Halloween party ideas 2015

JAKARTA – Si empunya buku “Aku Bangga Jadi Anak PKI,” Ribka Tjiptaning Proletariati melaporkan Front Pembela Islam (FPI) ke Komnas HAM dan Mabes Polri. Laporan ini terkait pembubaran acara yang diadakannya di salah satu rumah makan di Kelurahan Pakis, Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, 24 Juni lalu.

Ribka yang juga menjabat Ketua Komisi IX Bidang Kesehatan DPR ini mengadukan FPI ke Komisi Nasional dan Hak Asasi Manusia di Jakarta, Senin (28/6/2010).

Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan itu ditemani puluhan partisipannya ke Komnas HAM. Ribka menjelaskan kronologis kejadian kepada Komisioner Bidang Pemantauan Dan Penyelidikan Komnas Ham Johny Simanjutak.
Jadwal kunjungan Ribka cs di Jatim sebenarnya berlangsung pada 21-23 Juni. Jadi, pada tanggal 24 Juni, sebenarnya jadwal kunjungan kerja sudah selesai. Tetapi dengan alasan banyak elemen masyarakat di sejumlah kota di Jatim ingin bertemu, maka Ribka bersama Rieke Dyah Pitaloka dan Nursuhud (semuanya anggota Fraksi PDIP) mau menerima undangan tersebut.

Tanggal 24 Juni pula, digelar pertemuan yang diorganisir antara lain Yayasan Layar Ku Mendung dan Perpeni di satu rumah makan di Kelurahan Pakis, Kabupaten Banyuwangi, Jatim. Acara itu dihentikan setelah baru saja Ribka berpidato selama sekitar satu jam.

Pembubaran paksa itu, ujar Ribka, dilakukan FPI Banyuwangi bersama Forum Umat Beragama dan LSM Gerak.

Menanggapi laporan anak PKI itu Johny mengatakan akan segera menindaklanjuti laporan itu. Ia akan meminta klarifikasi dan pertanggungjawaban Mabes Polri atas kasus tersebut. Pihaknya juga akan menyelidiki kemungkinan pelanggaran yang dilakukan FPI.

Anak PKI Melaporkan FPI dan Kapolres Banyuwangi ke Mabes Polri

Selain ke Komnas HAM, Ribka Tjiptaning menyambangi Bareskrim Mabes Polri. Politisi PDIP ini akan melaporkan kasus pembubaran paksa yang dilakukan FPI di Banyuwangi. Ribka menyebut Kapolres Banyuwangi, Ajun Komisaris Besar Slamet Hadi Supraptoyo tidak bertanggungjawab.

“Harusnya Kapolres bertanggung jawab atas hal ini. Saya melihat Kapolres yang tidak bertanggung jawab,” kata Ribka di Bareskrim Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (28/6/2010).

Selain melaporkan Kapolres, Ribka melaporkan FPI. “Iyalah (melaporkan FPI). Yang membubarkan kan mereka,” ujar dia.

Ribka menjelaskan pertemuan di Bayuwangi merupakan kegiatan yang legal dan sudah memberitahukan kepada pihak Kepolisian.

“Itu kan kewenangan saya sebagai DPR menerima aspirasi, terutama bidang saya kesehatan dan tenaga kerja. Saat masa reses, kita memang harus meminta aspirasi dan masukan dari masyarakat,” kata Ribka.

Kuasa hukum Ribka Cs, Sirra Prayuna, menambahkan, kliennya melaporkan atas perbuatan tidak menyenangkan yang diduga dilakukan FPI.

Menanggapi laporan anak PKI itu, Mabes Polri menjelaskan bahwa acara yang digelar Ribka cs di restoran Banyuwangi tersebut tidak berizin.

“Masalah yang terjadi di Jatim semula tempatnya itu tidak di restoran, sebenarnya sudah izin. Namun, karena tempat semula berkenaan dengan acara Pilkada maka dipindah ke restoran. Ketika di restoran itu tidak ada izin,” kata Irjen Pol Edward Aritonang di Bareskrim Mabes Polri, Jalan Trunojoyo, Jakarta Selatan, Senin (28/6/2010).

