“Setelah kucing, monyet, sebentar lagi tentu ada lagi manten anjing,” teriak salah seorang pendemo dalam orasinya. Sebagai bagian dari rangkaian peringatan HUT Tulungagung, upacara temanten kucing mendapat alokasi anggaran Rp30 juta dari APBD 2010.
Bupati Heru mengakui panitia HUT Tulungagung telah kecolongan dalam menyajikan budaya temanten kucing. Sebagai tradisi meminta hujan di wilayah Kecamatan Campur Darat, suguhan temanten kucing diharapkan bisa menarik minat para wisatawan datang ke Tulungagung.
Namun ekspresi yang disampaikan pelaksana diakui Heru terlalu berlebihan. Dua ekor kucing dikawinkan di depan seorang kiai dengan menggunakan tata cara lazimnya pengantin dalam Agama Islam. “Namun semua itu dilakukan di luar kesengajaan,” terangnya.
Untuk ke depan, lanjut Heru pihaknya akan melakukan seleksi lebih ketat lagi. “Mungkin ada adegan yang harus dihilangkan biar tidak menimbulkan ketersinggungan,“ kata Heru.
Menurut Koordinator aksi Chamim Badruzzaman ritual temanten kucing yang berlangsung di pendopo Kabupaten Tulungagung 22 November 2010 lalu telah menghina umat Islam. Sebab sebagai seorang muslim, mereka seperti dipersamakan dengan seekor kucing. “Ini adalah hinaan bagi umat Islam,” tegasnya.
Sebelumnya Majelis Ulama Indonesia telah berkirim surat bernomor 115/DP-Kab/MUI-TA/2010 kepada Bupati Tulungagung, yang intinya untuk tidak melaksanakan ritual temanten kucing yang diikuti perwakilan dari 19 kecamatan di Tulungagung. Namun teguran itu tidak diindahkan. (Ibnudzar/ozo)
Posting Komentar