Go Ihsan - Menjelang
sore pada Oktober dua tahun yang lalu, seorang penjaga toko di Kota Tua
Yerusalem tengah memikirkan perjumpaannya dengan seorang pemuda yang meminta
pemantik, meski tak membawa rokok.
Lamunannya buyar seketika
begitu mendengar jeritan dan keributan besar. Saat melangkah keluar dari toko,
ia melihat si pemuda tengah menusuk warga Yahudi pendatang dengan pisau.
Pemuda tersebut sebelumnya
merebut pistol si pendatang dan menembakkannya ke pendatang lainnya.
Pemilik toko itu segera
merunduk di dalam tokonya. Dialah yang kemudian menceritakan kepada media local
bahwa ia belum pernah melihat seorangpun yang melakukan serangan semacam itu
dengan cukup tenang, bahkan sangat tenang.
Pemuda itu adalah Muhannad
Halabi. Mahasiswa hukum di Universitas Al-Quds tersebut berusia 19 tahun saat
kejadian. Beberapa pekan kemudian ia akan genap 20 tahun.
Muhannad Halabi mati tertembak
tentara Israel di tempat kejadian. Sebelum ajal menjemputnya, dua orang Israel
tewas di tangannya. Dua orang lainnya terluka.
Tindakan Muhannad Halabi
dianggap heroik oleh masyarakat Palestina. Peristiwa pada Oktober 2015 itu pun
menjadi pemicu kebangkitan perlawanan perseorangan pemuda Palestina terhadap
Israel.
Pemakaman Muhannad Halabi
menjadi yang terbesar yang pernah warga Tepi Barat saksikan sejak akhir
Intifada II di 2005.
Ayah dari Muhannad Halabi,
Shafiq Halabi, menjelaskan anaknya tergerak melawan lantaran batinnya terluka
mengetahui perempuan-perempuan Palestina disiksa secara fisik oleh petugas
keamanan Israel di kompleks masjid Al Aqsa. Dia juga amat berduka dengan
pembantaian Palestina saat perang melawan Israel di Jalur Gaza pada 2014.
Shafiq Halabi mengatakan
pada Aljazirah bahwa
putra Palestina hanya mengikuti kata hati.
"Mereka melihat tidak ada
alternatif lainnya untuk menghadapi tekanan Israel kecuali dengan melancarkan
perlawan," kata Halabi, Rabu (4/10).
Dua tahun berselang, serangan
perseorangan telah mereda. Namun, serangan kali ini lebih bersifat sporandis
dan telah menyebabkan setidaknya 285 orang Palestina dan 42 orang Israel
terbunuh.
Menurut Palestinian Prisoners
Center for Studies, 14 ribu Palestina ditangkap sejak Oktober 2015 hingga
September 2017, termasuk di antaranya 3.100 anak dan 437 perempuan.
Serangan terakhir dilakukan
oleh seorang buruh, Nimer Jamal. Tembakan ayah empat anak ini menewaskan empat
petugas keamanan Israel di Har Adar, permukiman tempat ia bekerja.
Percikan gelombang
perlawanan
Perlawanan yang sempat
digadang-gadang sebagai Intifada III tersebut berakhir dengan serangan
terputus-putus.
"Ini cuma percikan
gelombang perlawanan, sebuah reaksi yang muncul akibat ketiadaan rencana aksi
dari pemimpin Palestina untuk melawan pendudukan," komentar analis politik
yang berbasis di Ramallah, Hani al-Masri.
Menurut Masri, pergerakan yang
ada saat ini tak mencerminkan upaya terorganisir yang dapat terakumulasi
menjadi gerakan yang berkelanjutan.
Agar Intifada menjadi inklusif,
Masri menjelaskan, gerakan harus memiliki kepemimpinan yang terpadu, sebuah
agenda, dan tujuan.
"Perpecahan politik antara
Fatah dan Hamas telah menguras energi masyarakat Palestina," ujarnya.
Masri memandang, andaikan upaya
rekonsiliasi berhasil, Palestina akan dapat merintis perlawanan yang lebih
luas. "Akan tetapi, Otoritas Palestina tak percaya akan Intifada atau
teknik perlawanan komprehensif," komentarnya.
Serangan akan
berlanjut
Shafiq Halabi memandang
perlawanan para pemuda Palestina membuktikan mereka masih memiliki kesadaran
dan rasa memiliki akan Tanah Airnya, terlepas dari kenyataan yang bertolak
belakang.
"Kalau generasi yang lebih
tua, mereka yang menyaksikan intifada pertama serta aktif di tahun 70-an dan
80-an, tidak menjadi bagian dari gelombang perlawanan berikutnya, itu bukanlah
kebetulan," ujarnya.
Shafiq Halabi mengatakan,
kondisi para pemuda Palestina saat ini sangat mengenaskan. Mereka telah
menyaksikan betapa Otoritas Palestina selama 24 tahun ini tak berbuat apapun
untuk memperbaiki keadaan mereka yang terus memburuk.
"Selama kekejaman dan
kejahatan Israel terus terjadi, serangan pemuda Palestina akan terus
berlanjut," ujarnya.
Shafiq
Halabi mengatakan, kondisi para pemuda Palestina saat ini sangat mengenaskan.
Mereka telah menyaksikan betapa Otoritas Palestina selama 24 tahun ini tak
berbuat apapun untuk memperbaiki keadaan mereka yang terus memburuk.
"Selama kekejaman dan
kejahatan Israel terus terjadi, serangan pemuda Palestina akan terus
berlanjut," ujarnya. (Rep)
Posting Komentar