatakan oleh menteri dalam negeri Jerman, Wolfgang Schaeuble

Termasuk hasil rekomendasi agar sekolah-sekolah membuat konsesi atas masalah yang kontroversial yaitu kelas berenang yang mencampur anak laki-laki dan perempuan.

Sebagaimana diketahui, sebuah survey pertengahan Juni, sebagian Muslim keberatan jika anak putri mereka ikut kelas berenang bersama-sama dengan siswa laki-laki. Para orangtua itu tidak keberatan anaknya memakai pakaian renang, tapi dengan catatan tidak ada laki-laki di sana. Peristiwa ini akhirnya membuat para orangtua berusaha mengajukan ke pengadilan agar dibuka kelas berenang khusus siswa perempuan. Hal-hal yang menyangkut nasib kaum Muslim ini dibahas dalam sebuah Konferensi Islam di Berlin.

“Status akademik diperlukan karena pelajaran teologi Islam yang berbasis Jerman akan dapat menjawab masalah-masalah Muslim yang tinggal di wilayah asing dan berpartisipasi dalam masalah-masalah politik secara umum,” kata Schaeuble.

Konferensi itu dilakukan mulai tahun 2006, di tengah kekhawatiran pemerintah akan adanya terorisme dari dalam negeri itu. Dan menjadi dasar bagi Muslim untuk meningkatkan kepedulian, khususnya pada masalah kegagalan sekolah umum mengatasi kebutuhan putra-putri mereka.

Pertemuan itu menyerukan bantuan dari sekolah-sekolah yang mayoritas muridnya beragama Islam dan meminta tambahan guru yang berasal dari lingkungan Muslim.

Kedua belah pihak, Muslim dan pemerintah juga berencana membuat brosur bersama, “Muslim untuk Kebebasan dan Pluralisme,” yang menyatakan bahwa komunitas Islam mendukung demokrasi.

Schaeuble mengatakan bahwa pertemuan itu tidak menyelesaikan semua masalah, tapi telah berhasil membuat sebuah dasar bagi hubungan antara Muslim dan negara Jerman dan menunjukkan secara nyata bahwa muslim adalah bagian dari Jerman.

Kedua pihak berharap pembicaraan tersebut akan bisa dirampungkan sesudah pemilu tahun ini. Konferensi itu sendiri dirancang hanya selama pemerintahan sekarang berkuasa.

Meski persoalan nasib kaum Muslim belum tuntas semua, setidaknya, harapan bagi mereka sudah mulai ada titik terang.

“Kami memerlukan suara anda untuk memahami seluruh seluk-beluk Islam di Jerman,” ujar Kanselir Angela Merkel saat bertemu dengan para pemimpin Muslim. Ia juga mengatakan bahwa perdebatan yang memanas pada pertemuan itu yang menyangkut masalah perijinan untuk mendirikan masjid, telah membawa pada tawaran untuk melancarkan proses tersebut dan menunjuk pejabat yang berwenang untuk menindaklanjutinya.

Pengakuan Resmi

Sambutan juga datang dari Mendagri Jerman, Wolfgang Schrauber .Di berbagai media, bukan Juni lalu, ia mengatakan, pihaknya menyerukan dan akan mengusahakan pengakuan negara Jerman terhadap agama Islam sebagai agama resmi negara, serta memberikan hak-hak kepada organisasi-organisasi Islam di negeri itu setara dengan organisasi Gereja Katolik dan Protestan.

Ia juga menyampaikan permohonan maafnya kepada umat Islam Jerman karena pihaknya luput mengundang perwakilan dari pihak Muslim Jerman untuk mengikuti perayaan 60 tahun didirikannya Jerman Modern dan disahkannya Undang-undang negera tersebut. Schrauber menegaskan, dirinya berharap keluputan tersebut tidak akan terulang kembali di masa-masa mendatang.

Bahka dalam wawancaranya dengan salah satu surat kabar yang terbit di Berlin hai Rabu (24/6/2009), Schrauber menyatakan jika berkurangnya undang-undang yang dipandang diskriminatif terhadap Islam dan berkurangnya animo penolakan masyarakat terhadap keberadaan Islam dan rumah ibadahnya di Jerman menunjukan kian terkikisnya Islamopobhia dalam masyarakat Jerman.

Jerman merupakan tujuan utama bagi sebagian besar pengungsi politik (peminta suaka) dan ekonomi yang datang dari banyak negara berkembang. Di tempat kelahiran Martin Luther awal bad 16 ini populasi Protestan mencapai 33% dan Katolik 33% dari keseluruhan jumlahnya penganut Kristen yan berjumlah sekitar 55 juta orang. Sisanya adalah hampir 4 juta kaum Muslim. Komunitas Muslim yang jumlahnya mencapai 5% dari total populasi Jerman. Kaum Muslim di Jerman kebanyakan dianut oleh keturunan imigran dari Turki.

Meski kecil, jumlah muallaf yang tertarik Islam jumlahnya naik secara signifikan. Laporan Lembaga Statistik khusus umat Islam di Jerman, tahun 2006, tercatan jumlah oran yang masuk Islam sekitar 4000-an orang.

Menurut laporan majalah Focus, sejak 2004 jumlah masjid di Jerman terus bertambah. Hingga kini tercatat ada 159 masjid. Itu belum termasuk 184 masjid yang tengah dibangun dan 2.600 ruangan yang disewa untuk kepentingan ibadah umat Islam.

Dalam laporan berjudul "Lebih Banyak Masjid daripada Gereja" itu, Focus mengutip laporan koran Bild, bahwa berdasarkan studi Zentralinstituts Islam-Archivs Jerman, jumlah umat muslim Jerman pun terus naik dari tahun ke tahun. "Dari 56 ribu pada 1980-an menjadi jutaan orang belakangan ini," kata Ketua Zentalsinstitituts Islam-Archivs Jerman Salim Said. Bukan tidak mungkin, pengakuan dan kesempatan pelajaran Islam nanti akan semakin memicu kecintaan orang Jerman berislam. [di/cha, berbagai sumber/www.hidayatullah.com]

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.