TEHERAN – Terlepas dari ketakutan dan harapan bahwa gejolak di Timur Tengah bisa melahirkan revolusi Islam, oposisi itu sejauh ini tampaknya tidak dimotivasi oleh agama.
Ayatollah Ahmad Khatami dari Iran memperingatkan bahwa peristiwa akhir-akhir ini di Timur Tengah dan dunia Arab tidak boleh diremehkan.
Dalam khotbah Jumatnya (26/1) di Teheran, dia mengatakan ada Timur Tengah Islami yang tengah dibangun, yang berdasarkan Islam, agama dan demokrasi. Televisi Iran juga menayangkan seruan untuk solidaritas dengan para pelajar Tunisia dan Mesir dan melaporkan tentang demonstrasi di Yaman, Yordania, Eropa, dan AS.
Perbandingan dilakukan dengan Revolusi Iran tahun 1979, sementara demonstrasi dan gejolak di Iran saat ini tidak disebutkan.
Namun sejauh ini tidak ada indikasi bahwa terjadi revolusi yang baru atau bahwa ada efek domino di seluruh kawasan. Sementara teriakan Allahu Akbar terdengar dalam demonstrasi menentang hasil pemilu Iran tahun 2009, tidak ada teriakan serupa yang terdengar di Tunisia, Mesir, Yaman, atau Yordania.
Kelompok-kelompok politik Islam di negara-negara yang terdampak menjaga profilnya tetap rendah saat peristiwa-peristiwa saat ini terungkap. Figur oposisi Islam Tunisia Rachid Ghanouchi, yang berada di pengasingan selama 18 tahun, baru kembali ke Tunisia akhir pekan ini, lebih dari dua minggu setelah tergulingnya rezim lama Tunisia.
Ikhwanul Muslimin di Mesir sejauh ini belum membuat upaya apapun untuk mengambil peran kepemimpinan dalam protes menentang Presiden Mesir Hosni Mubarak. Ini mungkin mengejutkan karena Ikhwanul Muslimin telah lama menjadi penentang keras rezim penguasa di seluruh dunia Arab, menuduh para pemimpin Arab korup, represif, dan melayani kepentingan Barat.
Cara melakukannya, menurut Ikhwanul Muslimin, adalah dengan gerakan pan-Arab yang berbasis pada Islam. Tapi para demonstran di jalan-jalan Mesir tampaknya tidak terdorong oleh ide semacam itu. Apa yang mereka perjuangkan adalah kebebasan, pendidikan, pekerjaan, dan sebuah kehidupan yang bermartabat.
Sekitar 40% dari 80 juta penduduk Mesir hidup dalam kemiskinan, sementara anggota dan teman-teman rezim menikmati kemakmuran dan keistimewaan. Pemerintah dalam beberapa tahun terakhir telah berusaha untuk memulihkan perekonomian, tapi penerima utama manfaatnya adalah kembali lagi para jutawan Mesir, dengan mayoritas penduduk tidak banyak melihat adanya kemajuan. Jumlah mereka yang hidup dalam kemiskinan masih terus meningkat.
Rezim otoriter Mesir telah menjadi sekutu Barat yang menganggap bahwa mereka membutuhkan Kairo untuk alasan strategis, sebagai mediator di Timur Tengah. Sementara itu, berkembangnya masalah di dalam Mesir tampak tidak terlalu menjadi perhatian bagi masyarakat internasional. (rin/dw) www.suaramedia.com
Posting Komentar