Halloween party ideas 2015

Segala puji bagi Allah, shalawat serta salam semoga tercurah kepada junjungan kita Nabi Muhammad, keluarganya, para shahabatnya dan yang mengikuti mereka dengan baik hingga hari kiamat. Amma ba'du:

Para pembaca yang dirahmati Allah Ta'alaa:
Manakala berkurban termasuk salah satu syiar Islam yang agung, dimana kita merealisasikan tauhid kepada Allah, mensyukuri kenikmatan-Nya kepada kita serta cerminan ketaatan ayah kita Ibrahim kepada Rabbnya, demikian juga terdapat banyak kebaikan dan keberkahan didalamnya, maka seorang muslim harus memperhatikannya dan mengagungkannya, dan berikut ini kami sampaikan sekilas tentang syiar yang agung ini:

Udhiyyah (qurban): yaitu hewan ternak yang disembelih (seperti unta, sapi, dan kambing) untuk mendekatkan diri kepada Allah Ta'alaa – dinegeri tempat tinggal orang yang berkurban – setelah shalat Idul Adha sampai akhir hari Tasyriq (yaitu tanggal 13 bulan Dzul Hijjah) dengan niat untuk udhiyah (qurban).

Allah Ta'alaa berfirman:

(2:فصل لربك وانحر)(سورة الكوثر)

Artinya: (Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah)[QS Al-Kautsar:2].

Dan firman-Nya juga:

قل إن صلاتي ونسكي ومحياي ومماتي لله رب العالمين لا شريك له وبذلك أمرت وأنا أول المسلمين) سورة الأنعام:162

Artinya: (Katakanlah: Sesungguhnya sholatku, sembelihanku, hidupku dan matiku hanyalah untuk Allah, Tuhan semesta alam)[QS Al-An'am: 162]


ولكل أمة جعلنا منسكاً ليذكروا اسم الله على ما رزقهم من بهيمة الأنعام فإلهكم إله واحد فله أسلِموا) (سورة الحج :34

Artinya: (Dan bagi tiap-tiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban), supaya mereka menyebut nama Allah terhadap binatang ternak yang telah direzkikan Allah kepada mereka, Maka Tuhanmu ialah Tuhan yang Maha Esa, karena itu berserah dirilah kamu kepada-Nya) [QS Al-Hajj: 34].

Hukum berkurban :

Berkurban merupakan salah satu syiar islam, disebutkan dalam kitab Jawahirul Iklil syarh Mukhtashar Kholil, bahwa apabila penduduk satu negeri meninggalkannya maka mereka diperangi karena kurban termasuk syiar islam (Rasail Fiqhiyyah oleh Syaikh Utsaimin: 46).

Para ulama telah berselisih mengenai hukumnya menjadi dua kelompok :

1-Bahwa hukumnya wajib, pendapat ini diambil oleh Imam Auzai, Allaits, Abu Hanifah, dan salah satu riwayat Imam Ahmad, juga merupakan pendapat Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, dan merupakan salah satu pendapat dalam madzhab Malik atau secara dhohirnya pendapat Malik. Yang mengambil pendapat ini berdalilkan dengan :

• Firman Allah Taalaa :

( فصل لربك وانحر)(الكوثر

Artinya: (Maka dirikanlah shalat karena Tuhanmu; dan berkorbanlah)[QS Al-Kautsar:2]

Ayat ini menggunakan kata kerja perintah (inhar), dan perintah pada dasarnya bermakna wajib, kecuali ada yang memalingkan dari wajib menjadi dunah maupun mubah. Demikian menurut ahli usul fikih.

• Hadits Jundab radhiyallahu anhu dalam kitab Shahihain dan lainnya berkata: Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam bersabda: (barangsiapa yang menyembelih kurbannya sebelum sholat maka hendaklah menggantinya dengan yang lain, dan barangsiapa yang belum menyembelih maka hendaklah dia menyembelih dengan nama Allah) HR Imam Muslim : 3621.

• Sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam: (barang siapa yang memiliki kelapangan namun tidak berkurban maka jangan sekali-kali mendekati tempat sholat kami) HR Ahmad dan Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al Hakim dari haditsnya Abu Hurairah radhiyallahu anhu, dikatakan dalam Fathul Bari para perawinya tsiqoh.

