Halloween party ideas 2015

Go Ihsan - أَحَسِبَ النَّاسُ أَنْ يُتْرَكُوا أَنْ يَقُولُوا آمَنَّا وَهُمْ لا يُفْتَنُونَ

Apakah manusia itu mengira bahwa mereka dibiarkan (saja) mengatakan: “Kami telah beriman”, sedang mereka tidak diuji lagi? (QS.Al-Ankabut:2)

Sebuah ayat yang tentu sudah masyhur di antara kaum muslimin. Ayat ini masyhur karena berkenaan dengan keniscayaan sebagai orang yang telah mengikrarkan keimanan maka pasti akan memperoleh ujian atas keputusannya.

Di dalam Tafsir Al-Qurtubi, Ibnu Abbas menyebutkan bahwa ayat ini turun ketika kaum muslimin Makkah yang masih sedikit dan lemah mendapatkan intimidasi dari kafir Quraisy. Penyiksaan, ancaman bahkan sampai tertumpahnya darah dan hilangnya nyawa menjadi konsekuensi atas keimanan para sahabat Rasulullah yang mulia. Pun dalam tafsir Jalalain juga disebutkan bahwa ayat ini diturunkan berkenaan dengan orang-orang yang masuk Islam, kemudian mereka disiksa oleh orang-orang musyrik.

Namun, ayat ini turun tidak hanya berlaku untuk mereka. Sebab, kata an-nâsmemberikan makna umum yang berarti meliputi seluruh manusia. Ayat ini juga memberitakan bahwa ujian keimanan merupakan sunnatullah dan berlaku di setiap masa.



Fenomena Hijrah

Telah dijelaskan bahwa ayat tentang ujian setelah beriman berlaku untuk siapa saja yang telah mengikrarkan keimanan. Disebutkan pula di dalam tafsir Ibnu Katsir bahwa ujian yang diberikan itu sesuai dengan kadar keimanan pelakunya. Nabi saw bersabda:

يَا رَسُولَ اللَّهِ أَىُّ النَّاسِ أَشَدُّ بَلاَءً قَالَ « الأَنْبِيَاءُ ثُمَّ الأَمْثَلُ فَالأَمْثَلُ فَيُبْتَلَى الرَّجُلُ عَلَى حَسَبِ دِينِهِ فَإِنْ كَانَ دِينُهُ صُلْبًا اشْتَدَّ بَلاَؤُهُ

Manusia yang paling berat cobaannya adalah para nabi, kemudian orang-orang shalih, kemudian berikutnya dan berikutnya. Seseorang dicoba sesuai dengan (kadar) agamanya. Ketika dia tetap tegar, maka ditingkatkan cobaannya (HR al-Tirmidzi).

Jadi, bisa dipastikan saat ini kita menjalani ujian keimanan masing-masing yang berbeda kadarnya sesuai dengan tingkatan keimanan. Dewasa ini, fenomena hijrahnya seorang yang dulunya jauh dari Islam dan kembali ke jalan yang lurus ibarat bunga yang mekar di musim semi. Kita temui di media sosial dan kehidupan nyata banyaknya orang-orang yang telah sadar akan hakikatnya kehidupan.

Awal kehidupannya yang dulunya bergelimang dunia ternyata tidak memberikan kepuasan batin dan justru malah semakin haus dan dahaga. Dunia memang tidak akan ada habisnya jika selalu dikejar dan akan melalaikan manusia dari kehidupan sebenarnya di akhirat sana. Hidayah Allah pun tiba, hatinya terketuk untuk kembali pada-Nya dan duduk bersimpuh di hadapan Sang Pencipta. Fenomena yang menggembirakan  jika kita melihat saudara-saudara kita seiman kembali tersadar akan pentingnya hidup beragama.

Begitu pula di kalangan aktivis, dulunya yang jauh dari nilai-nilai agama dalam bertingkah laku berubah drastis menjadi pejuang di dalam dakwah dan jihad. Perubahan yang sangat menggembirakan dan melegakan hati kaum muslimin.

Namun, perlu diingat bahwa hijrahnya seeorang kembali pada jalan Allah juga akan diikuti rentetan ujian yang bermacam-macam bentuknya sesuai dengan kadar keimanan. Siklus inilah yang perlu diwaspadai agar seseorang tetap istiqomah di dalam hijrahnya menuju jalan Allah yang haq.

