Go Ihsan - Pernahkah anda mendengar nama Ibnu qoyyim al jauziyyah ?
atau Anda lebih kenal dengan nama Aril Noah atau Jokowi he2. Baik, kalau kita
sering menghadiri kajian pasti ada ustad yang merujuk pendapat Ibnu qoyyim al
jauziyyah, siapakah sebenarnya Beliau ?
Beliau dilahirkan di Damaskus, Suriah pada tanggal 4
Februari 1292, dan meninggal pada 23 September 1350. Dikenal sebagai seorang
Imam Sunni, cendekiawan, dan ahli fiqh yang hidup pada abad ke-13. Beliau
adalah ahli fiqih bermazhab Hambali. Di samping itu juga seorang ahli Tafsir,
ahli Hadits, penghafal Al Quran, ahli ilmu Nahwu, ahli Ushul, ahli ilmu Kalam,
sekaligus seorang Mujahid.
Nama seberanya adalah Syamsuddin Abu Abdillah Muhammad bin
Abi Bakr bin Ayyub bin Saad bin Huraiz az-Zari, kemudian ad-Dimasyqi. Dikenal
dengan ibnul Qayyim al-Jauziyyah nisbat kepada sebuah madrasah yang dibentuk
oleh Muhyiddin Abu al-Mahasin Yusuf bin Abdil Rahman bin Ali al-Jauzi yang
wafat pada tahun 656 H, sebab ayah Ibnul Qayyim adalah tonggak bagi madrasah
itu. Ibnul Qayyim dilahirkan di tengah keluarga berilmu dan terhormat pada
tanggal 7 Shaffar 691 H. Di kampung Zara dari perkampungan Hauran, sebelah
tenggara Dimasyq (Damaskus) sejauh 55 mil.
bnu Qoyyim Al- Jauziyah adalah ahli fiqih yang hidup pada
abab ke-13. Dalam perkembangan ilmu yang dimilikinya ada beberapa guru yang
mempengaruhi pemikiran Ibnu Qoyyim Al- Jauziyyah diantaranya; Ibnu Abd ad-Daim
al Maqdisi, Ibnu Taimiyah, Badr Ibnu Jamaah al Kinnani asy-SyafiI dan Al Muzzi
penulis kitab Tahzib al Kamal, dari guru-gurunya tersebut yang paling
berpengaruh terhadap Ibnu Qoyyim adalah Ibnu Taimiyah.
Pandangan ulama terhadap Ibnu Qayyim, terutarama Ibnu Katsir
menyatakan bahwa Ibnul Qoyyim adalah orang yang banyak mendengar hadist, sibuk
dengan ilmu, dan menguasai berbagai macam ilmu, khususnya tafsir hadist dan
ilmu ushul. Sementara pada kesempatan lain, Ibnu Hajar berpendapat bahwa Ibnul
Qoyyim adalah sosok pemberani, luas ilmu, banyak mengetahui perbedaan pendapat
dan madzhab salaf. Lalu, Asy-Syaukani menambahkan bahwa Ibnul Qoyyim adalah
ulama yang sangat menguasai berbagai macam ilmu, unggul dalam pengetahuan,
sangat terkenal, dan memiliki pengetahuan yang mendalam tentang mahzab salaf.
Aqidah Dan Manhajnya
Adalah Aqidah Ibnul Qayyim begitu jernih, tanpa ternodai oleh
sedikit kotoran apapun, itulah sebabnya, ketika beliau hendak membuktikan
kebenaran wujudnya Allah Taala, beliau ikuti manhaj al-Quranul Karim sebagai
manhaj fitrah, manhaj perasaan yang salim dan sebagai cara pandang yang benar.
Beliau rahimahullah- sama sekali tidak mau mempergunakan teori-teori kaum
filosof.
Ibnul Qayiim rahimahullah mengatakan, Perhatikanlah keadaan
alam seluruhnya baik alam bawah maupun- alam atas dengan segala
bagian-bagaiannya, niscaya anda akan temui semua itu memberikan kesaksian
tentang adanya Sang Pembuat, Sang Pencipta dan Sang Pemiliknya.
