Go Ihsan - Rasulullah saw. bersabda, “Dunia adalah
perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah isteri yang solehah.” (HR.
Muslim, An-Nasa’I dan Ibnu Majah)
Suatu hari, selepas shalat Subuh, seorang
jamaah masjid menghampiri saya. Pemuda lajang yang sebentar lagi akan diwisuda
itu mengajak berbincang di teras masjid. Rupanya ia ingin bertanya tentang
pernikahan. Maklum, usianya sudah 27 tahun, usia yang sedang matang-matangnya
memikirkan kehidupan rumah tangga. Apalagi ia termasuk pemuda yang rajin ke
masjid. Ia pasti khawatir tidak mampu menjaga agama dan syahwatnya jika
menunda-nunda pernikahan.
Satu pertanyaan sederhana pun meluncur
dari mulutnya. “Mas, menurut Ustadz saya, kalau sudah menikah, seorang
laki-laki biasanya tidak terlalu memandang pada kecantikan isterinya, tetapi
lebih kepada bagaimana kelembutan dan ketaatan sikap wanita itu kepada
suaminya. Apa benar begitu, Mas? Apa pendapat ustadz saya tidak
berlebihan? “
Pertanyaan yang sebenarnya sederhana saja,
tetapi tidak mudah pula bagi saya untuk menjawabnya. Menurut saya, apa yang
diucapkan sang ustadz sedikit banyak ada benarnya. Maksudny begini;
Ketika mau menikah, yang mungkin paling dipertimbangkan oleh seorang lelaki
dari calon isterinya adalah pada penampilan fisiknya, wajahnya yang cantik,
tubuhnya yang aduhai, atau bibir dan bola matanya yang menggoda. Tetapi,
begitu perjalanan rumahtangga telah berbilang tahun, maka kecantikan itu tidak
lagi menjadi tolak ukur utama dalam menilai plus-minus isterinya.
Bukannya kecantikan itu menjadi tidak
penting, sehingga si isteri tidak perlu berhias untuk suaminya. Bukan itu
maksudnya. Seorang isteri masih tetap perlu menjaga penampilan dan kecantikan
di depan sang suami agar suaminya selalu merasa tentram berada di sampingnya.
Akan tetapi, semua kecantikan itu tidak akan lagi bernilai besar jika kewajiban
utama sebagai seorang isteri untuk berakhlak baik dan taat kepada suaminya
tidak dijalankan dengan baik.
Jadi, yang menjadi tolak ukur utama
penilaian seorang suami terhadap isterinya ketika rumah tangga mereka telah
melewati beberapa tahun adalah sejauh mana si isteri menunjukkan rasa cinta dan
ketaatan kepada suaminya.
Mengapa demikian? Karena kecantikan
manusia pada dasarnya terbatas. Perjalanan waktu perlahan akan terus
menggerogotinya. Jika pun kecantikan itu bisa diawetkan, tetapi karena dia
bersifat fisik, maka pada suatu saat bisa membosankan. Apalagi wajah-wajah baru
yang lebih segar terus bermunculan di sekitar suami. Jika dalam situasi seperti
itu wanita masih mengandalkan kecantikan fisiknya untuk mengikat kesetiaan
suaminya, pasti ia harus berani menuai kekecewaan.
Tetapi ketaatan dan akhlak yang baik dari
seorang isteri tidak akan pernah membuat suaminya bosan. Semakin baik akhlak
seorang isteri dan semakin taat ia kepada suaminya, maka akan semakin besarlah
rasa bangga dan cinta suaminya kepada dirinya. Seperti melempar pohon yang
lebat dengan buah, semakin banyak kita melempar, maka akan semakin banyak buah
yang kita dapatkan. Begitu pula ketaatan dan rasa cinta seorang isteri kepada
suaminya.
Dipilih Karena Agamanya
Rasulullah saw. berpesan kepada para
lelaki yang hendak mencari pasangan hidup agar lebih mengutamakan calon
isteri dengan kriteria yang baik agamanya (akhlaknya) ketimbang tiga
kriteria lainnya, yaitu kecantikannya, keturunannya atau hartanya.
Bagi kebanyakan pemuda,
biasanya pesan Rasulullah saw. di atas sudah tidak menjadi pertimbangan lagi
dalam memilih pasangan hidup mereka. Kebanyakan mereka lebih memilih wanita
dengan fisik yang cantik dan aduhai ketimbang pertimbangan agama dan akhlaknya.
Bahkan, orang-orang yang masih mempertimbangkan akhlak dan agama ketika memilih
pasangan hidup, dianggap sebagai orang-orang kuno dan ketinggalan zaman.
Padahal, apa yang dipesankan oleh
Rasulullah saw. tetap relevan hingga sekarang. Begitu banyak lelaki yang harus
kecewa setelah menjalani satu-dua tahun masa-masa kehidupan rumah tangga
bersama perempuan pujaan hatinya. Kecantikan sang isteri yang dulu ia kira
akan membahagiakan rumahtangganya ternyata justru memperbudak dirinya.
Ada pula lelaki yang tetap percaya kepada
pesan Rasulullah saw. bahwa perempuan yang terbaik untuk dipilih mestinya yang
baik akhlaknya. Tetapi, ia tetap lebih memilih kecantikan fisik calon
pendamping hidupnya, dengan alasan bahwa akhlak dan agama isterinya bisa ia
rubah sedikit demi sedikit setelah menikah nanti. Tapi apa yang terjadi? Bukan
akhlak si isteri yang berhasil ia rubah, justru akhlaknya sendirilah yang
akhirnya ikut rusak karena pengaruh dominasi isterinya yang berakhlak buruk.