2- Bahwa hukumnya sunah muakkadah, ini pendapat Jumhur Ulama yaitu madzhab Syafie, Malik dan Ahmad dalam pendapatnya yang masyhur, akan tetapi kebanyakan yang mengambil pendapat ini mengatakan bahwa bagi yang mampu makruh hukumnya meninggalkannya. Sedangkan dalil-dalil pendapat ini adalah:

• Hadits Jabir radhiyallahu anhu dalam sunan Abu Dawud dimana dia berkata: Aku sholat Idul Adha bersama Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, lalu ketika selesai didatangkan dua ekor domba lalu beliau menyembelihnya dengan mengucapkan:

بسم الله والله أكبر ، اللهم هذا عني وعمن لم يضح من أمتي

Artinya: (Dengan Nama Allah, Allah Maha Besar, Ya Allah ini dariku dan dari siapa saja yang belum berkurban dari umatku). (Sunan Abu Dawud dengan syarah Muhammad Syamsul Haqq Abadi) (7/ 486).

• Riwayat Jamaah kecuali Imam Bukhari dalam hadits: (Barangsiapa diantara kalian ingin berkurban maka janganlah mengambil dari rambut dan kukunya).

Syaikh Utsaimin rahimahullah setelah menyampaikan dalil-dalil yang mewajibkan maupun yang sunah muakkadah, bahwa dalil-dalilnya hampir sama kuat, maka sebaiknya menempuh jalan ikhtiyath (hati-hati) sebaiknya tidak meninggalkannya ketika mampu karena merupakan bentuk pengagungan kepada Allah dan mengingat-Nya dan melepaskan beban dengan yakin. (Rasail Fiqhiyyah: 50).

Berkurban untuk yang sudah meninggal:

Pada dasarnya berkurban pada waktu yang ditetapkan disyariatkan kepada orang yang masih hidup untuk dirinya sendiri dan keluarganya, namun dia boleh mensedekahkan sebagian pahalanya kepada siapa saja yang masih hidup maupun sudah meninggal karena Nabi shallallahu 'alaihi wasallam ketika berkurban beliau mengucapkan: (Ya Allah, ini dari Muhammad dan keluarga Muhammad), yang secara otomatis termasuk anggota keluarga beliau yang sudah meninggal.

Adapun orang yang sudah meninggal apabila dia telah berwasiat dari sepertiga hartanya atau menjadikannya sebagai waqaf maka wajib dilaksanakan.

Namun apabila dia belum sempat berwasiat atau mewaqafkan dan seseorang ingin berkurban untuk orang meninggal yang dikehendakinya maka itu baik menurut sebagian ulama termasuk dari kalangan madzhab Hambali, dan dianggap sebagai sedekah untuk yang sudah mati, akan tetapi sunahnya setiap orang mengikutsertakan keluarganya yang masih hidup maupun yang sudah meninggal dalam kurbannya dan ketika menyembelihnya mengucapkan:


اللهم هذا عني وعن آل بيتي

Artinya: (Ya Allah, ini dariku dan anggota keluargaku).

Jadi orang yang sudah meninggal tidak perlu dikhususkan udhiyyahnya sendiri.

Para ulama telah bersepakat bahwa menyembelih kurban dan mensedekahkan dagingnya lebih utama dari pada sedekah dengan uang yang senilai dengannya atau lebih dari itu karena Rasulullah shallawahu alaihi wasallam berkurban dan tidak pernah melakukan kecuali yang lebih utama dan lebih baik, dan itu madzhab Imam Abu Hanifah, Syafie dan Ahmad rahimahumullah.

Keutamaannya dan yang paling utama darinya :

Seekor kambing cukup bagi seseorang dan keluarganya berdasarkan hadits Abu Ayyub:

حديث أبي أيوب « كان الرجل في عهد رسول الله صلى الله عليه وسلم يضحي بالشاة عنه وعن أهل بيته فيأكلون ويطعمون » رواه ابن ماجة والترمذي وصححه .

