Go Ihsan - “Sesungguhnya orang muslim itu adalah bersaudara,“ demikian
salah satu makna penggalan ayat dalam surat Al-Hujurat yang kita hafal bersama.
Ya, seorang muslim adalah saudara bagi muslim lainnya. Saling mencintai, saling
menolong dan saling loyal di antara mereka adalah bagian dari hak yang harus
dipenuhi. “Seseorang tidak dianggap beriman sehingga ia mencintai saudaranya
layaknya ia mencintai dirinya sendiri,” Sabda Nabi dalam salah satu majlis di
hadapan para sahabatnya. Karena itu, sebagai seorang muslim, kita pun
diibaratkan seperti satu tubuh.
Bentuk loyalitas antar sesama muslim telah diperlihatkan
oleh para sahabat saat pertama kali masuk Islam. siapapun yang menyatakan
dirinya beriman, maka secara otomatis menjadi saudaranya. Saling mencintai dan
membela menjadi konsekuensinya.
Dalam kitab sirah nabawiyah, Ibnu Hisyam menyebutkan bahwa
ketika Rasulullah sallallahu ‘alaihi wasallam mendakwahi penduduk anshar,
beliau berbicara dengan mereka, lalu membaca Al-Qur’an, bedoa kepada Allah dan
mengajak manusia agar senang memeluk Islam. Kemudian beliau bersabda, “Aku
membai’at kalian agar bersedia melindungiku sebagaimana kalian melindungi istri
dan anak-anak kalian.”
Seketika itu Barra’ bin Ma’rur Al-Khazraji Al-Anshari,
penduduk Madinah yang pertama kali berbai’at dan yang pertama kali menghadap
Kiblat, langsung memegang tangan Nabi sallallahu ‘alaihi wasallam seraya
berkata, “Baiklah, demi Dzat yang Mengutusmu dengan kebenaran sebagai Nabi.
Kami benar-benar akan melindungi engkau sebagaimana kami melindungi istri-istri
kami.145
Karena itu bai’atlah kami, wahai Rasulullah. Demi Allah,
kami adalah para abnâul hurûb (kaum yang terbiasa dengan perang) dan ahlul
hilqah (Lihai memainkan senjata) yang telah kami warisi secara turun temurun
dari nenek moyang kami.”
Kemudian tiba-tiba Abu Haitsam bin Taihan berdiri menghadang
seraya berkata, “Wahai Rasulullah, antara kami dan orang-orang Yahudi terikat
tali perjanjian dan kami telah memutuskannya. Apakah sekiranya kami melakukan
itu kemudian Allah memenangkanmu, engkau akan kembali lagi kepada kaummu dengan
meninggalkan?”
Rasulullah pun tersenyum lalu bersabda:
بَÙ„ْ الدَّÙ…َ الدَّÙ…َ ،
ÙˆَالْÙ‡َدْÙ…َ الْÙ‡َدْÙ…َ Ø£َÙ†َا Ù…ِÙ†ْÙƒُÙ…ْ ÙˆَØ£َÙ†ْتُÙ…ْ
Ù…ِÙ†ِّÙŠ ، Ø£ُØَارِبُ Ù…َÙ†ْ
ØَارَبْتُÙ…ْ ، ÙˆَØ£ُسَالِÙ…ُ Ù…َÙ†ْ
سَالَÙ…ْتُÙ…ْ
“Tidak. Darah adalah darah. Kehormatan adalah kehormatan.
Aku adalah bagian dari kalian, dan kalian adalah bagian dariku. Aku akan
memerangi siapa saja yang kalian perangi dan aku akan berdamai dengan
orang-orang yang kalian ajak berdamai.” (Al-Musnad, 2/247)
Ibnu Hisyam menerangkan, “Yang dimaksud dengan kata al-hadm
alhadmadalah kehormatan. Maksudnya, tanggunganku adalah tanggungan kalian dan
kehormatanku adalah kehormatan kalian.” (Sirah Ibnu Hisyam, 2/84-85)
Setelah itu As’ad bin Zurarah berdiri seraya berkata,
“Sebentar, wahai penduduk Yatsrib, kita melakukan perjalanan ini karena kita
mengetahui betul bahwa beliau adalah seorang Rasul. Dan membawanya keluar pada
hari ini adalah berarti penentangan terhadap seluruh bangsa Arab, (sebab)
terbunuhnya orang-orang terbaik dari kalian, dan kalian siap menghadapi
peperangan. Apabila kalian bisa bersabar atas hal itu, maka ambillah bai’at itu
dan pahala kalian ada di sisi Allah. Tapi kalau kalian takut dan menghawatirkan
diri kalian, maka jelaskanlah itu niscaya kalian akan dimaafkan di sisi Allah.”
Kemudian mereka berkata, “Wahai As’ad, jauhkan tanganmu dari
kami. Demi Allah, kami tidak akan meninggalkan bai’at ini dan kami tidak akan
membatalkannya.”
Kemudian mereka bangkit. Satu persatu mereka berbai’at
kepada Nabi (Musnad Ahmad, 3/322, 339, 394, Al-Hakim, 2/624-625, dan Al-Baihaqi
dalam Sunan Kubrâ, 9/9)
Iya, Itulah keimanan kepada Allah dan kecintaan karena-Nya,
persaudaraan di atas agama-Nya dan tolong-menolong atas nama-Nya. Semua itu
topang-menopang di dalam jiwa-jiwa yang bersatu dalam kegelapan malam di sisi
kota Mekah yang tenggelam dalam kesesatannya.
Sumber: Repubika
Disadur Dari Buku “Al-Wala’ Wa Al-Bara’ Karya Muhammad Bin
Sa’id Al-Qahthani
Posting Komentar