Ketika Ujian Keimanan Tiba

Terkadang seseorang mencari jalan lain di kehidupannya karena adanya rasa jenuh yang memenuhi diri. Harta dan dunia yang ia kira mampu memberikan segalanya ternyata hampa dan akan ditinggal ketika nyawa telah terpisah dari raga. Maka, pada saat itulah hidayah datang dan menuntunnya pada kenikmatan iman.

Akan tetapi, sekali lagi ujian itu akan datang bertubi-tubi. Tidak sedikit yang bergelimpangan tatkala cobaan itu datang. Ketika niatnya hijrah dari kejahiliyahan menuju cahaya Islam hanya karena lari dari kebosanan, tak heran jika ia kembali berbalik ke kehidupan awal. Atau karena kurangnya rasa tawakal pada Allah,maka iming-iming dunia akan membabat habis keimanan di hatinya.

Banyak orang yang tidak siap dengan ujian keimanan ini. Ia mengira ketika ia telah kembali di jalan Allah, maka kehidupan akan berjalan begitu saja. Atau kehidupannya akan tetiba makmur dan bergelimang harta. Rasa nyaman, rasa tenang dan rasa bahagia dalam hidup itu akan didapat seorang muslim jika ia telah mampu mengalahkan ujian-ujian yang datang dan berharap pada janji Allah yang nyata. Rasa harap dan mengharap keridhaan-Nya inilah yang akan membuat hatinya tenang walau kehidupannya bertambah sempit, dicerca, diusir setelah ia berniat hijrah dari kejahiliyahan. Orang yang berpandangan salah dalam hal ini, silakan bersiap-siap menjadikan proses hijrah hanya menjadi batu loncatan semata.

Bagi seorang aktivis dakwah, poin ini memegang peranan penting dalam keberlangsungan aktivitasnya dalam perjuangan. Tidak semua aktivis menemukan jalan hijrahnya sedari kecil dan terdidik secara formal. Berangkat dari background kehidupan yang bermacam-macam menuju satu tujuan, yaitu mengharap keridhaan Allah dalam dakwah dan jihad.

Ujian pun akan menimpa para aktivis ini. Justru akan lebih berat karena mereka adalah orang-orang yang bersinggungan dengan dakwah secara langsung. Godaan dunia akan lebih menerjang lebih dahsyat di saat kemiskinan menimpa dan kebutuhan hidup terus bertambah. Ujian kedudukan juga akan menghadang ketika hidup bercampur dengan masyarakat yang majemuk. Tentu hal ini harus segera disadari agar para aktivis mampu menghadapinya hingga pertolongan Allah datang menghampiri.

Satu hal yang tak kalah penting adalah soal hijrahnya seorang aktivis yang kurang totalitas atau kaafah. Memang secara zahir ia tampak sebagai seorang aktivis, tetapi rasa bosan yang rasakan ketika meninggalkan kemaksiatan berubah menjadi rasa penasaran. Mulailah ia bernostalgia dengan kemaksiatan yang telah lampau, beranggapan itu hanyalah selingan dan tidak akan mengubah keimanannya secara signifikan, berbeda dengan aktivis yang diuji dengan cobaan yang berat dan terlihat oleh kasat mata perubahannya.

Kembalinya rasa penasaran akan masa lalu itu terjadi karena kurangnya tazkiyatun nafs dalam hatinya. Imbasnya cukup besar jika hal seperti ini diteruskan dan tidak sadar bahwa itu perbuatan yang salah karena dianggap hanya selingan. Perbuatan maksiat walaupun sekecil apapun akan berdampak pada seorang muslim apalagi aktivis. Bisa jadi, proses perjalanan dakwah sering buntu karena adanya kasus seperti ini. Proses hijrah yang belum totalitas sehingga masih sering mencuri-curi kesempatan untuk menengok kejahilayahan. Naudzubillah min dzalik.

Maka dari itu, bagi para pejuang di jalan dakwah, hal ini patut menjadi bagian dari kehidupan yang perlu diberi perhatian khusus. Mungkin bagi khalayak ramai sudah terbiasa melihat di layar kaca orang-orang yang bolak balik hijrah. Namun, bagi seorang aktivis ini adalah prinsip dasar yang harus dipegang teguh. Ketika telah berazam hidup di jalan perjuangan, haruslah tetap konsekuen dengan pilihan hingga Allah memanggil. Hijrah yang totalitas, hijrah yang kaafah hanya mengharap balasan dari-Nya semata. Wallahu a’lam bi shawab.
Penulis: Dhani El_Ashim
Sumber: Kiblat

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.