Artinya: (dahulu di zaman Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam seseorang berkurban dengan seekor kambing untuk dirinya dan anggota keluarganya lalu mereka memakannya dan mensedekahkannya) HR Ibnu Majah dan Turmudzi dan dishahihkannya.

Yang disebutkan secara nas adalah unta, sapi dan kambing baik domba maupun kambing jawa, adapun kerbau maka boleh karena diqiyaskan dengan sapi.

Sebagian ulama berpendapat yang paling afdhol adalah badanah (unta) untuk satu keluarga kemudian sapi untuk satu keluarga kemudian kambing untuk satu keluarga kemudian tujuh atau sepuluh keluarga berpatungan untuk seekor unta kemudian tujuh keluarga berpatungan untuk seekor sapi berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu alaihi wasallam mengenai pahala shalat Jumat: (Barangsiapa pergi ke masjid pada saat pertama maka seolah–olah dia bertaqarrub dengan seekor unta, pada saat kedua seolah dia bertaqarrub dengan seekor sapi, pada saat ketiga seolah dia bertaqarrub dengan seekor kambing...), pendapat ini diambil oleh para Imam yang tiga yaitu Abu Hanifah, Syafiie dan Ahmad.

Dengan demikian seekor kambing lebih utama dari seekor unta atau sapi untuk tujuh keluarga.

Imam Malik berkata: yang paling afdhol jadz’u (yang sudah berumur delapan atau Sembilan bulan) dari jenis dzo’ni (domba) kemudian sapi kemudian unta, karena Nabi shalallahu 'alaihi wasallam berkurban dengan dua ekor kambing kibasy (domba jantan) dan beliau shallallahu alaihi wasallam tidak melakukan kecuali yang paling afdhol.

Dan jawaban atas hal itu bahwa Beliau shallallahu alaihi wasallam terkadang memilih yang paling utama untuk memudahkan umatnya karena mereka mencontoh beliau dan beliau tidak ingin memberatkan mereka. Dinukil dari Fatwa-fatwa Syaikh Abdul Aziz bin Bazz.

Seekor unta dan sapi cukup untuk tujuh orang, berdasarkan riwayat dari Jabir radhiallahu anhu berkata: (Kami menyembelih di Hudaibiyyah bersama Nabi shallallahu alaihi wasallam seekor unta untuk tujuh orang, seekor sapi untuk tujuh orang, dan dalam riwayat lain: Rasulullah shallallahu alaihi wasallam memerintahkan kami untuk setiap tujuh orang berserikat dalam seekor unta dan sapi) dan dalam riwayat lain: (lalu seekor sapi disembelih untuk tujuh orang mereka berserikat padanya) HR Imam Muslim.

Syarat- syarat berkurban :

1- Umurnya sudah mencukupi, untuk domba adalah enam bulan, dan kambing setahun, sedangkan sapi dua tahun dan unta lima tahun.

2- Selamat dari aib dan cacat, berdasarkan sabda Rasulullah shallawahu alihi wasallam: (Ada tiga hal yang tidak diperbolehkan dalam berkurban, yang buta jelas kebutaannya, yang sakit jelas sakitnya, yang pincang jelas pincangnya, yang kurus yang tidak kelihatan dagingnya) Shahih, (Lihat Shahihul Jami: 886).

Ada juga cacat yang lebih ringan dari yang ini yang tidak menghalangi keabsahannya namun makruh disembelih seperti yang patah tanduknya atau putus telinganya, atau terbelah telinganya dan lain-lain, karena berkurban adalah taqarrub kepada Allah, sedangkan Allah itu bagus dan tidak menerima kecuali yang bagus, dan barangsiapa yang mengagungkan syiar-syiar Islam maka itu merupakan ketakwaan hati.

3- Haram menjualnya: apabila hewan kurban telah ditentukan maka tidak boleh menjualnya atau menghadiahkannya kecuali menggantinya dengan yang lebih baik, jika hewan kurban beranak maka dikurbankan bersama anaknya, sebagaimana diperbolehkan menaikinya jika perlu, dan dalilnya adalah yang dikeluarkan Imam Bukhari dan Muslim dari Abu Hurairah radhiallahu anhu bahwa Nabi shallallahu 'alaihi wasallam melihat seorang laki yang menuntun seekor unta lalu beliau berkata : (Naikilah dia, dia berkata: dia unta kurban, lalu beliau berkata: naikilah dia sampai kedua atau tiga kalinya).

