Go Ihsan - Sekitar 20 tahun sebelum Muhammad bin Abdullah
mendapatkan wahyu, seorang Arab bernama Siban bin Malik memerintah Kota al
Buallah atas nama Kaisar Persia Khosrow II. Kota ini sekarang menjadi bagian
dari Basrah, terletak di tepi sungai Eufrat.
Sinan tinggal di sebuah istana mewah di tepian sungai. Dia memiliki beberapa anak. Yang paling disayanginya berusia lima tahun, namanya Suhaib Anak berambut pirang itu dikenal aktif, sehingga selalu menyenangkan ayahnya.
Sinan tinggal di sebuah istana mewah di tepian sungai. Dia memiliki beberapa anak. Yang paling disayanginya berusia lima tahun, namanya Suhaib Anak berambut pirang itu dikenal aktif, sehingga selalu menyenangkan ayahnya.
Pada
suatu hari sang ibu membawa Suhaib dan anggota keluarga lain nya bertamasya
mengunjungi sebuah desa. Perjalanan yang seharusnya penuh keceriaan itu berubah
menjadi kengerian yang dikenang sepanjang hidup. Perjalanan itu juga
memengaruhi kehidupan Suhaib.
Ketika itu, desa yang menjadi tujuan mereka bertamasya diserang tentara Byzantium. Para pasukan merampok desa tersebut. Para penjaga yang menyertai pesta piknik itu tak mampu melawannya dan terbunuh. Barang-barang disita. Mereka yang hidup dipenjara, termasuk Suhaib bin Sinan.
Suhaib dibawa ke salah satu pasar budak di Konstantinopel untuk dijual. Setelah itu, ia berpindah dari tangan majikan ke yang lain. Nasibnya tidak ber beda dengan ribuan budak lainnya yang memenuhi rumah dan istana penguasa dan 'kaum darah biru' Byzantium.
Suhaib menghabiskan masa kecil dan mudanya sebagai budak. Selama sekitar 20 tahun dia tinggal di tanah Byzantium. Ini memberinya kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman langka tentang negeri tersebut yang kelak ditaklukkan Muhammad al-Fatih dari Turki.
Ketika itu, desa yang menjadi tujuan mereka bertamasya diserang tentara Byzantium. Para pasukan merampok desa tersebut. Para penjaga yang menyertai pesta piknik itu tak mampu melawannya dan terbunuh. Barang-barang disita. Mereka yang hidup dipenjara, termasuk Suhaib bin Sinan.
Suhaib dibawa ke salah satu pasar budak di Konstantinopel untuk dijual. Setelah itu, ia berpindah dari tangan majikan ke yang lain. Nasibnya tidak ber beda dengan ribuan budak lainnya yang memenuhi rumah dan istana penguasa dan 'kaum darah biru' Byzantium.
Suhaib menghabiskan masa kecil dan mudanya sebagai budak. Selama sekitar 20 tahun dia tinggal di tanah Byzantium. Ini memberinya kesempatan untuk mendapatkan pengetahuan dan pemahaman langka tentang negeri tersebut yang kelak ditaklukkan Muhammad al-Fatih dari Turki.
Dari
istana, dia melihat sendiri adanya ketidakadilan dan korupsi. Dia membenci
budaya keji tersebut. "Masyarakat seperti ini hanya bisa dimurnikan dengan
banjir besar," kata dia.
Suhaib menguasai bahasa Yunani, bahasa resmi di sana. Dia praktis melupakan bahasa Arab. Tapi, dia tidak pernah lupa bahwa dia adalah anak gurun. Dia merindukan hari ketika bebas bersama dengan masyarakat di daerahnya berlari-lari, menunggangi kuda dan unta sejauh mungkin.
Suhaib mencari kesempatan untuk meloloskan diri dari perbudakan dan langsung menuju Makkah yang merupakan tempat berlindung untuk mencari suaka. Ketika berhasil mencapai Makkah, dia diberi julukan ar-Rumi, orang Romawi.
Suhaib menguasai bahasa Yunani, bahasa resmi di sana. Dia praktis melupakan bahasa Arab. Tapi, dia tidak pernah lupa bahwa dia adalah anak gurun. Dia merindukan hari ketika bebas bersama dengan masyarakat di daerahnya berlari-lari, menunggangi kuda dan unta sejauh mungkin.
Suhaib mencari kesempatan untuk meloloskan diri dari perbudakan dan langsung menuju Makkah yang merupakan tempat berlindung untuk mencari suaka. Ketika berhasil mencapai Makkah, dia diberi julukan ar-Rumi, orang Romawi.
Masyarakat
Makkah mengenal Suhaib dari logatnya dan penampilannya yang berambut pirang.
Dia aktif membantu pejabat Makkah ketika itu, Abdullah bin Judan. Banyak
aktivitas perdagangan yang tidak lepas dari keterlibatan Suhaib.(rep)
Posting Komentar