Go Ihsan - Dihikayatkan bahwa seseorang dari
kalangan orang-orang shalih melewati seorang laki-laki yang terkena penyakit
lumpuh separuh badan, ulat bertebaran dari dua sisi perutnya, lebih dari itu ia
juga buta dan tuli. Lelaki lumpuh itu mengatakan, “segala puji bagi Allah yang
telah menyelamatkanmu dari cobaan yang telah dialami oleh banyak orang.” Lantas
lelaki shalih yang lewat itu heran, kemudian bertanya kepadanya, “Wahai
saudaraku! Apa yang diselamatkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala dari dirimu
padahal saya melihat semua musibah, menimpa dirimu?” Ia menjawab,
“Menyingkirlah kamu dariku hai pengangguran! Sungguh, Allah Subhanahu wa Ta’ala
telah menyelamatkanku karena Dia menganugerahkan kepadaku lisan yang selalu
mentauhidkan-Nya, hati yang dapat mengenal-Nya, dan waktu yang selalu kugunakan
untuk berdzikir kepada-Nya.”
Dihikayatkan pula bahwa ada seorang
yang shalih yang apabila ditimpa sebuah musibah atau mendapat cobaan, selalu
berkata, “Ini adalah sesuatu yang baik.” Pada suatu malam serigala datang
memangsa ayam jagonya, kejadian ini disampaikan kepadanya, maka ia pun berkata,
“Ini adalah sesuatu yang baik.” Kemudian pada malam itu pula anjing penjaga
ternaknya dipukul orang hingga mati, lalu kejadian ini disampaikan kepadanya.
Ia pun berkata, “Ini adalah sesuatu yang baik.” Tak berapa lama keledainya
meringkik, lalu mati. Ia pun berkata, “Ini adalah sesuatu yang baik, insya
Allah.” Anggota keluarganya merasa sempit dan tidak mampu memahami mengapa ia
mengucapkan perkataan itu. Pada malam itu orang-orang Arab datang menyerang
mereka. Mereka membunuh semua orang yang ada di wilayah tersebut. Tidak ada
yang selamat selain dia dan keluarganya. Orang-orang Arab yang menyerang
tersebut menjadikan suara ayam jago, gonggongan anjing, dan teriakan keledai
sebagai indikasi bahwa sebuah tempat itu dihuni oleh manusia, sedangkan semua
binatang miliknya telah mati. Jadi, kematian semua binatang ini merupakan
kebaikan dan menjadi penyebab dirinya selamat dari pembunuhan. Maha Suci Allah
Yang Maha Mengatur dan Maha Bijaksana.
Al-Mada’ini menceritakan,
“Di daerah pedalaman saya pernah
melihat seorang perempuan yang saya belum pernah melihat seorang pun yang lebih
bersih kulitnya dan lebih cantik wajahnya daripada dirinya. Lalu saya berkata,
“Demi Allah, kesempurnaan dan kebahagiaan berpihak kepadamu.” Lantas perempuan
tersebut berkata, “Tidak. Demi Allah, sesungguhnya saya banyak dikelilingi oleh
duka cita dan kesedihan. Saya akan bercerita kepadamu. Dulu saya mempunyai
seorang suami. Dari suami saya tersebut saya mempunyai dua orang anak. Suatu
ketika ayah kedua anak saya ini sedang menyembelih kambing pada hari raya Idul
Adha. Sedangkan anak-anak sedang bermain.” Lantas anak yang lebih besar berkata
kepada adiknya, “Apakah kamu ingin saya beritahu bagaimana cara ayah menyembelih
kambing?” Adiknya menjawab, “Ya.” Lalu si kakak menyembelih adiknya. Ketika si
kakak ini melihat darah, maka ia menjadi cemas, lalu ia melarikan diri ke arah
gunung. Tiba-tiba ia dimangsa oleh serigala. Kemudian ayahnya keluar untuk
mencari anaknya, ternyata ia tersesat di jalan sehingga ia mati kehausan.
Akhirnya saya pun hidup sebatang kara.” Lantas saya bertanya kepadanya,
“Bagaimana engkau bisa sabar?” Ia menjawab, “Apabila peristiwa tersebut
terus-menerus menimpa saya, pasti saya masih merasakannya. Namun, hal itu saya
anggap hanya sebuah luka, hingga akhirnya ia pun sembuh.”
Pada saat putranya meninggal dunia,
Imam asy-Syafi’i rahimahullah. Berkata, “Ya Allah! Jika Engkau memberi cobaan,
maka sungguh Engkau masih menyelamatkanku. Jika Engkau mengambil, sungguh
Engkau masih menyisakan yang lain. Jika Engkau mengambil sebuah organ, sungguh
Engkau masih menyisakan banyak organ yang lain. Jika Engkau mengambil seorang
anak, sungguh Engkau masih menyisakan beberapa anak yang lain.”
