Go Ihsan - Hutang-piutang sudah menjadi muamalah yang tidak bisa dihindari dalam
kehidupan sehari-hari. Hutang-piutang diperbolehkan di dalam Islam karena ia
termasuk akad ta’awun(tolong menolong) untuk menolong orang yang
membutuhkan bantuan dan juga merupakan akad tabarru’ (sosial)
sebagai kepedulian untuk membantu orang-orang yang sedang dalam kesulitan.
Bahkan memberikan hutangan kepada orang yang membutuhkan nilai pahalanya lebih
besar daripada bersedekah kepada para peminta-minta. Nabi Shalallahu ‘Alaii
Wassallambersabda dalam hadits yang diriwayatkan Ibnu Majah;
رَأَيْتُ لَيْلَةَ أُسْرِيَ بِي عَلَى بَابِ الْجَنَّةِ مَكْتُوبًا الصَّدَقَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا وَالْقَرْضُ بِثَمَانِيَةَ عَشَرَ فَقُلْتُ يَا جِبْرِيلُ مَا بَالُ الْقَرْضِ أَفْضَلُ مِنَ الصَّدَقَةِ قَالَ لأنَّ السَّائِلَ يَسْأَلُ وَعِنْدَهُ وَالْمُسْتَقْرِضُ لا يَسْتَقْرِضُ إِلا مِنْ حَاجَةٍ ))
“Pada waktu peristiwa isra’, aku melihat pada pintu sorga tertulis ‘Sedekah
dibalas dengan sepuluh kali lipat, dan memberi hutangan dibalas dengan delapan
belas kali lipat’. Maka aku (Nabi Shalallahu ‘Alaii Wassallam) bertanya ‘Wahai Jibril, mengapa
memberi hutangan lebih afdhol ketimbang sedekah? Jibril menjawab ‘Karena
seorang peminta-minta dia meminta sedekah padahal dia sudah mempunyai sesuatu,
sedangkan orang yang berhutang tidaklah ia berhutang kecuali karena ia memang
sangat membutuhkan.”
Agar hutang-piutang sesuai syari’ah, mendatangkan pahala dan
tidak jatuh kepada riba maka ada beberapa hal yang harus diperhatikan;
Pertama,
pemberi hutang atau pinjaman tidak diperkenankan mengambil manfaat atau
keuntungan duniawi dari orang yang berhutang. Sebab keuntungan yang didapat
dari pemberian pinjaman termasuk riba. Nabi Shalallahu ‘Alaii Wassallam bersabda;
أإِذَا أَقْرَضَ أَحَدُكُمْ قَرْضًا ، فَأُهْدِيَ إِلَيْهِ طَبَقًا فَلا يَقْبَلْهُ ، أَوْ حَمَلَهُ عَلَى دَابَّةٍ فَلا يَرْكَبْهَا إِلا أَنْ يَكُونَ بَيْنَهُ وَبَيْنَهُ قَبْلَ ذَلِكَ
“Apabila salah seorang
kalian memberi hutang (pada seseorang) kemudian dia memberi hadiah kepadanya,
atau membantunya naik ke atas kendaraan maka janganlah ia menaikinya dan jangan
menerimanya, kecuali jika hal itu telah terjadi antara keduanya sebelum itu.”
