Tulungagung (voa-islam.com) - Pagelaran budaya upacara mengawinkan sepasang kucing (manten kucing) dalam perayaan Hari Ulang Tahun (HUT) Kabupaten Tulungagung ke-805 dinilai sejumlah kalangan alim ulama setempat sebagai penistaan agama Islam. Ratusan orang yang berasal dari sejumlah pesantren mendatangi Pendopo Kabupaten Tulungagung.
Mereka menuntut Bupati Tulungagung Heru Tjahjono dan panitia ritual manten kucing untuk meminta maaf secara terbuka. Atas desakan itu Bupati Heru mengakui pagelaran yang disuguhkanya pada 22 November 2010 lalu sebagai bentuk kekhilafan.
“Saya bersedia meminta maaf melalui sejumlah media atas kekhilafan ini,” tutur Bupati Heru Tjahjono kepada wartawan usai menemui perwakilan massa, Jumat (26/11/2010).
Sebelumnya, sekira 100 orang berpakaian lazimnya santri berunjuk rasa di depan pintu gerbang pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso. Massa melontarkan kecaman pedas kepada Bupati yang dinilai tidak tahu aturan agama. Massa juga menyuguhkan sindiran sinis dengan melakukan aksi teatrikal dua orang pendemo dengan topeng monyet dinikahkan sesuai ajaran Islam.
“Setelah kucing, monyet, sebentar lagi tentu ada lagi manten anjing,” teriak salah seorang pendemo dalam orasinya. Sebagai bagian dari rangkaian peringatan HUT Tulungagung, upacara temanten kucing mendapat alokasi anggaran Rp30 juta dari APBD 2010.
Bupati Heru mengakui panitia HUT Tulungagung telah kecolongan dalam menyajikan budaya temanten kucing. Sebagai tradisi meminta hujan di wilayah Kecamatan Campur Darat, suguhan temanten kucing diharapkan bisa menarik minat para wisatawan datang ke Tulungagung.
Namun ekspresi yang disampaikan pelaksana diakui Heru terlalu berlebihan. Dua ekor kucing dikawinkan di depan seorang kiai dengan menggunakan tata cara lazimnya pengantin dalam Agama Islam. “Namun semua itu dilakukan di luar kesengajaan,” terangnya.
Untuk ke depan, lanjut Heru pihaknya akan melakukan seleksi lebih ketat lagi. “Mungkin ada adegan yang harus dihilangkan biar tidak menimbulkan ketersinggungan,“ kata Heru.
Menurut Koordinator aksi Chamim Badruzzaman ritual temanten kucing yang berlangsung di pendopo Kabupaten Tulungagung 22 November 2010 lalu telah menghina umat Islam. Sebab sebagai seorang muslim, mereka seperti dipersamakan dengan seekor kucing. “Ini adalah hinaan bagi umat Islam,” tegasnya.
Sebelumnya Majelis Ulama Indonesia telah berkirim surat bernomor 115/DP-Kab/MUI-TA/2010 kepada Bupati Tulungagung, yang intinya untuk tidak melaksanakan ritual temanten kucing yang diikuti perwakilan dari 19 kecamatan di Tulungagung. Namun teguran itu tidak diindahkan. (Ibnudzar/ozo)
Sebelumnya, sekira 100 orang berpakaian lazimnya santri berunjuk rasa di depan pintu gerbang pendopo Kongas Arum Kusumaning Bongso. Massa melontarkan kecaman pedas kepada Bupati yang dinilai tidak tahu aturan agama. Massa juga menyuguhkan sindiran sinis dengan melakukan aksi teatrikal dua orang pendemo dengan topeng monyet dinikahkan sesuai ajaran Islam.
“Setelah kucing, monyet, sebentar lagi tentu ada lagi manten anjing,” teriak salah seorang pendemo dalam orasinya. Sebagai bagian dari rangkaian peringatan HUT Tulungagung, upacara temanten kucing mendapat alokasi anggaran Rp30 juta dari APBD 2010.
Bupati Heru mengakui panitia HUT Tulungagung telah kecolongan dalam menyajikan budaya temanten kucing. Sebagai tradisi meminta hujan di wilayah Kecamatan Campur Darat, suguhan temanten kucing diharapkan bisa menarik minat para wisatawan datang ke Tulungagung.
Namun ekspresi yang disampaikan pelaksana diakui Heru terlalu berlebihan. Dua ekor kucing dikawinkan di depan seorang kiai dengan menggunakan tata cara lazimnya pengantin dalam Agama Islam. “Namun semua itu dilakukan di luar kesengajaan,” terangnya.
Untuk ke depan, lanjut Heru pihaknya akan melakukan seleksi lebih ketat lagi. “Mungkin ada adegan yang harus dihilangkan biar tidak menimbulkan ketersinggungan,“ kata Heru.
Menurut Koordinator aksi Chamim Badruzzaman ritual temanten kucing yang berlangsung di pendopo Kabupaten Tulungagung 22 November 2010 lalu telah menghina umat Islam. Sebab sebagai seorang muslim, mereka seperti dipersamakan dengan seekor kucing. “Ini adalah hinaan bagi umat Islam,” tegasnya.
Sebelumnya Majelis Ulama Indonesia telah berkirim surat bernomor 115/DP-Kab/MUI-TA/2010 kepada Bupati Tulungagung, yang intinya untuk tidak melaksanakan ritual temanten kucing yang diikuti perwakilan dari 19 kecamatan di Tulungagung. Namun teguran itu tidak diindahkan. (Ibnudzar/ozo)
Posting Komentar