Go Ihsan - “Seorang mukmin terhadap
mukmin yang lainnya seperti bangunan yang saling mengokohkan satu dengan yang
lain.” (HR. Bukhari – Muslim).
Meski Rasulullah Saw berkali-kali mengingatkan umatnya tentang arti persaudaraan, namun tetap saja diantara kita saling menyakiti, saling merendahkan dan saling menjatuhkan satu sama lain. Simaklah nasihat Rasulullah Saw sekali lagi.
Meski Rasulullah Saw berkali-kali mengingatkan umatnya tentang arti persaudaraan, namun tetap saja diantara kita saling menyakiti, saling merendahkan dan saling menjatuhkan satu sama lain. Simaklah nasihat Rasulullah Saw sekali lagi.
“Sesungguhnya
orang-orang mukmin itu bersaudara, karena itu damaikanlah antara kedua
saudaramu (yang berselisih) dan bertakwalah kepada Allah agar kamu mendapat
rahmat.” (QS.al-Hujuraat:10).
Dalam
hadits yang lain, Rasulullah Saw bersabda:“Perumpamaan mukmin dalam hal saling
mencintai dan berkasih sayang adalah ibarat satu satu tubuh, apabila satu
organnya merasa sakit, maka seluruh tubuhnya turut merasakan hal yang sama,
sulit tidur dan merasakan demam.” (HR. Muslim).
Ilustrasi |
Dalam
persahabatan perselisihan karena berbeda pendapat dan ijtihad itu adalah hal
yang biasa. Namun tidak serta merta jalinan ukhuwah dan silaturahim menjadi
terputus. Ingatlah, Allah Swt berfirman:
“Dan
berpegang teguhlah kamu semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu
bercerai-berai, dan ingatlah nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa
jahiliyah) bermusuhan, lalu Allah mempersatukan hatimu, sehingga dengan
karunia-Nya kamu menjadi bersaudara…” (QS. Ali Imran: 103).
Perselisihan
dan pertengkaran diantara kaum muslim, adalah akibat tidak menjadikan Al Qur’an
sebagai petunjuk. Selama ini, kita merasa diri sudah beriman, paling shaleh,
dan merasa sudah menjalankan sunnah-Nya. Sementara ia tidak menyadari dirinya
telah merendahkan martabatnya terhadap sesama muslim, selalu berprangsaka tidak
baik dan menggunjing keburukannya.
Ingat-ingat
lagi sabda Rasulullah saw: “Tidak beriman seseorang dari kalian hingga dia
mencintai saudaranya seperti dia mencintai dirinya sendiri.” (HR.
Bukhari-Muslim dari Anas ra).
Karena
itu, seseorang belum dapat dikatakan bertakwa sebelum ia mencintai saudaranya.
“Teman-teman karib pada hari itu saling bermusuhan satu sama lain, kecuali
mereka yang bertakwa.” (QS. az-Zukhruf: 67).
Menarik
untuk disimak dari riwayat ini. Dari ‘Itban bin Malik, ia berkata, “Pada sebuah
kunjungan, beliau mengerjakan shalat di rumah kami. Seusai shalat beliau
bertanya, “Dimana gerangan Malik bin ad-Dukhsyum?
Ada
seorang yang menyahut, “Dia adalah seorang munafik, tidak mencintai Allah dan
Rasulnya!” Rasulullah segera menegur seraya berkata: “Jangan ucapkan demikian,
bukankah kamu mengetahui dia telah mengucapka kalimat syahadat La ilaha
illallah? Semata-mata mengharapkan pahala melihat ‘wajah’ Allah? Sesungguhnya
Allah telah mengharamkan atas neraka setiap orang yang mengucapkan Laa ilaha
illallah semata-mata mengharapkan pahala melihat ‘wajah’ Allah. Sesungguhnya
Allah telah mengharamkan atas neraka setiap orang yang mengucapkan Laa ilaha
illallah semata-mata mengharapkan pahala melihat ‘wajah’ Allah. (Muttafaq’
alaih)
Sangat
tidak dibenarkan, seorang muslim memberi kesaksian palsu mengenai perilaku
saudaranya yang tidak terbukti kebenarannya.
1.
