Oleh: Yusdeka Putra
Pengantar kata ini
mungkin hanya akan familiar untuk para golfer. Di suatu pagi yang sangat indah,
saya main golf dengan seorang teman. Berkali-kali teman saya itu memukul, stick
nya hampir selalu mengenai tanah terlebih dahulu baru kemudian mengenai bola golf.
Hasilnya sungguh sulit
diduga. Kadangkala bolanya lari ke kiri, kadang ke kanan, kadang bolanya
terbang lurus, kadang tinggi melambung saking tingginya hampir mengenai seekor
burung yang sedang terbang melintas diatasnya, kadang datar menyusur rumput
yang sering disebut sebagai bola angkatan darat. Bahkan tidak jarang bolanya
hanya seperti beringsut kedepan dengan jarak 10-20 meter saja dari yang
seharusnya sekitar 200 meter.
Hasil akhirnya
pastilah tidak sesuai dengan apa yang dia inginkan. Jarak pukulannya jauh
sangat berkurang, penempatan bolanya melenceng dari tempat yang seharusnya,
sangat melenceng jauh malah. Dan score yang dia dapatkan sudah dapat dipastikan
sangat besar dari yang seharusnya.
Pukulan seperti itu
bisanya disebut orang dengan istilah "grounded, nyangkut ditanah".
Yang aneh adalah, setiap pukulan yang nyangkut seperti itu, pemainnya pastilah
mengaduh "aduh..., alaa..., ahh...", katanya sambil berteriak kesal.
Seakan-akan saat itu dia merasa kesakitan. Dia merasa tersiksa. Atau paling
tidak dia merasa bahwa saat grounded itu, dirinya sendirilah yang nyangkut ke
tanah.
Peristiwa nyangkut
lainnya adalah ketika saluran pernafasan kita dipenuhi oleh lendir karena virus
influensa, kita berkali-kali berusaha untuk menyingkirkan lendir ditenggorokan
atau di hidung kita. Kita terbatuk-batuk, kita bersin-bersin, kita bahkan ingin
membersihkan hidung dan tenggorokan kita dengan sengaja dari apa-apa yang
menghalangi keluar masuknya nafas kita. Karena kita memang ingin keluar
masuknya nafas kita itu tidak ada yang menghalangi. Kita ingin nafas kita tidak
nyangkut kepada benda-benda apapun juga, baik di hidung, maupun ditenggorokan
kita.
Bahkan ketika kita
sedang berjalan ditengah-tengah keramaian sekalipun, kita tidak ingin ada
sesuatu apapun yang menghalangi jalan kita. Kita tidak ingin nyangkut di
benda-benda yang ada didepan kita. Kalau saat kita sedang berjalan, kaki kita
nyangkut di sebuah batu kecil, namanya tersandung, waduh..., itu alangkah
sakitnya. Kalau kita sedang berlari, kepala kita nyangkut di jendela atau benda
keras lainnya, namanya kejeduk, waduh..., sakitnya luar biasa.
Kalau kita sedang
berjalan dan tubuh kita nyangkut di sebuah mobil yang sedang berlari kencang,
namanya ketabrak, waduh..., ini sakitnya luar biasa sekali. Tubuh kita bisa
berdarah-darah, tulang kita bisa patah-patah. Makanya kalau luka kita sangat
parah, kita inginnya segera keluar dari tubuh kita itu. Mati. Tapi hidup dan
mati itu ternyata ada yang punya ada yang mengatur. Karena ada yang mengatur,
maka tidak jarang orang yang tubuhnya sudah ringkih, dan dirinya tersiksa, tapi
dia belum mati-mati juga. Tersiksa sekali.
Hal-hal yang tidak
menyakitkan sekalipun, tapi kalau itu membuat kita nyangkut, kita juga segera
akan mencari jalan lain agar kita bisa terus bergerak tanpa halangan. Ketika
kita sedang berjalan, tiba-tiba didepan kita ada halangan yang kira-kira akan
membuat langkah kita nyangkut, kita akan segera menghindar kesamping atau mudur
kebelakang selangkah. Pokoknya kita tidak ingin ada yang menghalangi langkah
perjalanan kita. Kita ingin selalu berjalan menuju kebebasan. Menuju
kemerdekaan.
Nah...., ternyata
fenomena nyangkut inilah yang menjadi masalah utama kita, seluruh umat manusia,
sepanjang masa. Karena didalam diri manusia, pada setiap diri manusia, ada
pribadi kita, ada kita, ada saya yang tidak mau nyangkut kepada apapun juga.
Pribadi itu seperti ingin selalu berkata: "Saya ingin selalu bebas
merdeka. Saya tidak ingin dibatasi. Saya ingin terbang setinggi langit, saya
ingin mengusap awan, saya ingin menjangkau matahari, saya ingin mengecup mesra
rembulan dan kilauan bintang. Saya juga ingin menyelam ke dalam samudra tak
berdasar". Ya... kita ingin bebas merdeka.
Akan tetapi, setiap
kebebasan kita itupun ternyata tidak sepenuhnya bebas dari resiko. Setiap
keinginan kita untuk merdeka, ternyata bersama itu sudah menunggu pula
resikonya masing-masing. Saat kita ingin bebas menjangkau matahari, maka
seketika itu juga kita akan terbakar api panas membara. Saat kita ingin
menyelami dasar samudra, tekanan ratusan BAR sudah menunggu kita untuk
melumatkan tubuh kita. Semua kebebasan itu ternyata ada resikonya
masing-masing.
Namun..., dari sekian
banyak kebebasan yang mungkin ada, hanya ada SATU kekebasan hakiki yang tidak
akan pernah menyiksa kita sedikitpun juga. Kebebasan yang satu ini benar-benar
tanpa resiko. Kebebasan yang benar-benar sudah tidak ada lagi yang akan membuat
kita nyangkut walau sekecil apapun. Kebebasan yang seperti ini, keadaan yang
tidak nyangkut dengan apapun juga, diperlihatkan dengan sangat sempurna oleh
seorang bayi yang baru lahir.
Sang bayi tidak
nyangkut dengan namanya. Dia tidak nyangkut dengan tubuhnya. Dia tidak nyangkut
dengan matanya. Dia tidak nyangkut dengan telinganya. Dia tidak nyangkut dengan
benda-benda. Dia tidak nyangkut dengan aneka rupa dan warna. Dia tidak nyangkut
dengan segala suara dan irama. Dia tidak nyangkut dengan perasaannya, karena
memang perasaannya belum ada. Dia tidak nyangkut dengan otaknya, karena memang
otaknya belum berisi memori apapun juga. Bahkan dia tidak nyangkut dengan
getaran dan gelombang sehalus apapun. Dia tidak nyangkut dengan segala macam
energi yang mungkin ada disekitarnya.
TIDAK. Dia tidak
nyangkut dengan apapun juga. Dia benar-benar menjadi diri yang LOS. Dia seperti
tak berbadan, karena badannya saat itu adalah alam semesta raya yang tanpa
batas. Makanya siapapun yang melihatnya akan merasakan sebuah kedamaian.
Siapapun akan ditarik-tarik oleh dirinya, yang tengah tergolek lemah, untuk
menciumnya, untuk mencintainya, untuk menggendongnya, untuk menyayanginya,
untuk memberikan segala yang terbaik untuknya.
Kenapa kita nyangkut
??. (Bersambung)
Posting Komentar