Go Ihsan - Secara
umum tentara dipandang sebagai sosok yang jago utak-atik senjata, tapi sosok
yang satu ini malah jago utak-atik bahasa. Dia tidak pernah belajar bahasa Arab
di sekolah formal apalagi kuliah di bidang tersebut, namun bekal dari ilmu
ngaji ditopang semangat membara guna membuka tabir misteri tentang shalat
khusyu’ membuatnya melakukan sesuatu yang langka tapi unik. Kita patut berdecak
kagum sebab penerjemahan kitab berbahasa Arab itu bukanlah proyek yang berbau
keuntungan materi, tidak ada motivasi uang di baliknya.
Ahmad Saifudin memang bukan ahli bahasa,
melainkan seorang tentara angkatan darat berpangkat Letnan Kolonel Arhanud,
namun ia berani menerjemahkan buku yang sangat tinggi kandungan ilmunya.
Keberanian ini insyaallah berbuah manis bagi dirinya, keluarganya, para
sahabatnya dan juga kaum muslimin lainnya. (Yoli/foto Yoli)
Sebutan
tentara intelektual rasanya belum cukup dilekatkan pada sosok Letkol. Arh. Drs.
Ahmad Saifudin, MT, sebab baginya proyek ikhlas penerjemahan kitab berbahasa
Arab ini bukan saja membuktikan peran intelektualitas, tetapi juga
menggambarkan semangat spiritualitas. Penerjemahan kitab al-Khusyu’ Fii
al-Shalah yang terjemahannya berjudul, Shalat Khusyu Menurut Al-Qur’an dan
Hadis karya Dr. Said Bin Ali Bin Wahf Al Qahthani, terbitan pertama, Riyadh
1431H / 2010, merupakan upayanya dalam menuntun orang mencapai hakikat shalat
dan mereguk kelezatan khusyu’.
Pertama
kali membaca kitab tersebut, Ahmad Saifudin langsung terkejut, kenapa buku yang
sangat penting ini baru muncul tahun 2010? Dia menyadari selama ini shalat yang
dikerjakan hanya berbekal pelajaran shalat semasa taman kanak-kanak atau
sekolah dasar, yang hanya menjelaskan fikih shalat, dan tidak menerangkan
bagaimana mencapai khusyu’. Anehnya, di antara kita sering beranggapan tidak
perlu lagi belajar ilmu shalat, karena dianggap sudah tuntas. Padahal dari
kitab tersebut, salah satu yang menggetarkan hatinya, ada informasi penting
bahwa gerakan shalat yang cepat dan malas saja akan mencelakakan diri sendiri.
Sebelumnya Ahmad Saifudin sempat
mengikuti sejumlah tarekat dalam rangka mencari jalan menuju khusyu’, tapi
hasilnya nihil. Barulah cakrawalanya terbuka saat mengikuti pelatihan shalat
khusyu’ bersama Abu Sangkan. Dia tersenyum saat mendapatkan apa yang dicari,
dan senyumannya makin lebar tatkala bertemu kitab yang mengulas tentang
khusyu’.
Pria kelahiran Jombang, 4 Mei 1957
ini kuliah di Universitas Gajah Mada-Yogyakarta jurusan fisika lalu mengabdi di
dinas kemiliteran. Namun ayahnya seorang kyai, dari itu Ahmad Saifudin nyantri
langsung kepada ayahnya sendiri termasuk belajar bahasa Arab, seperti nahwu
syaraf dan dilanjutkan ke Tafsir Jalalain. Ia sempat pula ngaji pada KH. Tolhah
Mansur. Dengan bekal itulah dia percaya diri membuka lembar demi lembar kitab
al-Khusyu’ Fii al-Shalah, memahami kandungannya lalu mulai menerjemahkannya
hingga tuntas.
