Go Ihsan - Allah SWT menciptakan makhuknya
berpasang-pasangan. Di antara makhluknya yang paling indah dan sempurna adalah
manusia. Allah SWT juga telah menurunkan petunjuknya yang paling sempurna.
Sehingga, bila manusia menerima dan mengamalkan petunjuk itu, betapa indahnya
manusia itu. Sebaliknya, bila ia menolaknya, betapa rendah dan jeleknya manusia
itu, bahkan Al-Qur’an menyebutnya lebih hina dari binatang.
Allah SWT menjadikan keindahan ada dalam
wanita meskipun pada hakikatnya antara pria dan wanita sama di hadapan Allah
SWT. Hanya saja, Allah menjadikan keindahan itu ada pada wanita karena
kelembutan, kasih sayang, dan emosinya yang lebih daripada kaum pria. Betapa
indahnya sang wanita jika dihiasi dengan syariat Allah. Ia menjadi anak yang
taat kepada Allah dan kedua orang tuanya. Jika ia menikah, ia menjadi penyayang
bagi suaminya. Jika ia menjadi ibu, ia menyayangi dan mendidik anak-anaknya
dengan sebaik mungkin. Dari wanita shalehah seperti inilah lahir
pejuang-pejuang yang tangguh dan pemimpin yang bijaksana. Perhatikan keadaan
wanita pada masa Rasulullah saw. dengan generasi salafus saleh sesudahnya.
Mereka, kaum wanita itu, ada di balik segala keberhasilan dan kecemerlangan
peradaban Islam. Apakah wanita dewasa ini bisa mengikuti jejak para
pendahulunya? Marilah kita lihat kenyataannya.
Wanita dalam Al-Qur’an
Di dalam Al-Qur’an terdapat 114 surah. Di
dalamnya tidak ada satu pun surah tentang pria (ar-rijal), tapi menariknya ada
surah tentang wanita (An-Nisaa’), bahkan lebih spesifik ada surah Maryam,
meskipun dia bukan nabi. Umar ra. memerintahkan kepada wanita untuk mempelajari
surah An-Nuur (cahaya) karena di dalamnya mengandung pelajaran bagi kaum wanita
agar lebih bercahaya. Keberadaan kaum wanita sama dengan kaum pria di hadapan
Allah.
Allah SWT berfirman (yang artinya), “Maka,
Rabb mereka memperkenankan permohonannya (dengan berfirman): ‘Sesungguhnya Aku
tidak menyia-nyiakan amal orang-orang yang beramal di antara kamu, baik
laki-laki atau perempuan, (karena) sebagian kamu adalah turunan dari sebagian
yang lain …’.” (Ali Imran, 3: 195).
“Barang siapa yang mengerjakan amal saleh,
baik laki-laki maupun perempuan, dalam keadaan beriman, maka sesungguhnya akan
Kami berikan kepadanya kehidupan yang baik …” (An-Nahl: 97).
Keberadaan wanita sebagaimana pria dalam
kehidupan ini mengalami ujian yang bermacam-macam. Namun, mereka harus tetap
tegar dan shalehah seperti yang dicontohkan Al-Qur’an dengan Asiyah, istri
Fira’un yang sabar dalam menghadapi ujian dari suaminya, atau seperti Maryam
yang tabah menghadapi ujian hidup tanpa suami. (Lihat At-Tahrim 11-12).
Sebaliknya, jangan seperti istri Nabi Nuh a.s. dan Nabi Luth a.s. yang
berkhianat terhadap suaminya dan tidak taat kepada Allah. (At-Tahriim: 10).
Wanita pada Masa Rasulullah
Rata-rata kaum wanita pada masa Rasulullah
saw. tidak ketinggalan ikut berlomba meraih kebaikan, meskipun mereka juga
sibuk sebagai ibu rumah tangga. Mereka ikut belajar dan bertanya kepada
Rasulullah saw.
Wanita yang paling setia kepada Rasulullah
adalah Khadijah yang telah berkorban dengan jiwa dan hartanya. Kemudian Aisyah,
yang banyak belajar dari Rasulullah kemudian mengajarkannya kepada kaum wanita
dan pria. Bahkan, ada pendapat ulama yang mengatakan, seandainya ilmu seluruh
wanita dikumpulkan dibanding ilmu Aisyah, maka ilmu Aisyah akan lebih banyak.
Begitulah Rasulullah saw. memuji Aisyah.
Ada seorang wanita bernama Asma binti
Sakan. Dia suka hadir dalam pengajian Rasulullah saw. Pada suatu hari dia
bertanya kepada Rasulullah,”Ya Rasulullah saw., engkau diutus Allah kepada kaum
pria dan wanita, tapi mengapa banyak ajaran syariat lebih banyak untuk kaum
pria? Kami pun ingin seperti mereka. Kaum pria diwajibkan shalat Jum’at,
sedangkan kami tidak; mereka mengantar jenazah, sementara kami tidak; mereka
diwajibkan berjihad, sedangkan kami tidak. Bahkan, kami mengurusi rumah, harta,
dan anak mereka. Kami ingin seperti mereka.
Maka, Rasulullah saw. menoleh kepada
sahabatnya sambil berkata, “Tidak pernah aku mendapat pertanyaan sebaik
pertanyaan wanita ini. Wahai Asma, sampaikan kepada seluruh wanita di
belakangmu, jika kalian berbakti kepada suami kalian dan bertanggung jawab
dalam keluarga kalian, maka kalian akan mendapatkan pahala yang diperoleh kaum
pria tadi.” (HR Ibnu Abdil Bar).
Dalam riwayat Imam Ahmad, Asma
meriwayatkan bahwa suatu kali dia berada dekat Rasulullah saw. Di sekitar
Rasulullah berkumpullah kaum pria dan juga kaum wanita. Maka beliau bersabda,
“Bisa jadi ada orang laki-laki bertanya tentang hubungan seseorang dengan
istrinya atau seorang wanita menceritakan hubungannya dengan sumianya.” Maka
tak seorang pun yang berani bicara, maka saya angkat suara. “Benar ya
Rasulullah, ada pria atau wanita yang suka menceritakan hal pribadi itu.”
Rasulullah menimpali, “Jangan kalian lakukan itu, karena itu jebakan syaitan
seakan syaitan pria bertemu dengan syaitan wanita, kemudian berselingkuh dan
manusia pada melihatnya.”
Ada juga wanita yang tabah dalam kehidupan
rumah tangga yang serba pas-pasan tapi tidak pernah mengeluh seperti Asma’ binti
Abi Bakar dan Fatimah. Kutub Tarajim membenarkan cerita tentang Fatimah. “Suatu
saat dia tidak makan berhari-hari karena nggak ada makanan, sehingga suaminya,
Ali bin Abi Thalib, melihat mukanya pucat dan bertanya,”Mengapa engkau ini,
wahai Fatimah, kok kelihatan pucat?”
Dia menjawab,”Saya sudah tiga hari belum
makan, karena tidak ada makanan di rumah.”
Ali menimpali,”Mengapa engkau tidak bilang
kepadaku?”
Dia menjawab,”Ayahku, Rasulullah saw.,
menasehatiku di malam pengantin, jika Ali membawa makanan, maka makanlah. Bila
tidak, maka kamu jangan meminta.”
Luar biasa bukan?
Bersambung
Posting Komentar