Kadiv Humas Mabes Polri ini juga menampik tudingan bahwa polisi tidak bertanggung jawab dalam acara tersebut. Menurutnya, kepolisian berusaha untuk memberikan perlindungan kepada siapa pun terkait insiden di Jawa Timur (Jatim). Tetapi, sebagai negara hukum, kata Edward, siapa pun di luar kewenangannya tidak bisa melakukan hal-hal yang melanggar hukum.

FPI Ancam akan Laporkan Balik PDIP ke Polisi

Menanggapi langkah politisi PDIP yang melaporkan Front Pembela Islam (FPI) ke Mabes Polri terkait kasus pembubaran paksa yang dilakukan FPI atas acara yang dihadiri ketiga politisi itu di Banyuwangi, Jawa Timur, 24 Juni lalu. Namun, FPI menilai laporan dari para politisi PDIP tersebut salah alamat.

“Kalau mereka mau melaporkan ke penegak hukum silakan karena ini adalah hak mereka. Namun, apa yang mereka laporkan adalah salah alamat,” ujar Sekretaris Jenderal FPI M Sobri Lubis, Senin (28/6/2010).

Sobri menjelaskan, PDIP melaporkan FPI karena dituduh melakukan pembubaran. Padahal, pembubaran tersebut adalah murni gerakan masyarakat yang anti PKI (Partai Komunis Indonesia).

“Jika disitu ada anggota FPI, dia bergerak bukan atas nama FPI tapi dari masyarakat. Saya juga telah menghubungi FPI Jawa Timur, Banyuwangi dan mengatakan tidak ada instruksi untuk membubarkan acara tersebut,” katanya.

Jika PDIP bersikeras akan tetap melaporkan FPI ke kepolisian, pihaknya juga sudah bersiap untuk melaporkan balik PDIP dengan tuduhan fitnah dan pencemaran nama baik,” jelasnya.

Sobri juga memberi masukan kepada Ketua Umum PDIP Megawati agar dapat menjaga partainya dari susupan pihak luar yang berideologi sama dengan PKI.

“Jangan sampai nama baik Megawati dan PDIP dimanfaatkan untuk menghidupkan komunisme kembali,” tandasnya.

Ribka Bangga Jadi Anak PKI

Sebelum menjabat sebagai Anggota DPR RI dari Fraksi PDIP, nama Ribka Ciptaning Proletariati mencuat setelah menulis buku buku “Aku Bangga Jadi Anak PKI.” Buku yang ditulis Ribka ketika menjabat sebagai salah seorang Wakil Ketua DPD PDIP Jawa Barat periode 2000-2005 itu berkisah tentang suka duka menjadi anak PKI yang sangat ditindas waktu jaman Orde Baru.

Buku ini menjadi kontroversi yang mengejutkan banyak pihak, karena diluncurkan di saat bangsa Indonesia memperingati Hari ‘Kesaktian’ Pancasila 1 Oktober 2002. Hari ini sangat bersejarah bagi bangsa Indonesia, karena pada peristiwa ini terjadi pembantaian secara biadab yang dilakukan oleh Partai Komunis Indonesia (PKI) yang terkenal dengan Gerakan 30 September (G-30-S). Pada hari mengenang kekejaman PKI itulah, Ribka meluncurkan buku yang judulnya mengagung-agungkan PKI.

Dalam tayangan salah satu televisi swasta, Selasa (1/10/2002), Ribka dengan penuh gelak tawa menyatakan kebanggaannya menjadi salah seorang anak PKI yang sekian puluh tahun ditekan dan ruang geraknya dibatasi oleh rejim militer pada waktu itu. Malah dirinya tidak diperbolehkan membuka praktik dokter.

Ribka mengatakan, saat tragedi G-30-S/PKI, dirinya baru berusia tujuh tahun. Kenangan buruk tentang tragedi tersebut dia ungkapkan dalam bukunya itu. Dia pun mengakui pada pemilihan umum 1999, sekitar 20 juta anak PKI mencoblos tanda gambar Banteng Gemuk (PDIP). [taz]/(voa-islam.com)

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.