(HR. Ibnu Majah)
Terkecuali kalau keuntungan tersebut tidak disyaratkan diawal
akad, maka diperbolehkan bagi pemberi pinjaman untuk menerimanya. Seperti
ketika orang yang berhutang pada saat melunasi hutangnya memberi hadiah kepada
pemberi hutang sebagai tanda terima kasih atas bantuan hutang atau pinjaman
yang diberikan. Jabir bin Abdillah meriwayatkan dari Nabi Shalallahu ‘Alaii
Wassallam;
أَتَيْتُ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْمَسْجِدِ فَقَضَانِي وَزَادَنِي
“Aku menemui Nabi
saat Beliau berada di masjid, lalu Beliau membayar hutangnya kepadaku dan
memberi lebih kepadaku.” (HR. Bukhari)
Dalam Islam ada dua macam akad, yaitu akad tabarru’ (akad sosial) dan akad mu’awadlah(akad
komersial). Hutang piutang masuk dalam ranah akad tabarru’ atau akad sosial yang oleh karena itu
tidak diperkenankan seseorang untuk mengambil keuntungan darinya. Sedangkan
untuk mengambil keuntungan materi Allah menjadikan akad jual beli, murabahah,
mudharabah dan
sebagainya. Bila akad sosial dan tolong-menolong seperti memberi hutangan
disalahgunakan untuk mencari keuntungan materi maka itulah riba yang pelakunya
diperangi Allah dan Rasul-Nya dan diancam dengan adzab neraka jahanam dalam
waktu yang lama (QS. Al Baqarah: 275-277)
Kedua,
hutang-piutang seyogyanya dipersaksikan dan tertulis, sebagaimana yang
diperintah oleh Allah dalam QS: Albaqarah ayat 282. Hal ini begitu penting
untuk menghindari potensi kedzaliman yang mungkin di lakukan oleh salah satu
pihak, baik penghutang atau si pemberi hutang di kemudian hari. Banyak kasus
terjadi dimana orang-orang yang berhutang mengingkari hutangnya ketika ditagih
oleh si pemberi hutang. Maka disinilah perlunya saksi dan pencatatan dalam akad
hutang piutang.
Ketiga,
ketika berhutang hendaknya seseorang berniat untuk segera melunasinya bila
sudah mempunyai kemampuan membayar. Niat yang benar untuk membayar hutang akan
membantu seseorang dalam melunasi hutangnya. Rasulullah Shalallahu ‘Alaii
Wassallambersabda;
مَنْ أَخَذَ أَمْوَالَ النَّاسِ يُرِيدُ أَدَاءَهَا أَدَّى اللَّهُ عَنْهُ وَمَنْ أَخَذَ يُرِيدُ إِتْلَافَهَا أَتْلَفَهُ اللَّهُ
“Siapa yang mengambil
harta manusia (berhutang) disertai maksud akan membayarnya maka Allah akan
membayarkannya untuknya, sebaliknya siapa yang mengambilnya dengan maksud
merusaknya (merugikannya) maka Allah akan merusak orang itu.” (HR. Bukhari)
Rasulullah Shalallahu ‘Alaii Wassallam menerangkan seseorang yang berhutang
dan mempunyai niat buruk untuk tidak melunasinya maka kelak ia akan menghadap
Allah dengan menyandang predikat sebagai seorang pencuri.
فأَيُّمَا رَجُلٍ يَدِينُ دَيْنًا وَهُوَ مُجْمِعٌ أَنْ لَا يُوَفِّيَهُ إِيَّاهُ لَقِيَ اللَّهَ سَارِقًا
“Orang mana saja yang
berhutang dan berniat tidak membayarnya, maka ia akan datang menghadap Allah
sebagai seorang pencuri.” (HR. Ibnu Majah)
Keempat,
ketika melunasi hutang hendaknya si penghutang melunasi dengan cara yang baik.
Termasuk cara yang baik dalam melunasi hutang adalah melunasinya tepat
pada waktu pelunasan yang telah disepakati bersama. Memberi hadiah atau
kelebihan ketika melunasi hutang termasuk salah satu kebaikan yang dianjurkan
oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaii Wassallam, hal ini tidak masalah asalkan
hadiah atau kelebihan tersebut tidak disyaratkan di awal akad baik oleh yang
memberi hutang atau yang berhutang.
Dalam hadits yang diriwayatkan oleh Muslim, Abu Hurairah
menceritakan bahwa Rasulullah Shalallahu ‘Alaii Wassallam pernah berhutang
seekor onta dari seorang laki-laki. Hingga beberapa hari kemudian datanglah
orang tersebut kepada Rasulullah Shalallahu ‘Alaii Wassallam untuk menagih
ontanya. Lalu Rasulullah meminta para sahabat untuk mencari onta semisal untuk
dibayarkan kepada laki-laki tersebut. Setelah dicari kesana kemari onta yang
dimaksud oleh Rasulullah Shalallahu ‘Alaii Wassallam ternyata tidak ada
melainkan onta yang lebih berumur dari yang dihutang oleh Rasulullah. Rasulullah
pun bersabda kepada sahabat;
فَاشْتَرُوْهُ فَأَعْطُوْهُ إِيَّاهُ فَإِنَّ خَيْرَكُمْ أَحْسَنُكُمْ قَضَاءً
“Belilah dan berikan kepadanya, karena sebaik-baik kalian adalah
yang paling baik ketika membayar hutangnya.”
