Halloween party ideas 2015

Go Ihsan - Gerombolan serdadu Zionis bersenjata dengan anjing-anjing besar menggerebek rumah-rumah warga Palestina. Para serdadu membangunkan anak-anak yang sedang tertidur dan menangkap seorang atau lebih dari mereka. Hal mengerikan seperti itu lazim terlihat di Tepi Barat terjajah.
Itu pula yang dialami Hamza Muayyad Shukri Hammad (15). Rumah orangtuanya di desa Silwad dekat Ramallah diserbu pada pukul dua dini hari. Sebagaimana diberitakan oleh situs berita berbahasa Arab, Quds, ibunda Hamza mengatakan bahwa penggerebekan di rumah keluarganya berlangsung selama dua jam, lalu Hamza dan adiknya, Bilal (10) ditangkap.
Quds melaporkan, para serdadu menggeledah kamar Hamza. Mereka menyita telepon dan perangkat pintar dari rumah tersebut, serta menghancurkan sebuah komputer. Seorang serdadu mengancam Hamza saat memeriksanya, dan berupaya menekan bocah tersebut agar mengakui tuduhan yang tak jelas.
Ibunda Hamza mengatakan, “Serdadu itu mengatakan pada kami bahwa ia akan memperlakukan (Hamza) seperti mereka memperlakukan ayahnya dan menangkapnya.” Ayahanda Hamza, Muayyad Hammad, kini menjalani hukuman ganda seumur hidup atas dakwaan terlibat dalam organisasi yang melakukan operasi militer terhadap tentara Zionis.
Anak-anak Palestina lain yang ditawan Zionis pun menderita trauma serupa dengan Hamza.
Mata Ditutup dan Dipukuli
Seorang pengacara bernama Hiba Masalha menceritakan pengalamannya saat mengunjungi penjara Megiddo. Masalha mengutip pengakuan ketiga remaja itu yang ditawan di sana bahwa mereka dipukuli saat ditangkap dan dipindahkan ke tahanan Zionis. Ahmad Ismail Abu Amr (17), asal sebuah desa di dekat Nablus, Tepi Barat, bercerita para serdadu Zionis memukuli sekujur tubuhnya, menutup matanya, dan memborgol tangannya. Para serdadu memukul kepala dan bahunya dengan senjata saat mereka menangkapnya dua bulan lalu. Ia ditelanjangi saat hendak dipindahkan ke penjara Megiddo di utara ‘Israel’.
Remaja 17 tahun lainnya, Ahmad Sabah, ditangkap beberapa bulan lalu saat serdadu Zionis menggerebek rumahnya di Tuqua, sebuah desa di kota Bayt Lahm, Tepi Barat, pada tengah malam. Ahmad terbangun dari tidurnya akibat teriakan para serdadu yang membawa anjing polisi. Ia diborgol dan matanya ditutup, kemudian ia dimasukkan ke dalam jip militer. Di situlah para serdadu memukuli kepala dan tangannya. Ia juga ditelanjangi saat akan dipindahkan ke penjara Megiddo.
Iyad Adawi (17) juga dipukuli saat ditangkap di pos pemeriksaan Beit Furik dekat Nablus. Ia mengungkapkan bahwa salah seorang serdadu dengan sengaja melukainya dengan sebilah pisau saat si serdadu melepaskan borgol plastik dari tangan Adawi. Menurut kelompok HAM, Pembela Anak Internasional untuk Palestina (DCI-Palestine), selama bulan Juni sekitar 130 anak-anak Palestina dijebloskan ke penjara militer Zionis. Zionis terus menambah anak-anak Palestina dalam sistem pengadilan warga sipil.
Tidak seperti Tepi Barat yang berada di bawah aturan militer Zionis, Timur Baitul Maqdis yang secara de facto dicaplok oleh Zionis pada tahun 1967, berada di bawah hukum sipil Zionis. Secara teori, jika berada di bawah sistem ini, anak-anak ‘Israel’ maupun Palestina harus diberi perlindungan khusus berdasarkan Hukum Pemuda ‘Israel’. “Perlindungan tersebut termasuk hanya menangkap jika terpaksa, melakukan pemberitahuan lebih dulu sebelum melakukan pemeriksaan, minim menggunakan borgol, dan ada kehadiran pengacara atau anggota keluarga dewasa saat proses pemeriksaan,” ungkap DCI-Palestine.
Namun, berdasarkan hasil penelitian DCI-Palestina mengenai penangkapan belakangan ini terungkap bahwa pengalaman mereka kurang lebih sama seperti sejawat mereka di Tepi Barat terjajah, yakni Zionis menggerebek rumah dan menangkap mereka tengah malam, serta menginterogasi mereka tanpa kehadiran orangtua atau wali.
Lebih dari 30 kasus yang dianalisa DCI-Palestine mengungkap bahwa anak-anak mengalami kekerasan fisik selama proses interogasi yang tanpa kehadiran orangtua. Kekerasan fisik yang dilakukan Zionis meliputi mencekik, menghantam dan menampar. Mayoritas anak-anak dalam kasus yang diteliti oleh DCI-Palestine menandatangani dokumen-dokumen dalam bahasa Ibrani, bahasa yang tidak dimengerti oleh mereka. “Meski berbeda sistem hukum yang dianut –hukum sipil dan hukum militer– anak-anak Palestina di Timur Baitul Maqdis dan Tepi Barat tetap saja mengalami perlakuan buruk selama proses penangkapan dan interogasi,” kata Iyad Misk, pengacara dari DCI-Palestine.
Menurut DCI-Palestine, tahun lalu pasukan penjajah Zionis menangkap sekitar 700 anak Palestina di Timur Baitul Maqdis. Menurut Komite Keluarga Tawanan Yerusalem beberapa waktu lalu, sekitar 60 anak Palestina di Timur Baitul Maqdis kini putus sekolah karena mereka dijatuhi hukuman tawanan rumah.
Penyiksaan Sistematis
Menurut DCI-Palestine, di dunia ini hanya ‘Israel’ yang secara otomatis mengadili anak-anak di pengadilan militer. Sekitar 8.000 anak Palestina ditangkap dan diadili dalam sistem penahanan militer Zionis sejak tahun 2000. Sebagian besar anak-anak Palestina yang dijatuhi hukuman oleh pengadilan militer dipindahkan ke pengadilan-pengadilan di dalam ‘Israel’, seperti Megiddo. “Banyak dari mereka yang dibatasi bertemu keluarga, butuh waktu lama untuk mendapat izin kunjungan atau malah sama sekali tidak boleh dikunjungi,” ungkap DCI-Palestine.* (Electronic Intifada | Sahabat Al-Aqsha)

Posting Komentar

Diberdayakan oleh Blogger.