JERUSALEM, – Panik dan dicekam ketakutan akan kemungkinan naiknya
rezim anti-Israel di Mesir apabila Presiden Hosni Mubarak terguling,
Israel memerintahkan para diplomatnya menggalang dukungan dunia untuk
mempertahankan pemerintahan Mubarak.
Dalam laporan yang dimuat harian Hareetz di Israel, Senin (31/1), Kementerian Luar Negeri Israel disebut telah
mengirimkan pesan kepada para diplomatnya di luar negeri untuk
mengingatkan negara-negara tempat mereka bertugas bahwa mempertahankan
stabilitas rezim di Mesir saat ini menjadi kepentingan Barat dan Timur
Tengah.
”Untuk itu, kita harus membatasi kritik publik terhadap Presiden
Hosni Mubarak,” demikian bunyi pesan diplomatik yang dikirim ke lebih
dari selusin kedutaan besar Israel di Amerika Serikat, Kanada, Rusia,
China, dan beberapa negara Eropa.
Saat dikonfirmasi oleh Agence France Presse, baik juru bicara Kemlu
Israel maupun Kantor Perdana Menteri Israel menolak membenarkan atau
menyangkal isi laporan Hareetz itu. Jika laporan tersebut benar, berarti
Israel menjadi negara kedua setelah Arab Saudi yang mendukung Mubarak.
Israel hingga saat ini masih berusaha bersikap tenang dan menahan
diri untuk tidak berkomentar tentang situasi memanas di Mesir. PM
Benjamin Netanyahu, Minggu, memerintahkan para menterinya untuk tidak
berkomentar soal Mesir secara terbuka.
Namun, di balik ketenangan sikap Israel itu tersimpan ketakutan yang
sangat besar. Berita-berita utama koran di Israel, Minggu pagi,
menyiratkan ketakutan itu dengan judul-judul, seperti ”Langkah Mundur 30
Tahun”, ”Yang Menakutkan Kita”, dan ”Sendirian”.
Sejak menjadi negara Arab pertama yang menandatangani perjanjian
damai dengan Israel pada 1979, Mesir menjadi satu-satunya ”sekutu”
Israel di kawasan Timur Tengah.
”Mesir dan Israel punya kepentingan strategis yang sama. Untuk
mengatakan mereka sekutu, sepertinya terlalu berlebihan. Namun, paling
tidak, kedua negara itu tak saling berperang,” tutur Shlomo Avineri,
pakar politik dari Hebrew University, Israel.
Avineri menambahkan, Mesir adalah negara kekuatan utama di dunia
Arab. ”Tidak ada negara (Arab) lain yang akan berperang (melawan Israel)
tanpa melibatkan Mesir,” tutur dia.
Para pejabat pertahanan Israel pun dikabarkan mulai mempertimbangkan
menggeser konsentrasi kekuatan militer mereka ke arah perbatasan Mesir
di selatan.
Mesir, selain terikat perjanjian damai, membantu menekan Hamas di
perbatasan Gaza, mendukung proses perdamaian Israel- Palestina, dan ikut
menghalangi ambisi Iran, juga memasok 40 persen kebutuhan gas alam
Israel.
Merusak perdamaian Mantan Duta Besar Israel untuk Mesir, Eli Shaked,
mengatakan, jika rezim Mubarak betul-betul tumbang, siapa pun yang
berkuasa di Mesir setelah itu akan merusak perdamaian Mesir-Israel.
”Satu-satunya pihak yang mendukung perdamaian hanya orang-orang di
lingkaran dalam Mubarak,” tulis Shaked dalam artikel di harian Yedioth
Ahronoth.
Ketakutan utama Israel adalah apabila golongan Islam fundamentalis,
seperti Ikhwanul Muslimin, berkuasa di Mesir pasca-Mubarak. ”Dalam
situasi kaos seperti ini, kelompok-kelompok seperti Ikhwanul Muslimin
diuntungkan karena mereka paling terorganisasi dan memiliki tujuan
pasti,” tutur pakar Timur Tengah dari Haifa University, Benjamin Miller.
Berbagai kalangan di Israel juga menyayangkan sikap Presiden AS
Barack Obama dan para pemimpin negara-negara Eropa yang seolah
meninggalkan Mubarak di tengah krisis. Harian Ma’ariv memuat artikel
berjudul ”Paman Sam Menembak dari Belakang”.
Pejabat tinggi Israel, yang dikutip Hareetz, menyebut orang- orang
Amerika dan Eropa terhanyut dalam opini publik dan tidak
mempertimbangkan kepentingan Barat yang sejati.
”Meski bersikap kritis terhadap Mubarak, mereka harus membuat teman
mereka merasa tidak
ditinggal sendirian. Jordania dan Arab Saudi melihat
bagaimana semua orang (di Barat) meninggalkan Mubarak dan itu akan
menimbulkan implikasi serius,” tutur pejabat tersebut.
-Kompas.com
Posting Komentar