Go Ihsan - Alhamdulillah,segala puji bagi Allah Rab semesta alam,
Shalawat serta salam semoga tercurahkan kepada nabiyullah Muhammd beserta
sahabat, keluarga, serta pengikutnya sampai yaumil akhir, Amma Ba’du,
Pada kesempatan ini kami akan menerjemahkan salah satu
pembahasan Syaikh Utsman Khamis dalam buku Al Hiqbah Minat Tarikh yang
berjudul kaifa naqrau at tarikh.
Seharusnya dalam kita membaca sejarah seperti kita membaca
hadits- hadits Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Tatkala kita ingin membaca hadits Rasul, seharusnya kita
mengecek riwayat tersebut, apakah benar kabar itu dari rasulullah atau tidak? tidak akan bisa diketahui keshahihan hadits dari Rasulullah
kecuali dengan mempelajari sanad beserta matan, karena ahlul ilmi sangat
memperhatikan hadits dan perawinya, mereka mengumpulkan setiap redaksi hadits
yang diriwayatkan perawiyanya, dan menghukuminya dan menjelaskan keshahihan dan
kedhaifannya, kemudian membersihkan hadits dari segala macam kebohongan dan
cela atau hal- hal yang menyerupainnya.
Akan tetapi riwayat-riwayat sejarah berbeda, kadang kita
banyak mendapati riwayat- riwayat tanpa sanad, terkadang pula kita mendapati
riwayat dengan sanad, akan tetapi perawinya tidak disebutakan tarjamahnya
(biography), dan kita tidak menemukan jarh(kritik) ataupun ta’dil (sanjungan)
ulama terhadap perawinya, maka ketika itu kita tidak dapat
menghukumi riwayat tersebut, dikarenakan tidak diketahuinya beberapa keadaan
perawi.
Perkara seperti ini lebih susah dari hadits, akan tetapi
bukan berart ikita tasahul (menggampangkan) nya, tetapi kita mesti klarifikasi
dan mengetahui bagaimana mengambil riwayat sejarah kita.
Ada seseorang berkata,” dengan metode seperti ini maka
sejarah kita akan banyak yang hilang”!
Maka kami jawab,” tidak akan banyak yang hilang sebagaimana
yang engkau kira, karena banyak dari riwayat sejarah yang kita butuhkan
disebutakan sanadnya, baik itu di kitab tarikh sepertiTarikh Thobari,
atau di kitab hadits seperti Shahih Bukhari , Musnad Imam
Ahmad dan Jami’ Tirmidzi, atau seperti Mushonaf
Abi Syaibah, atau bahkan di kitab tafsir yang menyebutkan riwayat- riwayat
tarikh dengan menyebutkan sanad seperti Tafsir Ibnu Jarir Ath Thabari, Tafsir
Ibnu Katsir, atau terkadang dalam buku yang membahas peristiwa tertentu
seperti kitab Hurubur Riddah karangan Al-Kula’iy, dan
ringkasan Tarikh Khalifah.
Sederhananya, bukannya kita tidak mampu untuk menemukan
sanad dalam riwayat- riwayat tersebut, dan bahkan jikalau kita tidak menemukan
sanad, maka kita mempunyai aslun ‘aam (pedoman umum) yang menjadi pegangan,
terkhusus perkara yang terjadi pada masa sahabat, dasar pokok itu adalah pujian
Allah ta’ala dan Rasulullah atas para sahabat, yang pada dasarnya mereka semua
memiliki sifat ‘adalah( adil).
Maka setiap riwayat yang di dalamnya mengandung celaan untuk
Sahabat Rasulullah, kita lihat dahulu sanadnya:
–
Jikalau sanadnya shahih maka kita lihat penafsiran dari riwayat tersebut.
– Dan
jika didapati sanadnya dhaif, atau tidak terdapat sanad dalam riwayat tersebut,
maka kita mempunyai pegangan bahwa mereka memiliki sifat ‘Adalah dan Shalih.
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah Rahimahullah,” Wajib bagi
setiap muslim memahami ushul(pokok) yang kepadanya dikembalikan perkara
juz’iyyat(cabang), supaya dia berbicara dengan ilmu dan objektif, supaya dapat
memahami juziyyat secara benar, karena kalau tidak memahami ushul secar benar
maka akan terjerumus pada kebohongan, kebodohan dalam perkara parsial dan
kebodohan dan kedaliman dalam perkara pokok yang akan menyebabkan kerusakan
yang besar”. (Majmu’ Fatawa19/203)
Jika demikian, ketika kita membaca tarikh, harus membacanya
dengan teliti seperti membaca hadits, dan lebih khusus sejarah sahabat
Rasulullah sallallahu ‘alaihi wa sallam.
Menyedihkanya, pada zaman kita ini banyak yang gemar membaca
kitab- kitab kontemporer yang membahas sejarah, akan tetapi hanya memperhatikan
keindahan cerita atau melogiskan situasi dan kondisi tanpa memperhatikan
keshahihan dan kedhaifan kisah tersebut, seperti buku- buku Abbas Al ‘Aqqad,
Khalid Muhammad Khalid, Thaha Husain, atau buku- buku George Zidan dan yang
lainnya dari tokoh- tokoh kontemporer.
Tokoh- tokoh tersebut ketika berbicara tentang sejarah hanya
memperhatikan keindahan cerita dan keindahan susunannya, tanpa melihat
keshahihan cerita, dan bahkan sebagian mereka sengaja ingin mendistorsi kisah
tersebut dengan tujuan- tujuan tertentu. Yang terpenting bagi mereka
menceritakan cerita yang indah.
Beberapa buku sejarah yang harus diwasapadai:
Al- Aghaany karangan
Abul Faraj Al Ashfahani,
Al- ‘Iqdul Farid karangan
ibnu ‘Abdi Rabbih
Al-Imamah was Siyasah yang
dinisbatkan kepada Ibnu Qutaibah, akan tetapi penisbatan itu tidak benar.
Murujudz Dzahab karangan
Mas’udi, buku ini tanpa menyebutkan sanad.
Berkata Ibnu Taimiyyah, “ di dalam kitab sejarah karangan
Mas’udi terdapat kebohongan- kebohongan yang tidak ada yang dapat menghitungnya
kecuali Allah Ta’ala, maka bagaimana dapat dipercaya kisah- kisah yang sanadnya
terputus dari kitab yang masyhur dengan banyak kebohongan.”( Minhajus
Sunnah Nabawiyah 4/84)
Ibnu Hajar ‘Al-Asqalani mengatakan,” buku- bukunya tidak
bisa dipercaya menegaskan bahwa dia seorang syiah dan muktazilah” (Lisanul
Mizan 5/ 532)
Syarh Nahjul Balaghah karangan
Abdul Hamid bin Abul Hadid seorang muktazilah, dia seoarang lemah riwayatnya
menurut ulama jarh wat ta’dil, bahakan jikalau diperhatikan sebab dikarangnya
buku tersebut maka wajib diragukan bukunya dan pengarangnya. dia mengarang buku
itu untuk Al-Wazir Ibnu ‘Alqami seorang yang menyebabkan terbunuhnya jutaan
muslim di Irak melalui tangan- tangan orang Tatar.
Al Khawanisari mengomentari buku Ibnu Abi Al Hadid,” buku
ini dikarang untuk perbendaharaan buku Al Wazir Muayyiduddin Muhammad bin Al
‘Alqami”.(Raudhatul Jannat 5/20-21)
( Tarikh Ya’qubi) buku ini seluruhnya mursal tidak ada
sanadnya, pengarangnya tertuduh dengan kebohongan. (Habibi/Panjimas)
Posting Komentar