Go Ihsan - Peristiwa
percobaan kudeta di Turki yang gagal, dimotori oleh sebagian (kecil) militer
Turki memberikan banyak hikmah yang bisa dipetik, khususnya bagi umat Islam.
Banyak kalangan berpendapat, sesungguhnya umat Islam Turki berperan sangat
vital dalam upaya penggagalan aksi kudeta tersebut.
PM Turki Binali Yildirim menyatakan,
setidaknya lebih dari 180 orang tewas dan 1.470 terluka, sementara hampir 3.000
orang telah ditahan sebagai akibat percobaan kudeta itu.
Sebagaimana kita ketahui Turki merupakan
sebuah negara dengan Islam sebagai agama terbesar di Turki sejak zaman
Kesultanan Utsmaniyah menguasai Turki pada abad ke-13. Turki saat ini
merupakan negara republik konstitusional yang demokratis dengan luas
negara 783.572 km2. Jumlah penduduk
Turki 76.865.524 jiwa dan mayoritas beragama Islam 99,8% (Kaiser, 2013).
Turki merupakan sebuah negara besar di
kawasan Eurasia. Wilayahnya terbentang dari Semenanjung Anatolia di Asia Barat
Daya dan daerah Balkan di Eropa Tenggara. Turki berbatasan dengan Laut Hitam di
sebelah utara; Bulgaria di sebelah barat laut; Yunani dan Laut Aegea di sebelah
barat; Georgia di timur laut; Armenia, Azerbaijan, dan Iran di sebelah timur;
dan Irak dan Suriah di tenggara; dan Laut Mediterania di sebelah selatan.
Selat Bosporus, Laut Marmara, dan Selat
Dardanella merupakan bagian dari Turki yang menandai batas wilayah Eropa dan
Asia, sehingga Turki dikenal sebagai negara transkontinental. Turki adalah
negara transbenua.
Pertarungan
kaum Sekuler dan Islamis
Militer sangat memainkan peran penting
dalam percaturan politik Turki. Mereka juga adalah penjaga utama nilai-nilai
sekulerisasi yang sejak lama diterapkan di negaranya.
Pemerintahan yang kini dibawah pimpinan
partai AKP telah mengalami tiga kali ancaman kudeta, karena dituduh membawa agenda
Islamisasi. Pada tahun 2007, pemerintahan AKP berhasil membongkar rencana
kudeta yang dilakukan oleh kelompok Ergenekon yang melibatkan para tokoh-tokoh
militer dan sekuler di Turki. Rencana kudeta ini dilakukan oleh militer melalui
kelompok Ergenekon yang bertujuan untuk menggulingkan pemerintahan yang sedang
berkuasa.
Jika melihat masa-masa kejatuhan
Kekhilafahan Ottoman, salah satu perubahan yang paling mendasar yang dilakukan
oleh Mustafa Kemal (tokoh yang merubah Turki menjadi republik) adalah dihilangkannya
peranan agama dalam kehidupan keseharian. Pemakaian huruf Arab digantikan
dengan huruf Latin, bahkan bunyi adzan pun diubah ke dalam bahasa setempat.
Perubahan-perubahan tersebut memang mempengaruhi Turki, tapi perubahan itu
juga menyakiti umat Islam.
Setelah Kemal Ataturk meninggal pada
1938, digantikan oleh Ismet Inonu. Pada waktu itu timbul perlawanan dari kaum
intelektual Islam. Mereka menentang moderenisasi ala Barat. Setelah Perang
Dunia II selesai, para pemimpin Turki berusaha memodifikasi konsep pembaharuan
Kemal Pasha dengan cara menggali nilai-nilai Islam sambil tetap menentang
imperialisme Barat.
Pada 1950 diadakan pemilihan anggota
parlemen. Partai Demokrat berhasil mengalahkan Partai Republik yang didirikan
Kemal Ataturk. Dengan kemenangan ini Celal Bayar duduk sebagai presiden dan
Adnan Menderes sebagai perdana menteri. Sepuluh tahun kemudian timbul kekacauan
politik di dalam negeri yang menyebabkan kelompok militer turun tangan dan
mengambil alih kendali kekuatan.
Kebijaksanaan Celal Bayar dianggap
terlalu jauh menyimpang dari prinsip-prinsip dasar yang diletakkan oleh
Ataturk. Sementara itu, Adnan Menderes diganjar hukuman gantung dan Presiden
Bayar dihukum seumur hidup. Namun akhirnya dibebaskan.
Tahun 1961 Turki memberlakukan konstitusi
baru untuk pertama kali dengan mengadakan pemilihan umum yang bebas. Sekalipun
tidak berhasil mendapat suara mayoritas, Partai Republik berhasil memenangkan
pemilihan ini.
Menjelang tahun 1980 timbul lagi
kerusuhan politik di dalam negeri yang menyebabkan kalangan militer mengambil
alih lagi kekuatan politik. Konstitusi baru diberlakukan lagi tahun 1982.
Setahun kemudian Turki mengadakan pemilu yang akhirnya dimenangkan oleh Partai
Mother Land.
Tahun 1997, militer kembali melakukan
kudeta (post-modern coup) dengan memaksa Perdana Menteri Necmettin Erbakan
hengkang dari jabatannya. Setahun kemudian, militer melarang para politikus
Muslim untuk tampil dalam kancang perpolitikan nasional.