4- Menyembelihnya diwaktu yang ditentukan, yaitu setelah sholat Idul Adha dan khutbah, bukan setelah masuk waktu sholat, sampai sebelum terbenamnya matahari akhir hari Tasyriq yaitu hari ketiga belas bulan Dzul Hijjah berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: (barangsiapa yang menyembelih sebelum sholat maka hendaklah mengulanginya) HR Imam Bukhari dan Muslim, juga berdasarkan perkataan Ali radhiyallahu anhu: (hari-hari menyembelih adalah hari Idul Adha dan tiga hari sesudahnya) dan ini madzhab Hasan Al-Bashri, Atha bin Abi Rabah, Auzai, dan Syafiie, dan dipilih Ibnu Mundzir semoga Allah Merahmati mereka semua.

Apa yang dilakukan terhadap hewan kurban :

- Bagi yang memiliki hewan kurban disunahkan pertama kali untuk makan darinya apabila memungkinkan berdasarkan hadits: (hendaklah setiap orang makan dari hewan kurbannya) dishahihkan dalam Shahihul Jami : 5349, dan hendaklah makan setelah sholat Idul Adha dan khutbah dan ini pendapat para ulama diantaranya Ali, Ibnu Abbas, Malik, dan Syafiie dan lainnya. Dan dalil diatas adalah hadits Buraidah radhiallahu anhu: (dahulu Nabi shallallahu 'alaihi wasallam tidak keluar sholat pada hari raya Idul Fithri sampai beliau makan, dan tidak makan pada hari raya Idul adha hingga beliau menyembelih) Syeikh Albani rahimahullah berkata: sanadnya shahih: Al Misykat 1/ 452.

- Yang paling afdhol menyembelih sendiri, jika tidak maka disunahkan untuk menghadiri penyembelihannya.

- Disunahkan membagi dagingnya tiga bagian, sepertiga untuk dimakan, sepertiga dihadiahkan, dan sepertiganya lagi disedekahkan, seperti dikatakan Ibnu Masud dan Ibnu Umar radhiyallahu anhum, sebagaimana para ulama sepakat bahwa tidak boleh menjual dagingnya, lemaknya atau kulitnya, dalam hadits shahih: (Barangsiapa menjual kulit kurbannya maka tidak ada kurban baginya) dihasankan dalam Shahihul Jami: 6118, dan tidak boleh diberikan sedikitpun dari kurbannya kepada jagal sebagai upah berdasarkan perkataan Ali radhiallahu anhu: (Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam memerintahkanku untuk menyembelih unta dan mensedekahkan dagingnya dan kulitnya dan tali kekangnya dan tidak boleh memberikan kepada jagal sedikitpun darinya) dan dia berkata: dan kami memberikannya dari harta kami sendiri. Muttafaqun alaihi.

Dan katanya dibolehkan memberikan kepadanya sebagai hadiah, dan dibolehkan memberikannya kepada orang kafir karena kefakirannya atau kekerabatannya atau karena tetangga atau untuk melunakkan hatinya. Diambil dari Fatawa Syaikh Abdul Aziz bin Bazz.

Adapun dizaman sekarang, dimana orang-orang tidak bisa mengolah kulit kurban dengan sendirinya, maka seorang ulama berfatwa bahwa boleh yang berkurban mensedekahkan kepada sebuah badan kebajikan yang posisinya mewakili kaum fakir miskin lau badan ini menjualkan kulitnya untuk mereka.

Adapun patungan kurban disekolah-sekolah dasar yaitu setiap anak mengumpulkan sejumlah uang, maka ulama berfatwa boleh untuk latihan kurban, namun bukan termasuk kurban yang sah secara syar'ie, apabila disedekahkan maka mudah-mudahan bernilai pahala, namun sebaiknya tidak dilakukan oleh orang dewasa, karena bukan waktunya untuk latihan.