Mudahnya
Bahasa
Apabila
kita merasa kesulitan mempelajari bahasa Arab, maka simaklah komentar Ahmad
Saifudin, “Bahasa Arab itu kendalanya hanya perbedaan struktur, tapi tidak
sejelimet bahasa Inggris. Sebetulnya bahasa Arab lebih sederhana, tapi menjadi
sulit karena perhatian tidak maksimal.”
Ayah
dari tiga orang anak ini menggunakan kamus al-Munawwir dalam penerjemahan, yang
sangat membantunya dalam memahami kosa kata yang baru dikenal. Dia menerjemah
di sela-sela tugas kantor atau pun di rumah. “Ada ketertarikan sendiri saat
saya mengutak-atik maknanya,” kenang Ahmad Saifudin. Dari proses itu yang
diperolehnya bukan saja isi buku, juga semangat dalam beragama.
Kini
Ahmad Saifudin bertugas sebagai Kepala Departemen Elektronika di Lembaga
Pengkajian Teknologi Angkatan Darat, Malang. Tiap apel atau upacara jam 7 pagi,
dia yang bertugas menyampaikan materi dan tidak lupa menyisipkan materi agama,
mengingatkan masing-masing diri agar khusyu’ dalam shalat, khusyu’ pula dalam
melaksanakan tugas. Uniknya, banyak teman-teman yang tertarik dengan materi
yang disampaikannya. Di antara mereka mulai berdatangan bertanya guna
mempelajari tata cara shalat khusyu’. Dia menjelaskan kepada para rekannya,
“Jangan banyak belajar tapi banyaklah mengamalkannya.”
Menurutnya,
kesulitan menerjemah sering terjadi di halaman pertama saja, akan mudah
menerjemah kalau mengikuti alur pikiran penulis. Bahkan tak perlu tahu
terjemahan kosa katanya, malah sudah dapat mengerti maksudnya.
Menemukan
Hakikat
Walaupun
sibuk mengerjakan proyek yang tidak bernilai komersil, hanya niat berbagi
kebaikan saja, Ahmad Saifudin justru mendapat dukungan keluarga. Istrinya ikut
senang dengan kesibukan suaminya, “Bisa jadi teladan untuk anak-anak,” komentar
sang istri.
Akhirnya,
pada 2 Februari 2012 selesai sudah pekerjaan menerjemah kitab itu, efek
pertamanya langsung terasa pada diri penerjemah. “Prilaku shalat saya langsung
berubah. Saya tahu amalan shalat saya sudah berdasarkan Al-Qur’an dan hadis.
Saya mantap karena ada pedomannya. Apalagi dalam kitab juga diterangkan sampai
ke hal-hal kecil. Contohnya, kesadaran dalam shalat. Bagaimana hadir kepada
Allah dalam shalat. Kita menghadirkan
diri secara utuh kepada Allah. Ini sering tak dibahas padahal penting,”
ungkapnya.
Soal
hadir dalam shalat ini dibandingkannya dengan kebiasaan di kemiliteran. Bawahan
yang hendak bertemu komandan, lebih dulu harus periksa kerapian bahkan dia
tulis dulu di kertas hendak bicara apa. Kalau tidak sesuai prosedur itu,
tentara tersebut pasti akan dibentak dan dipaksa keluar.
Prosedur
di militer itu pula yang membuat Ahmad Saifudin menyadari bahwa harusnya
menghadap Allah lebih dari itu nilai kehadirannya. Kita hendaknya tahu dengan
yang dibaca, memahami maksud dan maknanya hingga mencapai khusyu’. Itulah hadir
yang sempurna di hadapan Allah.
Lebih
lanjut, Ahmad Saifudin menemukan ternyata hukum khusyu’ itu adalah wajib, orang
yang shalatnya tidak khusyu dikategorikan su’ul khatimah, dia mati dalam
keadaan tidak baik. “Dalam kitab ini kita akan mendapati hadis yang menerangkan
orang-orang yang sudah 40 tahun bahkan 60 tahun shalat, tetapi shalatnya tidak
diterima Allah. Boleh jadi kita termasuk orang-orang yang diceritakan di dalam
hadis itu.”
Posting Komentar