Go Ihsan - Sejarah Islam mengenal sejumlah gelar kenegaraan sebagai bentuk
penghormatan sekaligus identitas bagi seorang pemimpin. Salah satu gelar yang
populer dipakai sepanjang sejarah peradaban Islam, yaitu Amirul Mukminin.
Mengutip
Ensiklopedi Oxford Dunia Islam Modernkarya cendekiawan terkemuka John L
Esposito, berdasarkan analisis sejumlah sejarawan di abad pertengahan, istilah
yang berarti pemimpin orang mukmin itu digunakan untuk otoritas pemberi komando
dan wewenang kepada pasukan Muslim selama periode awal penaklukan. Baik
selama masa Rasulullah SAW masih hidup ataupun usai wafat.
Merujuk
riwayat at-Thabari dan al-Ya’qubi, Umar bin Khatab adalah khalifah pertama yang
menyematkan gelar ini kepada dirinya. Dari segi legalitas, memang tidak
ada anjuran kuat pemakian gelar Amirul Mukminin. Baik dari Alquran
ataupun hadis. Hanya saja, sejumlah ayat Alquran secara tersirat mengutarakan
keberadaan pemegang otoritas al-amr. “Mereka di antara kamu yang diberi
otoritas.” (QS an-Nisaa [4]: 58).
Ketika
Dinasti Umayyah berkuasa, gelar ini memiliki muatan ideologis yang cukup
kental. Gelar tersebut bahkan tertera di mata koin logam, berdampingan dengan
lafal basmalah dan tanggal. Pola yang sama juga digunakan oleh beberapa
negara Islam masa awal.
Mata uang
logam Arab-Sasaniyyah awal menerakan kalimat “Muawiyah Amirul Mukminin” yang
bertuliskan Pahlavi meskipun tampaknya terjadi perubahan pemakian tulisan Arab
di mata uang logam pada akhir abad ketujuh. Pada akhir abad itu, ada dua nama
tokoh pesaing Umayyah, yakni Abdullah bin Zubair dan Abdullah Ibn Qathari,
salah seorang pimpinan Khawarij.
Istilah
Amirul Mukminin lebih masyhur dipakai ketimbang sejumlah padanannya, seperti
khalifah dan imam. Istilah khalifah, dinilai lebih kompleks lantaran makna
khalifah bisa berarti pengganti Nabi SAW dan “wakil” Allah di muka bumi.
Sedangkan imam, lebih mempunya konotasi otoritas religius.
Di kalangan
Suni, gelar Amirul Mukminin menunjukkan klaim kekhalifahan. Ini seperti yang
berlaku di era Umayyah dan Abbasiyah atau klaim otoritas politik otonom atas
suatu wilayah di dunia Islam, sebagaimana digunakan oleh penguasa-penguasa
Umayah di Spanyol, berawal dari Abdurrahman III pada 928 M.
Dalam tradisi
Sekte Syiah Ismailiyah, gelar Amirul Mukminin dianggap sebagi klaim tandingan
terhadap kedaulatan universal kekhalifahan. Di Yaman pada abad kesepuluh, pendiri
paham Zaidiyahm yang terguling pada 1962 juga mengklaim gelar tersebut. Pada
umumnya, di internal Syiah gelar ini mencerminkan konsepsi setiap sekte itu
terhadap otoritas. Syiah Dua Belas, misalnya, menyandangkan gelar tersebut
kepada Ali bin Abi Thalib
Pemakaian
gelar Amirul Mukminin lambat laun kian tergerus. Ini berbeda dengan gelar
khalifah. Di Timur Tengah, fenomena pergeseran pemakaian gelar Amirul Mukminin
terjadi setelah serangan Mongol pada abad ke-13. Pemimpin Dinasti Usmaniyah
bahkan di puncak kejayaannya pada abad 16, tidak mengklaim secara formal gelar
itu.
Akan tetapi,
gelar ini masih memiliki warna ideologisnya. Terutama, di kalangan Muslim
Afrika Barat, seperti yang berlaku di gerakan religius Berber, sebuah komunitas
pergerakan yang didirikan dan dipimpin langsung oleh Nashiruddin.
Ia
mendeklarasikan diri sebagai imam sekaligus Amirul Mukminin. Melalui gerakan
mesianik dan reformis militan, ia menggerakkkan pengikutnya melawan suku Arab
lokal. Pada 1677 gerakan ini tumbang menyusul kematian penggawanya pada 1974. (rep)
Posting Komentar