Go Ihsan - Sebuah
film dokumenter BBC berjudulThree’s Make me a Muslim menggambarkan kehidupan
perempuan Inggris yang memutuskan menjadi muslimah dipenuhi berbagai rintangan
Namun,
sebuah wawancara jurnalis dari islam.ru dengan beberapa perempuan mualaf di
Inggris justru menunjukkan fakta sebaliknya. Mereka digambarkan sangat
menikmati semua ajaran Islam yang pelan-pelan merombak kehidupan mereka menjadi
lebih baik.
“Menjadi
seorang Muslim menjagaku agar tidak terlalu mencolok, namun menambah rasa
percaya diri,” terang perempuan asal Hackney, Chantelle.
Perempuan
berusia 19 tahun ini pun memilih total mengubah gaya hidupnya. Mulai dengan
mengganti namanya menjadi Khadija, sesuai dengan nama istri Rasulullah SAW yang
dikaguminya. Serta mulai mengenakan abaya.
“Saya
mengenakan hijab untuk menunjukkan tentang hubungan saya dengan Allah. Tidak
ada hubungannya dengan fesyen. Saya juga tak pergi ke klub malam lagi, tapi
ternyata itu membuatku mempunyai lebih banyak teman yang lebih baik dari
sebelumnya,” ungkap Khadija.
Perubahan
yang sama dirasakan oleh rekan Khadija, Monique. Ia mendapatkan sebuah
kenyamanan dan kekuatan untuk menyampaikan pesan-pesan kebaikan bagi
orang-orang di sekitarnya setelah memeluk agama Islam.
“Saya
tidak bisa menyimpulkan menjadi muslimah setelah membaca Alquran. Yang jelas
saat melihat pribadi Chantelle lebih percaya diri ketika memutuskan berhijab,
itulah penggerak hati saya untuk mencobanya,” ucap Monique.
Setelah
bersyahadat, ia mengaku tidak merasa terbebani. Beragam aktivitas seperti
sebelumnya masih normal dilakoni.
Kini
Chantelle alias Khadija dan Monique terlibat aktif mengampanyekan di kalangan
muda London agar tidak gonta ganti pasangan dengan lebih mendalami hal-hal
positif, seperti belajar Islam.
Kedua
gadis ini sepakat bahwa muslimah bebas menentukan pilihannya sendiri. Prinsip
ini dirasa berbeda dengan apa yang terjadi di kalangan perempuan Inggris yang
menurut mereka masih terkekang dengan nilai-nilai patriarki.
Lain
lagi dengan yang dirasakan oleh Jessica (32 tahun). Perempuan yang dikaruniai
dua anak ini memutuskan memakai niqab atau cadar agar benar-benar bisa melupakan
masa lalunya yang kelam.
“Saya
berterima kasih pada Allah SWT yang memberikan jalan untuk melupakan masa lalu
saya dengan transformasi ini. Inilah saya yang sekarang yang telah meninggalkan
jauh-jauh kehidupan yang dulu,” katanya.
Ia
mengaku, karakternya di masa lalu sangatlah bertolak belakang dengan yang
sekarang. Jessica sama sekali tidak mempunyai sisi spiritual. Maka, ketika
bersyahadat sebelum menikah, ibunya pun berkomentar,”Ini pasti bentuk
pemberontakan di masa remaja,” kenang Jessica.
Meski
banyak yang meragukan keputusannya saat itu, Jessica bertahan untuk
memepelajari Islam yang kaffah. Bahkan kini ia kian menikmati aktivitas
selayaknya perempuan lainnya, yaitu menjual serta membeli beragam
aksesoris untuk hijab dan jilbab.
Bagi
Jessica, nilai-nilai Islam jauh lebih baik daripada puritanisme Eropa yang
mengekang hidup perempuan.
“Mengapa
perempuan di Inggris kini banyak yang menjadi Muslim? Karena ‘kebebasan’ Barat
dirasa memperbudak mereka,” cetus Jessica.
Bagi
Fatima, menjadi mualaf adalah sebuah pengalaman spiritual yang tak bisa
diungkapkan dengan kata-kata.
“Melihat
para muslimah mualaf yang secara sukarela belajar Alquran bersama membuatku
ingin merefleksi jiwa. Hidup mereka menjadi lebih baik setelah menjadi seorang
Muslim,” katanya.
Senada
dengan mereka, Lutfa merasakan energi positif di antara para muslimah yang
mengantarkan mereka pada kesolidan beribadah. “Mereka punya standar kebaikan
dalam kehidupan yang tersebar dan bisa mempengaruhi sekitarnya,” nilai Lutfa.(Rol)
Posting Komentar