Go Ihsan - Komisioner Komnas
Perempuan Imam Nakha'ie mengatakan poligami sudah dipraktekkan jauh sebelum
Islam, bahkan juga dipraktikkan oleh peradaban-peradaban besar dunia. Poligami,
kata Imam juga dilakukan oleh kelompok "non muslim" dan Islam tidak
bisa klaim poligami sebagai ajaran islam.
"Keberadaan
poligami di dalam kitab suci Alquran, tidak menunjukkan bahwa poligami adalah
ajaran islam, melainkan Alquran hendak menggambarkan praktek poligami yang
dhalim. Alquran datang untuk mengatur praktek poligami yang dhalim itu.
Jadi yang menjadi ajaran islam adalah pengaturan praktek poligaminya, bukan
poligaminya," ujar Imam di Jakarta, Minggu (16/12).
Menurut beberapa kitab
fiqih, kata Imam yang lebih utama justru menikah dengan satu istri daripada
poligami. Yang disunnahkan, kata dia adalah monogami dan poligami baru
dibolehkan jika ada alasan. Dalam beberapa tafsir, dikatakan bahwa islam
meng-ibahah-kan, membolehkan poligami.
"Di dalam usul
fiqih menjadi perdebatan apakah "ibahah" itu kategori
"hukum" atau bukan? Sebagian ulama mengatakan bahwa ibahah bukan
kategori "hukum". Berarti poligami ya sama dengan makan, minum,
tidur, berjalan, dan lain-lain yang boleh dilakukan. Tentu kita boleh
mengatakan bahwa makan, minum, berjalan, bukan hukum islam. Islam datang untuk
mengatur,"jelas dia.
Imam juga mengatakan
di dalam beberapa kitab Tafsir, seperti kitab "al-Asas fi at Tafsir"
karangan Syaikh Sa'id dan Tafsir al-Maraghi juz 4 halaman 128, dinyatakan bahwa
"poligami bertentangan dengan mawaddah, rahmah dan sakinah, yang ketiga
hal ini merupakan tiang kebahagian kehidupan keluarga, maka tidak seyogyanya
seorang muslim melakukannya, kecuali ada dharurat (emergency), tetapi tetap harus berkeyakinan
mampu berbuat adil, jika tidak karena darurat dan dilakukan dengan keadilan, maka
poligami hanyalah kedoliman pada diri sendiri, pada istrinya, pada anaknya, dan
bahkan pada umatnya".
"Pernyataan dua
tafsir ini, menegaskan bahwa islam datang bukan memerintahkan poligami, karena
memang poligami sudah terjadi jauh sebelum islam, melainkan islam datang untuk
mengaturnya," ungkap dia.
Lebih lanjut, Imam
menuturkan sesungguhnya tidak ada perbedaan antara MUI, PBNU dan juga Komnas
perempuan. Pasalnya, MUI dan PBNU akan sepakat dengan komnas perempuan atau
komnas perempuan akan sepakat dengan PBNU dan MUI bahwa praktek poligami yang
dilakukan dengan cara dhalim, tidak adil, menyengsarakan anak, istri dan
keluarga yang lain adalah "haram".
"Komnas Perempuan
memandang bahwa praktek poligami adalah haram karena berdasar data-data
penelitian dan pengaduan pada Komnas, praktek poligami merugikan perempuan.
Jadi yang sedang dilihat komnas perempuan adalah praktek poligami yang
menyebabkan kekerasan kepada perempuan dan anak," pungkas dia.
Isu poligami menjadi
polemik di publik setelah Ketua Umum Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Grace
Natalie mengatakan bahwa partainya akan berjuang memberlakukan larangan
poligami bagi pejabat publik hingga aparatur sipil negara atau ASN jika lolos
ke parlemen di Pemilu 2019.
"PSI akan
memperjuangkan diberlakukannya larangan poligami bagi pejabat publik di
eksekutif, legislatif, dan yudikatif, serta Aparatur Sipil Negara. Kami akan
memperjuangkan revisi atas Undang-undang No.1 Tahun 1974, yang memperbolehkan
poligami,” kata Grace saat memberikan pidato politiknya yang berjudul “Keadilan
untuk Semua, Keadilan untuk Perempuan Indonesia”
pada acara Festival 11 di Jatim Expo, Surabaya, Selasa, 11 Desember 2018 lalu.
pada acara Festival 11 di Jatim Expo, Surabaya, Selasa, 11 Desember 2018 lalu.
PSI, kata Grace, tidak
akan pernah mendukung poligami dan tidak akan ada kader, pengurus, dan anggota
legislatif dari partai ini yang boleh mempraktikkan poligami. Riset LBH APIK
tentang poligami menyimpulkan bahwa, pada umumnya, praktik poligami menyebabkan
ketidakadilan, yakni perempuan yang disakiti dan anak yang ditelantarkan.
“PSI percaya,
perjuangan keadilan, penghapusan diskriminasi harus dimulai dari keluarga, dari
rumah," tutur dia.
Sumber: BeritaSatu.com
Posting Komentar