Pada 2002, partai AKP yang dipimpin oleh
Erdogan memenangi pemilu dan pada 2007, partai itu berhasil mengantarkan
Abdullah Gul menjadi presiden Turki.
Prestasi Turki
dalam Kepemimpinan Erdogan
Sejak partai AKP memimpin pemerintahan,
Turki adalah salah satu negara yang menjadi model negara demokrasi Muslim di
dunia. Nilai-nilai relijiusitas rakyatnya juga sangat tinggi, ditambah
pembangunan yang terus berkelanjutan dan menunjukan kesejahteraan bagi
rakyatnya.
Islam dan Nasionalisme mampu menopang
pembangunan negara itu. Simbol agama yang dulunya tidak boleh dipakai di tempat-tempat
umum kini diperbolehkan. Turki juga sangat menjunjung tinggi nasionalisme
negara dengan mewajibkan pelajar dan pekerja yang datang ke Turki wajib bisa
berbahasa Turki.
Sekarang dengan Islam yang penuh
toleransi dan didukung sikap menjunjung tinggi paham nasionalisme, Turki
kembali menemukan jati dirinya sebagai sebuah negara yang memiliki pendirian
dan harga dirinya sebagai sebuah bangsa besar dan pernah memimpin dunia.
Dalam dukungannya terhadap rakyat
Palestina, sejak kasus kapal kemanusiaan Mavi Marmara 2010 silam, Turki mampu
menekan Israel untuk membuka pintu Eres sehingga sedikitnya 400 truk bantuan
bisa memasuki Gaza, termasuk bantuan untuk pembangkit listrik di Gaza yang lama
tidak beroperasi akibat blokade bahan bakar dan serangan tentara Israel.
Sementara untuk krisis Suriah, Turki
menjadi negara yang menampung pengungsi terbanyak diantara negara-negara
sekitar. Jutaan warga negara syam itu memilih meninggalkan negaranya dan
Erdogan malah menawarkan kesempatan kepada mereka untuk menjadi warga negara,
seperti disebutkan sumber Anadolu Agency.
“Kami akan memberikan kesempatan untuk
[memperoleh] kewarganegaraan dengan membantu saudara-saudara dengan monitoring
melalui kantor-kantor yang didirikan oleh kementerian dalam negeri. Turki
adalah rumah Anda juga,” kata Erdogan.
Hikmah
Peristiwa Turki
Bagi kita umat Islam, tentu setiap
kejadian di dunia ini ada pesan-pesan untuk dapat kita ambil pelajaran.
Peristiwa di Turki setidaknya menjadi pelajaran bagi kita, betapa pentingnya
persatuan antar sesama umat Islam. Kekuasaan merupakan fitnah terbesar yang
akan dialami oleh kita sebagai umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi Wasallam.
Nabi Muhammad Shallallahu ‘Alaihi
Wasallam telah memperingatkan kepada kita agar tidak terjebak pada perebutan
kekuasaan yang para akhirnya mengorbankan rakyat. “Kekuasaan” merupakan godaan
terbesar bagi manusia, sehingga menarik untuk diraih, atau diperebutkan.
Di negara-negara maju, sekarang telah
tumbuh kesadaran apabila terjadi kesalahan oleh bawahannya, maka mereka lebih
baik mengundurkan diri, karena merasa tidak mampu memimpin. Misalnya terjadi
tabrakan kereta api, atau kecelakaan pesawat terbang, menteri perhubungannya
mengundurkan diri dari jabatannya. Mereka punya tanggung jawab moral terhadap
kepemimpinannya.
Kekuasaan tanpa iman, maka seseorang
akan berbuat melampaui batas yang berakibat merugikan dirinya dan masyarakat,
baik kerugian material maupun moral. Merajalelanya kejahatan dan maksiat tidak
terlepas dari pengaruh kekuasaan yang korup, tidak efisien, dan kurang
terampil.
Jika kekuasaan jauh daei keimanan,
makaorang akan kehilangan harga diri. Banyak sudah orang yang mencoba meraih
kekuasaan, dengan mengerahkan segala kemampuannya(keuangan, retorika, sampai
kemampuan dukun dan paranormal),
Bagi mukmin, kekuasaan bukan sesuatu
yang perlu diperebutkan, tapi bila ia datang bukan sesuatu yang haram ditolak.
Yang penting kesiapan diri (zahir batin). Ketika kekuasaan itu datang, kita
sudah siap. Kesiapan diri mengemban amanah Allah, mewakili kekuasaan Yang Maha
Kuasa di muka bumi, tentu jauh lebih terhormat daripada kekuasaan yang
diperebutkan dengan harta, dusta, fitnah dan rekayasa serta manipulasi.
“Apa (yang ada) di sisimu akan lenyap,
dan apa yang ada di sisi Allah adalah kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi
balasan kepada orang-orang yang sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa
yang telah mereka kerjakan”. (Q.S. An-Nahl [16]: 96). (ken/MINA)
Penulis:
Widi Kusnadi, redaktur kantor berita Islam Mi’raj Islamic News Agency (MINA)
Posting Komentar