Setara Institute jelas-jelas ingin memperkeruh suasana dengan mengadopsi strategi kolonial: melancarkan politik devide et impera (Politik adu domba) antar ormas Islam yang satu dengan ormas Islam lainnya. Termasuk mengompori para pimpinan ormas Islam. Jelas sekali, Setara Institute dan teman sejenisnya menjadi Tukang Kompor alias Provokator radikal. Tanpa disadari, HTI dijadikan narasumber oleh Setara Institute untuk menelanjangi FUI. Tujuannya bisa dipastikan untuk membenturkan sesame ormas Islam. Islamphobi telah melekat pada diri aktivis Setara dan partnernya.
Dengan mengatasnamakan riset, Setara Institute melakukan penelitian berjudul “Radikalisme Agama di Jabotabek & Jawa Barat” – Implikasinya terhadap Jaminan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan. Riset yang dikarang-karang itu berkisah tentang radikalisme agama di Jakarta, Bogor, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) serta Jawa Barat. Tujuannya, ingin menyajikan wajah-wajah organisasi Islam yang menurutnya, dianggap mengganggu jaminan kebebasan beragama/berkeyakinan.
Setara Institute dan partnernya sesama pengasong Sepilis (sekularisme, pluralisme dan liberalisme) sedemikian paranoid dengan banyaknya bermunculan ormas Islam yang ingin negeri ini aman, diberkahi dan terhindar dari musibah dan bencana.
Riset Ngawur
Ada lima bab yang dilaporkan dalam penelitian tendensiusnya itu, meliputi: Bab I (Pendahuluan), Bab II (Genealogi Islam Radikal), Bab III (Potret Radikalisme di Perkotaan), Bab IV (Ragam Wajah Satu Cita-cita), Bab V (Wajah Para Pembela Islam), Bab VI (Masa Depan Jaminan Kebebasan Beragama/Berkeyakinan).
Dalam Bab II misalnya, Setara Institute menjabarkan Masyumi dan Darul Islam, Dari DDII ke Islam Transnasional dan Islam Radikal Lokal; Gelombang Radikalisasi Islam; Konteks Radikalisasi Islam di Jakarta dan Jawa Barat. Pada Bab IV, juga dipaparkan ihwal Aktor, Basis Massa, Rekruitmen Anggota, Dana, Aliran dan Doktrin Ajaran, Agenda Aksi, Strategi Dan Taktik, Dinamika Perpecahan.
Setara Institute dengan bernafsunya juga menelanjangi ormas Islam dan para pimpinannya yang selama ini giat membela Islam. Ormas Islam yang dibidik itu antara lain: FUI (Forum Umat Islam), FPI (Front Pembela Islam), GARIS (Gerakan Reformis Islam), FAPB (Front Anti Pemurtadan Bekasi), FUI (Forum Ukhuwah Islamiyah) Cirebon, Tholiban. Termasuk Dewan Dakwah Islamiyah Indonesia (DDII).
“Dengan mengenali organisasi-organisasi Islam radikal, diharapkan sejumlah langkah dapat dilakukan oleh Negara untuk menghapus intoleransi dan diskriminasi agama/keyakinan. Kami juga merekomendasi penelitian ini, agar Negara dapat menegakkan hukum bagi para pelaku kekerasan, intoleransi, dan diskriminasi dan melakukan deradikalisasi pandangan, prilaku dan orientasi keagamaan melalui kanal politik dan ekonomi,” kata Peneliti Setara Institute Ismail Hasani sewot.
Akidah Umat Tumbuh
Berbagai peristiwa yang dibeberkan Setara Institute dengan menggunakan bahasa “Kekerasan” sangat tidak tepat dan cenderung tendensius. Gelombang protes yang dilakukan masyarakat terhadap bermunculan aliran sesat, kemaksiatan, pelanggaran tempat ibadah non Muslim, sesungguhnya adalah telah tertanamnya tauhid dan akidah umat yang kuat. Di sisi lain, merupakan keberhasilan dakwah yang disampaikan para ulama dan peran serta Ormas Islam. Bersamaan dengan itu, kesadaran beragama umat tumbuh dan berkembang.
Harus diakui Pemerintah belum maksimal dalam menegakkan supremasi hukum. Sudah jelas aturan tentang SKB Tiga Menteri tentang rumah ibadah, namun pemerintah tidak bisa menindak para pelanggar yang menjadi rumah dan ruko sebagai tempat ibadah illegal. Siapa sesungguhnya yang melakukan pelanggaran? Jelas mereka dan para pendukungnya. [Desastian/voa-islam]
Posting Komentar