Halloween party ideas 2015

Go Ihsan - Jumhur ulama berpendapat bahwa perbedaan niat imam dan makmum tidak masalah dalam salat jamaah. Orang yang shalat fardhu boleh mengikuti orang yang shalat nafilah, orang yang shalat nafilah boleh mengikuti orang yang shalat fardhu, dan orang yang shalat fardhu boleh mengikuti orang yang juga shalat fardhu dengan niat berbeda. Dengan demikian dalam kajian ini setidaknya ada tiga bentuk perbedaan niat.

Bentuk pertama, misalkan seseorang masuk masjid sementara imam sedang shalat Tarawih. Ia boleh shalat Isya’ dua rakaat bersama imam, setelah imam salam, ia berdiri meneruskan dua rakaat sisanya. Demikian pendapat Imam Syafi’i dan rekan-rekannya, juga salah satu pendapat yang diriwayatkan dari Imam Ahmad, dipilih Ibnu Qudamah dan Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah. Semoga Allah merahmati mereka semuanya. (Al- Majmû’, IV/269, Al-Mughni, III/67, Majmû’ Fatâwâ Ibnu Taimiyah, XXIIII/386)

Pendapat ini didasarkan pada riwayat Jabir radhiyallahu ‘anha, bahwa sahabat Mu’adz radhiyallahu ‘anha shalat Isya’ bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, kemudian ia kembali ke kaumnya lalu mengimami mereka shalat yang sama. (HR. Bukhari-Muslim)

Dalil lain, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam shalat bersama kelompok kedua dalam shalat khauf dan shalat yang kedua ini nafilah bagi beliau. Beliau shalat dengan kelompok pertama lalu salam, dan shalat lagi bersama kelompok kedua lalu salam juga. (HR. Abu Dawud, IV/126, An-Nasa`I, III/178 dan disahihkan Albani dalam Shahîh Abu Dawud, I/232)

Terkait hadist, Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti, maka jangan menyalahinya” (HR. Bukhari Muslim) Maka hadits ini tidak menunjukkan bahwa perbedaan niat dalam shalat tidak boleh, karena maksud perbedaan dalam hadits ini adalah perbedaan gerakan-gerakan lahir. Seperti itulah yang ditafsirkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam lanjutan hadits yang sama. Dengan asumsi hadits ini berlaku secara umum untuk perbedaan niat dan gerakan-gerakan lahir, toh dikhususkan dengan hadits lain, seperti hadits Jabir di atas sehingga tidak ada kontradiksi antara dalil umum dan dalil khusus.


Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah menuturkan, “Mereka yang melarang perbedaan niat antara imam dan makmum, tidak memiliki hujjah kuat. Mereka hanya bersandar pada lafal yang sama sekali tidak memperkuat inti masalah yang diperdebatkan, seperti sabda Nabi SAW, ‘Sesungguhnya imam itu dijadikan untuk diikuti, maka jangan menyalahinya,’ atau sabda, ‘Imam itu menjamin’ sehingga shalat imam tidak lebih sempurna daripada shalatnya makmum. Kedua hadits ini sama sekali tidak menolak hujjah-hujjah perbedaan niat imam dengan makmum yang telah disebut sebelumnya. Dan perbedaan yang dimaksud dalam hadits ini adalah perbedaan gerakan-gerakan lahir, seperti dijelaskan dalam lanjutan hadits yang sama’,”

Kemudian Ibnu Taimiyah juga menjelaskan, “Shalat nafilah di belakang orang yang shalat fardhu disebutkan dalam sejumlah hadits, begitu juga sebaliknya. Dengan demikian, diketahui bahwa kesamaan niat dalam shalat fardhu ataupun nafilah dengan niat imam tidak wajib. Imam tetap menjamin shalatnya makmum, meski si imam shalat nafilah.” (Majmû’ Fatâwâ Ibnu Taimiyah (XXIII/385-386)

As-Sindi mengomentari hadits tentang shalat khauf sebelumnya, “Hadits ini mengharuskan orang yang shalat fardhu mengikuti orang yang shalat nafilah secara pasti. Saya tidak mengetahui mereka—yang mengharuskan kesamaan niat antara imam dan makmum—memiliki jawaban memuaskan.” (Hâsyiyat As-Sindi, III/178)

Bentuk kedua, orang shalat nafilah mengikuti orang shalat fardhu. Misalkan seseorang masuk masjid dan mendapati jamaah tengah shalat, sementara ia sudah mengerjakan shalat tersebut. Maka tidak mengapa ia ikut shalat bersama jamaah, dan shalat tersebut terhitung nafilah (Sunnah) baginya. (Al-Mughni, III/68)

Bentuk ketiga, orang shalat fardhu mengikuti orang yang juga shalat fardhu. Misalkan seseorang masuk masjid dan ia belum shalat Zhuhur, sementara imam saat itu shalat Ashar. Saat itu ia shalat mengikuti imam dengan niat shalat Zhuhur, kemudian setelah itu baru shalat Ashar, karena tertib dalam shalat hukumnya wajib, dan tidak gugur meski dikhawatirkan ketinggalan shalat berjamaah. (Fatâwâ Syaikh Bin Baz, XII/182, 191)

Juga boleh shalat Zhuhur, Ashar, Maghrib atau Isya’ di belakang orang yang shalat Shubuh, dengan syarat gerakan-gerakan kedua shalat yang dilakukan tidak berbeda, berdasarkan hadits “Janganlah kalian menyalahi (gerakan)nya (imam).” Dengan demikian, tidak boleh shalat Zhuhur di belakang orang yang shalat kusuf misalnya. (Al-Mughni, III/69)

Ini adalah pendapat fuqaha Syafi’iyah, salah satu pendapat yang diriwayatkan dari Imam Ahmad, dan dipilih Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah berdasarkan hadits Mu’adz. Hadits ini menunjukkan bahwa perbedaan niat imam dan makmum tidak berpengaruh. Seperti itu juga dengan permasalahan yang tengah dibahas di sini. Perbedaan niat shalat fardhu dengan shalat fardhu lain tidak berpengaruh. Wallahu ‘alam bisshawab!
Fakhruddin

Sumber: Buku “Ensiklopedi Shalat” Abu Abdirrahman Adil Bin Sa’ad, Penerbit:
Ummul Qura, Jakarta

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.