Al-Ahnaf bin Qais mengatakan,
“Saya mengadukan sakit perut yang saya
alami kepada pamanku, namun ia malah membentakku seraya berkata, “Jika sesuatu
menimpamu, janganlah engkau mengeluhkannya kepada seorang pun. Sesungguhnya
manusia itu ada dua macam. Teman yang kamu susahkan dan musuh yang kamu
senangkan. Janganlah engkau mengeluhkan sesuatu yang menimpa dirimu kepada
makhluk sepertimu yang tidak mampu mencegah bila hal serupa menimpa dirinya.
Akan tetapi, adukanlah pada Dzat yang memberi cobaan kepadamu. Dialah yang
mampu memberikan kelonggaran kepadamu. Hai putra saudaraku! Sungguh, salah satu
dari kedua mataku ini tidak dapat melihat semenjak empat puluh tahun lalu. Saya
tidak memberitahukan hal ini kepada istri saya dan kepada seorang pun dari
keluarga saya.”
Ada seorang yang shalih mendapat cobaan
terkait putra-putranya. Ketika ia dianugerahi dua orang anak dan baru saja
mulai beranjak besar sehingga membuatnya bahagia, tiba-tiba anaknya dijemput
kematian. Ia ditinggalkan anaknya dengan penuh kesedihan dan patah hati. Akan tetapi,
lantaran kuatnya iman, ia hanya dapat mengikhlaskan karena Allah Subhanahu wa
Ta’ala dan bersabar seraya berkata, “Milik Allah Subhanahu wa Ta’ala – segala
sesuatu yang telah Dia berikan. Milik Allah Subhanahu wa Ta’ala pula segala
sesuatu yang telah Dia ambil. Ya Allah! Berilah keselamatan kepadaku dalam
musibah ini dan berikanlah ganti yang lebih baik lagi.” Allah pun
menganugerahkannya anak yang ketiga. Setelah beberapa tahun, si anak jatuh
sakit. Dan ternyata sakitnya sangat parah sampai hampir mati. Sang ayah berada
di sisinya dengan air mata yang berlinangan. Kemudian ia merasakan kantuk dan
tidur. Di dalam tidurnya ia bermimpi bahwa kiamat telah datang.
Ketakutan-ketakutan pada hari Kiamat telah muncul. Lantas ia melihat shirath
(jembatan) yang telah dipasang di atas permukaan Neraka Jahannam. Orang-orang
sudah siap menyeberanginya. Laki-laki tersebut melihat dirinya sendiri di atas
shirath. Ia hendak berjalan, tetapi ia takut terjatuh. Tiba-tiba anaknya yang
pertama yang telah mati datang berlari-lari menghampirinya seraya berkata,
“Saya akan menjadi sandaranmu wahai ayahku!” Sang ayah pun mulai berjalan. Akan
tetapi, ia masih khawatir terjatuh dari sisi lain. Tiba-tiba ia melihat anaknya
yang kedua mendatanginya dan memegangi tangannya pada sisi lainnya. Lantas
lelaki tersebut sungguh-sungguh bergembira. Setelah ia berjalan sebentara, ia
merasakan sangat haus, lalu ia meminta kepada salah satu dari dua anaknya
tersebut agar memberinya minuman. Keduanya berkata, “Tidak bisa. Jika salah
satu dari kita meninggalkanmu, niscaya engkau terjatuh ke neraka, lalu apa yang
sebaiknya kita lakukan?” Salah satu dari kedua anaknya berkata, “Wahai ayahku!
Seandainya ada saudara kami yang ketiga bersama kami, pastilah ia dapat
mengambilkan minum untukmu sekarang.” Lantas lelaki tersebut terjaga dari
tidurnya seraya ketakutan. Ia memuji AllahSubhanahu wa Ta’ala bahwa ia masih
hidup dan Hari Kiamat belum tiba. Seketika ia melirik ke arah anaknya yang
sedang sakit di sampingnya. Ternyata anaknya telah meninggal dunia. Kontan ia
menjerit, “Segala puji bagi Allah.” Sungguh, saya telah mempunyai simpanan dan
pahala. Kamu adalah pendahulu bagiku di atas shirath pada hari Kiamat kelak.”
Sumber: Hiburan Orang-orang Shalih, 101
Kisah Segar, Nyata dan Penuh Hikmah, Pustaka Arafah Cetakan 1
Posting Komentar