Menutup Aib Saudaranya
Sesama
saudara muslim bukanlah rival. Namun Islam mengajarkan untuk berlomba-lomba
dalam kebaikan (fastabiqul khairat). Ketika persaingan itu terjadi, acapkali
kita menebar cela dan cacat saudaranya, kerap berprasangka, hingga terbetik
keinginan untuk menghancurkan kredibelitasnya. Sesungguhnya itu perbuatan
zalim.
Bukankah
Allah berfirman dalam Al Qur’an: “….Janganlah kamu saling mencela satu sama
lain, dan janganlah saling memanggil dengan gelar-gelar yang buruk.
Seburuk-buruk panggilan adalah (pangilan) yang buruk (fasik) setelah beriman. Dan
barangsiapa tidak bertobat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim.
Wahai
orang-orang yang beriman! Jauhilah banyak dari prasangka, sesungguhnya sebagian
prasangka itu dosa, dan janganlah kamu mencari-cari kesalahan orang lain, dan
janganlah ada diantara kamu yang menggunjing sebagian yang lain. Apakah ada
diantara kamu yang suka memakan daging saudaranya yang sudah mati? Tentu kamu
merasa jijik. Dan bertakwalah kepada Allah, sungguh Allah Maha Penerima tobat,
Maha Penyayang.” (QS. al-Hujuraat: 11-12).
Sebagai
muslim, seharusnya kita menutup segala aibnya di masa lalu.“Barangsiapa
menghilangkan kesusahan seorang muslim, niscaya Allah akan menghilangkan satu
kesusahannya di hari Kiamat. Barangsiapa menutup aib seorang muslim, niscaya
Allah akan menutup aibnya di Hari Kiamat. Allah selalu menolong seorang hamba
selama dia menolong saudaranya.” (HR. Muslim).
Orang
yang menutup aib saudaranya akan dijamin masuk surge, seperti sabda Rasulullah
saw: “Tidaklah seseorang melihat aib saudaranya lalu dia menutupinya, kecuali
dia akan masuk surga.” (HR. Thabrani).
2. Hak
dan Kewajiban Muslim
Sungguh
sangat disayangkan, jika sesama muslim tidak menegur saudaranya ketika terlibat
perselisihan. Diantara mereka merasa gengsi jika menegur lebih dulu. Padahal
ukuran seorang yang bertakwa adalah ketika ia menjadi orang yang pertama kali
menyapa dan memberi salam kepada saudaranya. Bukan saling berpaling.
Rasulullah
saw mengingatkan, “Tidak halal bagi seorang muslim tidak bertegur sapa dengan
saudaranya lebih dari tiga hari tiga malam, yaitu mereka bertemu, lalu yang ini
berpaling dan yang itu berpaling. Tetapi, orang yang paling baik adalah yang
paling dahulu memberi salam.” (HR. Muslim).
Setelah
mengucapkan salam, maka iringilah dengan kebajikan yang lain. Kata Rasulullah
Saw: “Hak muslim terhadap sesamanya ada enam, Rasulullah ditanya,”Apa saja itu,
ya Rasulullah? Beliau menjaw, “Apabila kamu bertemu dengannya ucapkanlah salam,
apabila dia mengundangmu penuhilah undangan tersebut, apabila dia meminta
nasihat, berikanlah, apabila dia bersin lalu mengucapkan hamdalah jawablah,
apabila dia sakit jenguklah, dan apabila dia meninggal dunia, antarkanlah.”
(HR. Muslim).
Bahkan,
disunnahkan agar sesama muslim saling berjabat tangan yang disertai dengan
senyuman yang tulus. “Tiada dua orang muslim yang saling berjumpa lalu berjabat
tangan, melainkan diampuni dosa keduanya sebelum mereka berpisah.” (HR. Abu
Dawud dan dishahihkan oleh Albani).
Hak
dan kewajiban seorang muslim kepada saudaranya, adalah membantu saudaranya yang
kesusahan, bukan malah mendoakan sesuatu yang buruk menimpanya. Sifat hasud dan
dengki itu tidak pantas disandang oleh seorang muslim. Apalagi berniat dan
sampai menumpahkan darah saudaranya.
(Bersambung)
Posting Komentar