Go Ihsan - Ketua majelis fatwa Majelis Intelektual dan Ulama Muda
Indonesia (MIUMI) Dr. Ahmad Zain An Najah mengatakan politik yang tidak
mendekati ulama maka akan menjadi politik yang rusak. Sebaliknya apabila
politik yang meminta arahan ulama maka akan lahir politik yang baik dan santun.
“Ilmu politik adalah ilmu mengatur negara. Sebab segala
sesuatu diperlukan ilmu. Umar bin Khattab pernah mengatakan belajarlah sebelum
kalian memimpin. Adapun sumber ilmu adalah melalui ulama,” katanya dalam
diskusi ‘Arah Politik Ulama’ di AQL Islamic Center, Tebet, Jakarta Selatan,
Selasa (20/11/2018).
Ia menjelaskan keterlibatan ulama dalam politik ada dua,
meski idealnya ulama tidak masuk ke dalam politik praktis. Pertama, ulama
semestinya berada di atas politisi, yang tidak diatur oleh atasan atau menjadi
wakil. Model ke dua, ulama boleh masuk ke dunia politik praktis tetapi harus
menjadi pemimpin bukan menjadi bawahan.
“Sehingga ulama harus menjaga keidealannya dalam menjadi
rujukan penguasa. Ulama harus mengarahkan, bukan justru diarahkan oleh
penguasa. Sebab tidak ada contoh nabi menduduki jabatan sebagai wakil atau
bawahan, kecuali pemimpinnya adalah nabi,” tuturnya.
Dr. Zain melanjutkan sejatinya umat Islam ini bisa
memenangkan pertarungan antara hak dan batil tanpa perang. Salah satunya
melalui politik ulama yakni politik dakwah. Ulama harus menjadi hakim para
politisi, yang mengarahkan atau menegur politisi yang melakukan kekeliruan.
“Sejatinya alur politik ulama adalah menegakkan keadilan.
Baik ulama menjadi penguasa atau mengarahkan penguasa untuk menegakkan
keadilan,” ujar Pimpinan Pesantren Tinggi Al Islam Bekasi itu.
Ia menyampaikan keutamaan ulama banyak disebutkan dalam
kitab Al Quran. Salah satunya dalam QS. An Nisa ayat (59), perintah untuk taat
kepada Allah, Rasul dan Ulil Amri. Ahli Tafsir sepakat Ulil Amri dalam ayat
tersebut bermakana ulama.
“Sebab ulama mengikuti perintah Allah dan Rasul. Adapun
makna ulil amri, pemimpin ialah pemimpin yang taat pada ulama,” tukasnya.(kiblat)
Posting Komentar