Masalah : apa yang harus dihindari oleh seorang muslim pada sepuluh hari bulan Dzul Hijjah jika hendak berkurban ?

Disebutkan dalam sunah bahwa siapa saja yang hendak berkurban maka diwajibkan untuk tidak mengambil sebagian rambutnya atau kukunya atau bulunya dari awal Dzul Hijjah sampai menyembelih kurbannya berdasarkan sabda Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam: (apabila kalian melihat hilal Dzul Hijjah dan salah satu dari kalian hendak berkurban maka tidak boleh mengambil rambut atau kukunya sampai berkurban) dan dalam riwayat lain: (maka janganlah menyentuh sediktpun dari rambut atau bulunya) HR Imam Muslim dari empat jalan: 13/ 146.

Dan perintah ini menunjukkan kewajiban dan larangan menunjukkan pengharaman menurut pendapat yang paling kuat, karena perintah itu mutlak dan larangan murni tidak ada yang memalingkannya menjadi sunah.

Namun seandainya dengan sengaja mengambil sebagiannya maka dia wajib beristighfar dan tidak ada denda baginya dan kurbannya sah.

Dan barangsiapa yang perlu mengambil sedikit darinya karena terganggu dengan keberadaannya seperti kukunya patah atau luka yang ada dibalik rambut maka tidak mengapa mengambilnya, karena perkara itu tidak lebih berat dari orang yang berihram yang dibolehkan mencukur rambutnya karena ada gangguan.

Dan tidak mengapa seorang laki maupun perempuan membasuh rambutnya pada sepuluh hari Dzul Hijjah karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam hanya melarang mengambilnya, dan karena yang berihram diizinkan untuk membasuh kepalanya.

Dan hikmah larangan bagi orang yang berkurban mengambil rambut atau kukunya adalah ketika dia menyerupai orang yang berihram pada sebagian amalan hajinya yaitu taqarrub kepada Allah dengan menyembelih kurban maka diberikan padanya sebagian hukumnya.

Dan barangsiapa telah mengambil sebagian rambut atau kukunya pada awal sepuluh hari Dzul Hijjah karena tidak ingin berkurban kemudian berniat kurban ditengah-tengah sepuluh hari Dzul Hijjah maka dia tidak boleh mengambilnya ketika ada niat berkurban.

Dan wanita yang mewakilkan saudara lakinya atau anak lakinya untuk menyembeih kurban tidak boleh mengambil sedikitpun dari rambutnya atau kukunya ditengah sepuluh hari Dzul Hijjah, adapun anggapan bahwa larangan ini juga berlaku bagi wakilnya maka ini tidak benar, karena hukum berkaitan dengan orang yang berkurban, baik itu mewakilkan kepada orang lain atau tidak, dan wakil tidak terikat dengan larangan, karena larangannya khusus bagi orang yang hendak berkurban untuk dirinya sebagimana dinyatakan dalam hadits, adapun yang berkurban untuk orang lain karena wasiat atau perwakilan maka larangan tersebut tidak mengikatnya.

Kemudian bahwa larangan ini secara dhohirnya hanya terikat kepada yang punya kurban dan tidak meliputi istrinya dan tidak juga anaknya kecuali apabila salah seorang dari mereka memiliki kurban sendiri, dan karena Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam berkurban untuk keluarga Muhammad dan tidak ada riwayat bahwa beliau melarang mereka untuk mengambil rambut atau kuku mereka.

Dan barangsiapa memiliki kurban kemudian berazam untuk haji maka dia tidak mengambil dari rambut maupun kukunya apabila hendak berihram karena ini sunah ketika ada keperluan. Tetapi ketika dia melakukan haji tamattu maka dia memendekkan rambutnya ketika selesai dari umrahnya karena itu termasuk manasik.

Dan hanyalah larangan yang disebutkan dalam hadits diatas bagi orang yang berkurban sehingga tidak diharamkan bagi orang yang berkurban untuk memakai minyak wangi atau berhubungan suami istri atau memakai pakaian yang berjahit dan semacamnya.

Wallahu alam bishowab
(ar/voa-islam.com)

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.