Terlalu banyak kasus lelaki yang semasa
lajangnya termasuk lelaki soleh, rajin ke masjid, jujur dan amanah, tetapi
setelah menjalani kehidupan rumah tangga bersama perempuan yang tidak baik
akhlak dan agamanya, justru dirinya ikut terjerumus kedalam berbagai tindakan
kriminal, seperti korupsi, memeras, menyuap dan sebagainya, demi memenuhi
keinginan isterinya yang kemaruk harta.
Pada saat-saat seperti ini, seorang suami
barulah menyadari kekeliruannya dalam memilih pasangan hidup. Tiba-tiba ia
sadar, betapa yang dibutuhkan seorang lelaki di rumahnya hanyalah seorang
isteri yang setia dan taat kepadanya. Ia pun sadar bahwa kecantikan isterinya
tidaklah lebih penting atau tidak lebih utama daripada keluhuran akhlak dan
ketaatan terhadap dirinya sebagai kepala rumah tangga.
Maka tidak heran jika Rasulullah saw.
bersabda, “Dunia adalah perhiasan, dan sebaik-baik perhiasan dunia adalah
isteri yang solehah.” (HR. Muslim, An-Nasa’i dan Ibnu Majah)
Lelaki yang baru menyadari kenyataan di
atas setelah satu-dua tahun perjalanan rumahtangganya, biasanya dihadapkan dua
pilihan yang sama-sama sulit. Pilihan pertama ia tetap menerima perlakuan
isterinya yang tidak solehah (tidak taat), sambil terus berdoa diam-diam agar
Allah merubah kelakuan isterinya, atau sambil berharap bahwa penerimaannya
terhadap sikap isterinya yang tidak patuh itu akan membuahkan pahala baginya.
Sikap ini hanya akan membuat dirinya
sendiri bertambah kecewa dan ia akan terus memendam ketidakpuasan terhadap
isterinya sampai akhir hayatnya. Atau jika suami kurang imannya, ia akan
membalas ketidaktaatan isterinya dengan jalan berselingkuh. Di rumah, si suami
tampak setia dan menuruti semua kemauan sang isteri, tetapi di luar rumah ia berusaha
mencari wanita lain yang lebih bisa melayaninya dengan baik.
Pilihan kedua, ia bisa merubah kesalahan
itu dengan memberikan pengertian kepada isterinya mengenai peran dan
tanggungjawab masing-masing pihak sesuai syari’at Islam. Pilihan kedua ini pun
bukan tanpa resiko. Bahkan terkadang resikonya terlalu mahal. Memang ada suami
yang dengan kesabaran akhirnya berhasil mendidik isterinya menjadi sadar diri
dan sadar posisinya dalam rumah tangga sehingga hubungan suami isteri dalam
rumah tangga bisa dikembalikan pada rel yang sesuai.
Akan tetapi pada kenyataannya, tidak
sedikit keluarga yang harus kandas ketika seorang suami berusaha mengembalikan
posisinya sebagai kepala rumah tangga yang harus dipatuhi, tetapi mendapat
penolakan dari isterinya yang ingin tetap dominan menyetir sang suami sesuai
keinginannya. Ini bisa terjadi jika si suami tidak sabaran dalam mendidik
isterinya atau sang isteri tidak mau menerima didikan dari suaminya untuk
menegakkan kehidupan rumah tangga yang sesuai dengan ajaran Rasulullah saw.
Nah, untuk menghindari terjadinya
kemungkinan terburuk dalam kehidupan rumah tangga di kemudian hari, maka sudah
seharusnya seorang lelaki berusaha melihat dengan jeli dan mencari tahu
kebaikan akhlak dan agama dari seorang wanita yang hendak dinikahinya. Hanya
dengan memilih wanita solehah sebagai isterinya, maka rumah tangga yang
dibangunnya akan mampu memberi kebahagiaan, sekaligus membantu menyelamatkan
imannya dari godaan dunia yang melenakan ini.
Maka benarlah apa yang dikatakan Rasulullah
saw. bahwa wanita solehah adalah sebaik-baik barang simpanan bagi seorang
Muslim.
Dari Ibnu Abbas ra. Rasulullah saw.
bersabda kepada Umar, “Tidakkah engkau ingin kuberitahu tentang sebaik-baik
barang simpanan (perhiasan) seseorang? Ia adalah seorang wanita salehah yang
apabilah suaminya mendatanginya, ia menyenangkan. Apabila diperintah ia taat,
dan apabila suaminya tidak ada, ia menjaga kehormatannya.” (HR. Abu Daud)
Al-Qur’an sendiri menyebutkan dua ciri
utama dari wanita solehah. Firman Allah swt.:
“..Maka wanita-wanita solehah itu adalah
wanita yang taat kepada Allah dan memelihara diri ketika suaminya tidak ada,
karena Allah telah memelihara mereka…” (QS. An-Nisa’: 34)
Kerelaan untuk menjadi seorang isteri
solehah dengan ciri-ciri seperti disebutkan oleh hadits dan ayat al-Qur’an di
atas bukanlah sesuatu yang sepele dan mudah, tetapi membutuhkan perjuangan dan
mujahadah yang besar. Karena itu, Rasulullah saw. menjanjikan perempuan seperti
ini kelak boleh masuk ke surga dari pintu mana saja yang ia pilih.
Rasululah saw. bersabda, “Jika seorang
isteri telah menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan dan
menjaga kemaluannya dari yang haram, serta taat kepada suaminya, maka akan
dipersilahkan kepadanya untuk masuk ke surge dari pintu mana pun yang ia suka.”
(HR. Ahmad dan Thabrani).
[Sumber: Majalah Hidayah]
Posting Komentar