Oleh: Yusdeka Putra
Itu sederhana sekali sebenarnya. Kesulitan kita untuk melepaskan diri dari diri kita adalah karena fitrah antara kita dan diri kita itu adalah "serasa" bersatu. Karena serasa bersatu itulah yang menyebabkan kita sulit sekali melepaskan atau melupakan diri kita. Bagimana kita bisa lepaskan dan lupakan kalau itu adalah diri kita sendiri. Ya nggak bisalah. Kita selalu akan nyangkut dengan diri kita.
Akan tetapi, setiap kita nyangkut di diri kita, berupa apa saja, pada saat yang sama, secara fitrah, kita ternyata juga selalu ingin bebas dan merdeka. Kita ingin bebas dari segala apapun yang membuat kita nyangkut, yang membuat kita tertahan. Kita ingin merdeka dari apa-apa yang menghalangi "perjalanan" kita. Keinginan kita untuk bebas dan merdeka itu sungguh tak tertahankan.
Anehkan?. Disatu sisi kita tidak mungkin bisa melepaskan diri dari diri kita, tetapi pada saat yang sama kita inginnya bebas dan merdeka. Kita ingin lepas dari diri kita. Paradoks sekali bukan?. Inilah tantangan nyata yang sedang kita hadapi.
Dan entah kenapa, keinginan kita untuk bebas dan merdeka itu seperti memiliki power atau kekuatan yang sangat besar dan tak tertahankan. Kekuatan itu sangat menghancurkan, sangat menyiksa, sangat merusak, dan sangat mematikan. Power itu seperti memaksa..., memaksa..., dan memaksa kita untuk segera lepas dari badan atau diri kita sendiri. Kita ingin bebas. Kita ingin merdeka. Kita ingin lepas dari ketersangkutan kita, grounded, dengan diri kita.
Tapi masalahnya, kebanyakan kita tidak tahu caranya. Yang kita tahu adalah perkataan-perkataan orang, cerita-cerita orang bijak yang mengatakan bahwa kalau berhasil lepas dari diri kita, artinya kita tidak nyangkut pada hawa nafs kita, wow rasanya sungguh enak dan nyaman. Katanya kalau kita bisa lepas dari pengaruh hawa nafsu kita, rasanya sungguh penuh dengan kesukacitaan. Juga dikatakan, kalau kita bisa menjalankan syariat agama dengan baik dan benar, kita akan bisa menjadi pribadi yang menguasai hawa nafsu kita. Atau ada juga yang berkata bahwa untuk lepas itu itu cukup dengan memakai teknik "menerima dan melupakan". Tapi kembali lagi, bagaimana kita akan bisa untuk melupakan diri kita sendiri??. Buktinya sulitkan?.
Oleh karena kebanyakan kita tidak tahu bagaimana caranya agar kita bisa lepas dari ketersangkutan kita dengan diri kita sendiri, maka kitapun seperti dipaksa untuk melakukan proses penyiksaan, penghancuran, dan bahkan pembunuhan atas diri kita sendiri. Untuk itu, adakalanya fisik kita mulai digerogoti oleh berbagai macam penyakit. Adakalanya pula proses penghancuran diri kita itu melibatkan pula penghancuran orang-orang terdekat dengan kita, anak kita, istri-suami kita, orang tua kita, atau properti kita, profesi kita, atribut kita, dan sebagainya. Nanti akan kita bahas pula tentang bagaimana munculnya berbagai penyakit atau hama yang tiba-tiba saja mewabah disuatu tempat. Ingatin ya teman !.
Kalau kita tetap tidak bisa lepas dari ketersangkutan kita dengan diri kita dalam waktu yang lama, sel-sel tubuh fisik kita mulai tumbuh secara tidak normal. Kalau hanya sekedar sakit ginjal, sakit lever, sakit maag, sakit kepala, pusing, sulit tidur (insomnia), dan sebagainya, itu sih masih ringan dan terlalu biasa. Tidak jarang penyakit ganas seperti tumor, kanker, stroke, dan serangan jantung seperti begitu mudahnya menyapa kita. Tahu-tahu kita koma saja, tahu-tahu kita mati saja, tanpa kita sempat untuk kembali menjadi bebas dan merdeka itu secara sukarela dan ridho.
Semua proses penghancuran diri kita sendiri itu terjadi karena untuk bisa lepas dari diri kita, ternyata kita membutuhkan energi yang sangat besar yang menguras energi sel-sel di dalam tubuh kita. Sel-sel tubuh kita yang kekurangan energi itu akan menyebabkan DNA di dalam kromosom kita mengalami berbagai proses mutasi genetika yang akan mengakibatkan berbagai penyakit dan pertumbuhan sel yang tidak normal seperti diatas terjadi dengan cepat.
Kejadian penghancuran diri kita sendiri seperti diatas akan terus berlangsung sampai suatu saat diri atau badan kita menyerah tidak kuat lagi, tubuh kita takluk dan tak berdaya. Atau proses penghancuran diri kita sendiri itu akan berhenti sampai kita bisa menemukan wujud lain yang lebih baik, dari diri kita sebelumnya, sebagai diri kita yang baru. Hal seperti ini seringkali bisa kita dapatkan melalui cara-cara olah nafas, olah pikir, olah rasa, olah getaran atau gelombang, dan lain sebagainya. Atau keadaan itu bisa pula kita dapatkan setelah kita menghadapi suatu kondisi tertentu yang sangat ekstrim. Misalnya, ekstrim sakitnya, ekstrim senangnya, ekstrim mentoknya, ekstrim takutnya, ekstrin sedihnya, ekstrim inginnya, dan berbagai suasana ekstrim lainnya.
Berikut ini akan kita lihat tiga contoh yang sangat berbeda tentang bagaimana seseorang bisa lepas dari ketersangkutannya dengan diri atau badannya yang sudah berlangsung untuk sekian lamanya....
Bersambung
Posting Komentar