Kelima,
apabila orang yang berhutang mengalami kesulitan sehingga ia belum berkemampuan
untuk membayar hutang yang telah tiba jatuh temponya, maka bagi si pemberi
hutang hendaklah memberi penangguhan pembayaran. Memberi penangguhan kepada
orang yang kesulitan membayar hutang adalah akhlak terpuji yang memiliki banyak
keutamaan, diantaranya;
Ia akan mendapat naungan dan perlindungan dari Allah pada hari
kiamat. Sebagaimana sabda Nabi Shalallahu ‘Alaii Wassallam;
مَنْ أَحَبَّ أَنْ يُظِلَّهُ اللَّهُ فِي ظِلِّهِ , فَلْيُنْظِرْ مُعْسِرًا , أَوْ لِيَضَعْ عَنْهُ
“Barangsiapa yang ingin
diberi naungan oleh Allah dalam naungannya, maka hendaklah ia memberi
penangguhan kepada orang yang kesulitan membayar hutang atau ia bebaskan
darinya.” (HR. Muslim)
Setiap harinya ia mendapat pahala sedekah sebesar nilai hutang
yang ia berikan ketika ia memberi penangguhan kepada orang yang kesulitan
membayar hutang hingga hutangnya dilunasi. Rasulullah Shalallahu ‘Alaii
Wassallam bersabda;
مَنْ أَنْظَرَ مُعْسِرًا فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلُهُ صَدَقَةً قَبْلَ أَنْ يَحِلَّ الدَّينُ فَإِذَا حَلَّ الدَّينُ فأنظره فَلَهُ بِكُلِّ يَوْمٍ مِثْلُهُ صَدَقَةً
“Barangsiapa yang memberi
penangguhan kepada orang yang kesulitan membayar hutang, maka baginya setiap
hari ada pahala sedekah senilai hutang yang ia berikan, sebelum hutang itu
lunas. Jika hutang itu belum lunas, lalu dia memberi penangguhan lagi maka
baginya setiap hari ada pahala sedekah senilai itu.”
(HR. Ahmad)
Allah akan memberinya ampunan dan memasukkannya ke dalam Surga.
إِنَّ رَجُلًا كَانَ فِيْمَنْ قَبْلَكُمْ أَتَاهُ الْمَلَكُ لِيَقْبِضَ رُوْحَهُ ، فَقِيْلَ لَهُ : هَلْ عَمِلْتَ مِنْ خَيْرٍ ؟ قَالَ : ماَ أَعْلَمْ . قِيْلَ لَهُ : اُنْظُرْ . قَالَ : مَا أَعْلَمْ شَيْئًا ، غَيْرَ أَنِّي كُنْتُ أُبَايِعُ النَّاسَ فِي الدُّنْيَا وَأُجَازِيْهِمْ فَأُنْظِرَ الْمُوْسِرَ ، وَأَتَجَاوَزُ عَنِ الْمُعْسِرِ ، فَأَدْخَلَهُ اللهُ الْجَنَّةَ
“Sesunguhnya ada seorang
laki-laki yang hidup di zaman sebelum kalian yang didatangi malaikat untuk
mencabut ruhnya. Lalu dikatakan kepadanya ‘apakah engkau pernah mengerjakan
kebaikan?’ ia menjawab ‘aku tidak tahu’. Lalu dikatakan kepadanya ‘lihatlah!’
ia berkata ‘Aku tidak tahu, hanya saja dahulu sewaktu di dunia aku melakukan
jual beli dengan orang dan aku memberi kemudahan kepada mereka, aku memberi
penangguhan kepada orang yang kesulitan membayar, bahkan aku membebaskan orang
yang kesulitan membayar’. Maka Allah pun memasukkannya ke dalam Surga.”
(HR. Bukhari dan Muslim)
Keenam,
bila ada keterlambatan pembayaran dari orang yang berhutang ketika sudah jatuh
tempo, jangan sampai dikenakan denda. Karena denda yang muncul karena
keterlambatan dalam membayar hutang adalah riba jahiliyah yang
diharamkan di dalam Islam.(Hid)
Posting Komentar