Mengingkari
adanya Pencipta yang telah diakui oleh akal dan fitrah berarti mengingkari
ilmu, tiada beda antara keduanya. Bahwa telah dimaklumi; adanya Rabb Taala
lebih gamblang bagi akal dan fitrah dibandingkan dengan adanya siang hari. Maka
barangsiapa yang akal serta fitrahnya tidak mampu melihat hal demikian, berarti
akal dan fitrahnya perlu dipertanyakan.
Hadirnya Imam Ibnul Qayyim benar-benar tepat ketika zaman
sedang dilanda krisis internal berupa kegoncangan dan kekacauan (pemikiran Umat
IslamPent.) di samping adanya kekacauan dari luar yang mengancam hancurnya
Daulah Islamiyah. Maka wajarlah jika anda lihat Ibnul Qayyim waktu itu
memerintahkan untuk membuang perpecahan sejauh-jauhnya dan menyerukan agar umat
berpegang kepada Kitabullah Taala serta Sunnah Rasul-Nya shallallahu alaihi wa
sallam.
Manhaj serta hadaf Ibnul Qayyim rahimahullah ialah kembali
kepada sumber-sumber dinul Islam yang suci dan murni, tidak terkotori oleh
rayu-rayu (pendapat-pendapat) Ahlul Ahwa wal bida (Ahli
Bidah) serta
helah-helah (tipu daya) orang-orang yang suka mempermainkan agama.
Oleh sebab itulah beliau rahimahullah mengajak kembali
kepada madzhab salaf; orang-orang yang telah mengaji langsung dari Rasulullah
shallallahu alaihi wa sallam. Merekalah sesungguhnya yang dikatakan sebagai
ulama waratsatun nabi (pewaris nabi) shallallahu alaihi wa sallam. Dalam pada
itu, tidaklah Rasulullah shallallahu alaihi wa sallam mewariskan dinar atau
dirham, tetapi beliau mewariskan ilmu. Berkenaan dengan inilah, Said
meriwayatkan dari Qatadah tentang firman Allah Taala,
Dan orang-orang yang diberi ilmu (itu) melihat bahwa apa
yang diturunkan kepadamu dari Rabb mu itulah yang haq. (Saba:6).
Qotadah mengatakan, Mereka (orang-orang yang diberi ilmu)
itu ialah para sahabat Muhammad shallallahu alaihi wa sallam.
Di samping itu, Ibnul Qayyim juga mengumandangkan bathilnya
madzhab taqlid.
Kendatipun beliau adalah pengikut madzhab Hanbali, namun
beliau sering keluar dari pendapatnya kaum Hanabilah, dengan mencetuskan
pendapat baru setelah melakukan kajian tentang perbandingan madzhab-madzhab
yang masyhur.
Mengenai pernyataan beberapa orang bahwa Ibnul Qayyim telah
dikuasai taqlid terhadap imam madzhab yang empat, maka kita memberi jawaban
sebagai berikut, Sesungguhnya Ibnul Qayyim rahimahullah amat terlalu jauh dari
sikap taqlid. Betapa sering beliau menyelisihi madzhab Hanabilah dalam banyak
hal, sebaliknya betapa sering beliau bersepakat dengan berbagai pendapat dari
madzhab-madzhab yang bermacam-macam dalam berbagai persoalan lainnya.
Memang,prinsip beliau adalah ijtihad dan membuang sikap
taqlid. Beliau rahimahullah senantiasa berjalan bersama al-Haq di mana pun
berada, ittijah (cara pandang)-nya dalam hal tasyari adalah al-Quran, sunnah
serta amalan-amalan para sahabat, dibarengi dengan ketetapannya dalam
berpendapat manakala melakukan suatu penelitian dan manakala sedang
berargumentasi.
Di antara dawahnya yang paling menonjol adalah dawah menuju
keterbukaan berfikir. Sedangkan manhajnya dalam masalah fiqih ialah mengangkat
kedudukan nash-nash yang memberi petunjuk atas adanya sesuatu peristiwa, namun
peristiwa itu sendiri sebelumnya belum pernah terjadi.
Adapun cara pengambilan istinbath hukum, beliau berpegang
kepada al-Kitab, as-Sunnah, Ijma Fatwa-fatwa shahabat, Qiyas, Istish-habul
Ashli (menyandarkan persoalan cabang pada yang asli), al-Mashalih al-Mursalah,
Saddu adz-Dzariah (tindak preventif) dan al-Urf (kebiasaan yang telah diakui
baik).
Posting Komentar